Follow Me

Tuesday, July 11, 2017

Kacamata Kuda

Bismillah.
#gakpenting #fiksi

Dimana aku bisa membeli kaca mata kuda? Sehingga aku bisa terus lari kedepan, tanpa melihat kanan kiri. Tak peduli di depan ada tiang, atau turunan, atau naikan, akan terus berlari, karena aku menggunakan kaca mata kuda.  Dimana aku bisa membeli kaca mata kuda?

unsplash

***

Pagi ini, aku menyempatkan diri ke alun-alun, tempat biasanya ada Dokar (Delman). Naik dokar saja, kalau tidak salah 15 tahun yang lalu, tapi pagi ini.. aku harus memberanikan diri bertanya pada Pak Kusir tentang dimana ia membeli kacamata kuda.

Jam 8 pagi, hari Ahad. Dipikir-pikir aku salah memilih timing, dua tiga dokar ramai berkeliling. Selain kusir, ada sekitar tiga, empat sampai lima penumpang. Aku memilih menunggu di salah satu pohon beringin yang usianya mungkin dua atau tiga kali lipat usiaku. Lima, sepuluh, tiga puluh menit. Satu, dua, tiga jam.

Matahari sudah makin naik, Alun-alun tidak seramai pagi saat aku baru datang. Aku mendekati kusir dokar yang sedang beristirahat lima meter di utaraku.'

"Pak," ucapku pelan dan ragu.

"Mau naik dokar mba?" tanyanya. Aku terdiam sejenak, teringat berbagai skenario yang kukarang di otakku selama tiga jam menunggu. Mungkin tanya tentang kuda, kacamatanya, dokar, dan dll, akan lebih santai jika sembari naik dokar.

Bapak kusir mengulangi pertanyannya, membuatku tersadar. Aku menggeleng pelan, kemudian minta izin bertanya.

"Kacamata kuda itu, beli dimana ya Pak?"

"Mba punya kuda juga? Saya biasa bikin, mau beli ke saya?" tanya Bapak Kusir tadi. Aku menggeleng kemudian terpaku sibuk dengan lintasan pikiranku.

Satu, lima, sepuluh, tiga puluh detik. Aku menggelengkan kepalaku pelan, kemudian menyadari kalau Bapak Kusir tadi sudah menjauh pergi, mungkin takut atau curiga, kalau aku bukan manusia waras.

The End.

***

PS: Sebenarnya ingin bercerita tentang kacamata kuda yang merupakan kiasan. Tapi bingung, akhirnya lahirnya skenario aneh ini. Wkwkwk. Kalau-kalau ada yang nggak sengaja baca, biar sedikit bermanfaat izinkan aku salin quote Salim A. Fillah dari buku Jalan Cinta Para Pejuang. 
Ajarkan pada kami Bunda Hajar, bagaimana perasaan iman menghajar rasa khawatir dan cemburu yang membakar.
Wahai para sahabat yang menggali parit, bisakah kalian rumuskan dalam sebait, bagaimana nalar iman meloncat tinggi melampaui nalar munafik yang berbukit-bukit.
- Salim A. Fillah
PSS: Mungkin tulisan selanjutnya bakal banyak berhashtag gakpenting. Mungkin. Allahua'lam.


No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya