Ini bukan bicara tentang hati fisik ya. I'm talking about qalb.
***
Sudah lama aku tidak hadir di majelis ilmu, terutama yang offline. Pun mendengarkan kajian online, kadang masih belum bisa utuh fokusnya. But, we still need to learn and surround ourselves with good people.
Hari itu, tepatnya aku lupa, Januari mungkin, atau Februari awal. Qadarullah diizinkan hadir dan menyimak kajian di Masjid Jensud Purwokerto. Ustadzah Estifa mengingatkanku kembali, bahwa salah satu tanda hati yang sakit, adalah lisan yang selalu berkeluh kesah.
Dari situ, aku berkaca. Berapa kali lisan dan hatiku dipenuhi dengan keluhan? Berbeda dengan saat menulis, karena aku menulis, seringkali bentuk untuk menetralkan dan afirmasi positif agar hal-hal negatif dalam diri mereda. Aku tahu, betapa sering keluhan itu meluncur begitu saja. Betapa mudah untuk menyalahkan situasi atau orang lain, padahal yang harus diperbaiki itu diri. hmm. TT
***
Aku masih perlu banyak belajar dari Ayah. Bagaimana caranya, saat bertemu masalah atau hal yang tidak ideal, bukan keluhan yang pertama keluar dari lisan. Bagaimana caranya untuk diam, mencari solusi, lalu melakukan sesuatu. Bukankah seharusnya kita sudah lama tahu, tentang keluhan yang tidak mengubah apapun. Jikapun ada perubahan, justru menjadi lebih buruk.
Rasanya ingin menilik tulisan lama, menasihati diri lagi, dengan kalimat yang sama.
***
Terakhir. Apa mengeluh gak boleh? Nope. Mengeluh itu boleh, pada orang yang tepat. Yang bisa mengingatkan kita untuk bersyukur kembali. Yang bisa memberikan solusi dan langkah yang bisa kita ambil ketimbang mengeluh melulu.
Apa mengeluh boleh? Ya. Boleh. Apalagi kalau mengeluh kepada Yang Maha Mendengar. Harus malah. Recommended. Satu-satunya tempat mengeluhkan apapun, tanpa perlu takut di judge begini begitu. Karena Allah Maha Mengetahui, dan Allah juga Maha Mendengar. He knows it all, yet He wants to hear it from you.
Wallahua'lam bishowab.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya