*biar nyambung.. baca dulu yang bagian pertama di sini.
***
“Aku nggak peduli.. Ayah sama Bunda mau
pindah ke Bandung!
Silahkan! Ali tetap disini.” kata-kata itu meluncur dengan nada tinggi dari
bibir Ali. Mata Bunda berkaca-kaca, menggambarkan sejuta rasa yang berkecamuk
di dadanya. Ia tidak mungkin membiarkan mutiara hatinya tinggal sendirian di kota ini. Tanpa sanak
saudara, tanpa pengawasannya.
“Aku laki-laki, dan aku sudah kelas 3
SMA sekarang. Aku bisa kos.” begitu tekad Ali. Sungguh, ia sudah muak dengan
pindah rumah, sekolah baru, dan adaptasi. Ia akan terima konsekuensinya walau
harus melihat air mata Bunda jatuh.
***
Ali dilema. Tekad yang tadinya bulat
sekarang tak berbentuk lagi. Keraguan itu terus menjelma menjadi mimpi buruk di
setiap tidurnya. Saran Akbar telah ia lakukan, sholat istikharah dan
menyerahkan segalanya kepada Sang Khaliq, Allah swt. Masa iya, ia akan
menentang jalan yang ditunjukkan Allah untuknya? Hanya karena ketidakmampuannya
untuk beradaptasi atau lebih tepat ketakutannya tidak mampu beradaptasi.
Ia ingat-ingat lagi percakapannya dengan
Akbar siang itu, di mushola tercinta.
“Aku tahu Bunda akan sangat sedih, dan
hatiku akan perih melihatnya. Tapi aku bukan pohon jati yang meranggas setiap
kemarau! Aku bukan kaktus yang berdaun duri hingga bisa bertahan di gurun
pasir. Aku tak semudah itu beradaptasi Akbar, what should I do?”
“Coba kamu pikirkan lagi Li, ridho orang
tua juga merupakan ridho Allah. Kamu tahu itu. Dirikanlah sholat istikharah,
serahkan semua pada Allah.”
“Bagaimana kalau aku harus pindah dan
akhirnya aku tak bisa beradaptasi? Seperti hewan-hewan yang punah karena tak
terseleksi alam. Karena mereka tak bisa beradaptasi. Will I become like them?”
“Stop berpikir negatif Li, khusnudzonlah
pada setiap takdir Allah. Allah tidak pernah memberi cobaan melampaui kemampuan
hambaNya. Trust me, you’ll be fine wheter you’ll stay or go.”
“Really?” Ali menatap Akbar ragu. Akbar
mengangguk tegas.
***
Mereka
berpelukan, dengan perasaan yang tak bisa dilukiskan. Perpisahan memang bukan
sebuah akhir. Persahabat karena Allah akan abadi, walau jarak memisahkan. Ali
dan Akbar tahu itu. Mereka tersenyum tulus,
“See..
It’s okay, bro!”
“Yeah,
you’re right.. Everything’s gonna be alright! Assalamu’alaikum..” Ali melangkah
memasuki gerbong kereta yang akan membawanya ke Bandung.
‘Wa’alaikumsalam
warrahmatullahi wabarakatuh’ jawab Akbar dalam hati. (Selesai)
***
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya