Follow Me

Sunday, November 18, 2012

Tak Meranggas Tiap Kemarau (bagian terakhir)

*biar nyambung.. baca dulu yang bagian pertama di sini.
 ***
“Aku nggak peduli.. Ayah sama Bunda mau pindah ke Bandung! Silahkan! Ali tetap disini.” kata-kata itu meluncur dengan nada tinggi dari bibir Ali. Mata Bunda berkaca-kaca, menggambarkan sejuta rasa yang berkecamuk di dadanya. Ia tidak mungkin membiarkan mutiara hatinya tinggal sendirian di kota ini. Tanpa sanak saudara, tanpa pengawasannya.
“Aku laki-laki, dan aku sudah kelas 3 SMA sekarang. Aku bisa kos.” begitu tekad Ali. Sungguh, ia sudah muak dengan pindah rumah, sekolah baru, dan adaptasi. Ia akan terima konsekuensinya walau harus melihat air mata Bunda jatuh.

***
Ali dilema. Tekad yang tadinya bulat sekarang tak berbentuk lagi. Keraguan itu terus menjelma menjadi mimpi buruk di setiap tidurnya. Saran Akbar telah ia lakukan, sholat istikharah dan menyerahkan segalanya kepada Sang Khaliq, Allah swt. Masa iya, ia akan menentang jalan yang ditunjukkan Allah untuknya? Hanya karena ketidakmampuannya untuk beradaptasi atau lebih tepat ketakutannya tidak mampu beradaptasi.
Ia ingat-ingat lagi percakapannya dengan Akbar siang itu, di mushola tercinta.
“Aku tahu Bunda akan sangat sedih, dan hatiku akan perih melihatnya. Tapi aku bukan pohon jati yang meranggas setiap kemarau! Aku bukan kaktus yang berdaun duri hingga bisa bertahan di gurun pasir. Aku tak semudah itu beradaptasi Akbar, what should I do?”
“Coba kamu pikirkan lagi Li, ridho orang tua juga merupakan ridho Allah. Kamu tahu itu. Dirikanlah sholat istikharah, serahkan semua pada Allah.”
“Bagaimana kalau aku harus pindah dan akhirnya aku tak bisa beradaptasi? Seperti hewan-hewan yang punah karena tak terseleksi alam. Karena mereka tak bisa beradaptasi. Will I become like them?”
“Stop berpikir negatif Li, khusnudzonlah pada setiap takdir Allah. Allah tidak pernah memberi cobaan melampaui kemampuan hambaNya. Trust me, you’ll be fine wheter you’ll stay or go.”
“Really?” Ali menatap Akbar ragu. Akbar mengangguk tegas.
***
Mereka berpelukan, dengan perasaan yang tak bisa dilukiskan. Perpisahan memang bukan sebuah akhir. Persahabat karena Allah akan abadi, walau jarak memisahkan. Ali dan Akbar tahu itu. Mereka tersenyum tulus,
“See.. It’s okay, bro!”
“Yeah, you’re right.. Everything’s gonna be alright! Assalamu’alaikum..” Ali melangkah memasuki gerbong kereta yang akan membawanya ke Bandung.
‘Wa’alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh’ jawab Akbar dalam hati. (Selesai)
***

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya