Follow Me

Friday, March 15, 2019

Drop

Bismillah.
#fiksi


"Jujur, saya sedang drop,"
Itu yang ditulis Aisy dalam pesan singkat kepada Zhova. Kemudian ia melanjutkan dengan kata maaf karena tidak melakukan kewajiban yang seharusnya ia kerjakan. Zhova setengah hati menjawab dengan doa, "syafakillah". Ia lalu berdiri dari kursi dan memandangi papan tulis putih berukuran 2 x 1 meter di ruang kerjanya.

"Mundur lagi timelinenya," desah Zhova pelan. Projek kali ini terasa begitu memakan waktu, apalagi partner kerjanya di belahan bumi lain sedang 'drop'. 

Bekerja sama memang selalu begitu, perlu banyak energi untuk saling mengerti, saling melengkapi saat yang lain sedang drop. Berbeda dengan kerja sendiri yang tidak butuh komunikasi, hanya butuh motivasi sendiri, dan kerja sendiri. Tapi ada banyak hal yang tidak bisa dikerjakan sendiri, termasuk projek yang satu ini. Ia membutuhkan orang lain, ia butuh tangan Aisy. 

***

Ruangan gelap, hanya ada sedikit cahaya dari sebuah hp yang berkedap-kedip karena minta diisi batrenya. Pemilik kamar itu, Aisy sedang pergi menghirup udara malam, sekaligus membeli sebungkus nasi untuk tubuhnya yang makin malam makin lunglai. Sengaja ia tinggal hpnya di kamar, kalau sedang 'drop' begini. Aisy butuh waktu untuk sendiri tanpa gangguan notifikasi dunia maya. Ia ingin hidup tanpa dunia itu, ia ingin lebih jeli menikmati suara penjual nasi goreng yang sedang memasak, juga suara kaki yang melangkah kesana-kemari. Saat beberapa pelanggan lain sibuk dengan hp masing-masing, Aisy memilih untuk membuka buku kecil dan mengeluarkan pensil. Ia mulai membuat doodle orang-orang tanpa wajah yang menunduk di hadapan hp masing-masing.
"daily scenery, almost everywhere"
Pelayan mengantarkan pesanannya, Aisy mengeluarkan uang pas, kemudian tas kresek putih berisi bungkusan nasi goreng tersebut berpindah tangan. Ia kemudian memaksa tubuhnya bergerak, berpindha tempat, kali ini ke warung kecil sebelum masuk ke gang kosannya. Ia membeli yogurt, dan minuman penambah ion. Bangku panjang kayu yang cat merahnya sudah pudar, ia pilih sebagai tempat duduk, kemudian menegak minuman ion, memberi sedikit asupan untuk tubuhnya yang hampir 12 jam tidak diberi haknya, baik minum maupun makan. Ia mengedarkan pandangannya, memperhatikan sekitar, sembari menghabiskan air 150ml. Mulai dari motor yang berlalu lalang, anak-anak kecil yang berlarian, juga mahasiswa yang sedang mengantri di warung makan sebrang ia duduk. Ia jadi teringat Zhova. 

Aisy mengenal Zhova saat sama-sama mengantri membeli makan, mereka satu almamater, namun beda jurusan dan berbeda spesies. Aisy kupu-kupu, sedangkan Zhova kura-kura. Bukan, bukan tenntang serangga dan reptil, tapi tentang tipe mahasiswa yang kuliah-pulang (kupu) dan kuliah-rapat (kura). 

Saat itu Aisy juga sedang drop, memilih menunggu sembari menggambar, meski sebenarnya hp-nya bergetar berulang di dalam tasnya. Sedangkan Zhova, ia menunggu sembari membaca, bukan buku, tapi quran. Suaranya memang lirih, tapi bukan pemandangan biasa, seseorang membaca quran di pedagang kaki lima. Ia seolah tak terusik meski berulang kali pengamen lewat. Membuat Aisy tanpa sadar fokus membuat gambar sosok Zhova.

Aisy membuka pintu kamarnya, memindahkan kunci ke bagian dalam, menyalakan lampu, kemudian rebahan. Jendela kamarnya masih sedikit terbuka, membiarkan udara malam masuk, dari bagian atasnya. Tipe jendela berpintu satu, dengan pegangan di bagian atasnya. Kaca-kacanya tertutup puluhan kertas sticky notes berwarna kuning.

"Syafakillah," tulisan itu terbaca di preview pesan yang masuk, membuat Aisy merasa semakin bersalah. Seharusnya hari ini ia sudah mengirim ilustrasi untuk bab 3 dan 4. Namun ia baru menyelesaikan setengah dari bab 3. Ia benci harus menjelaskan pada Zhova kalau ia sedang drop, tapi ia tahu, menghilang tanpa kabar jauh lebih menyakitkan. Tapi jawaban singkatnya, membuat Aisy merasa bersalah.

Zhova membaca kata "drop" dengan makna bahwa Aisy sedang sakit, sedangkan Aisy menulisnya untuk menunjukkan semangat dan imannya yang sedang jatuh, drop.

***

"Belum tidur? Tumben nonton TV," ucap ibu, membuat Zhova menolehkan wajahnya. Zhova menekan tombol turn off, TV mati, kemudian Zhova menangis, mengadu pada ibunya. Tentang beberapa projek yang ia pegang dan tidak ada yang berjalan sesuai rencana. Bahkan projek buku "Aurora", yang ia pikir hanya akan mundur sedikit dari target awal, ternyata harus mundur lagi. Ia mengadu karena merasa tidak bisa melakukan apa-apa. Ibu mengelus kepala Zhova, mencoba menenangkan putri satu-satunya itu.

"Rasanya ingin marah dan menyalahkan orang lain, tapi di sisi lain, aku juga punya salah dna kekurangan," tangis Zhova sudah reda, ia lega karena bisa menyalurkan perasaannya ke Ibu.

"Putri ibu.. Zhova, marah, kecewa itu wajar. Tapi jangan cuma seperti ini. Mending Zhova wudhu, shalat dua rakaat lalu tidur, istirahat, biar besok lebih fresh,"

Zhova mengangguk. Setelah wudhu, ia merasa lebih fresh, air dingin yang membasuh muka, tangan kaki, kepala dan telinganya membuat perasaannya lebih tenang. Ia mengambil lipatan mukena berwarna coklat. Sembari memakainya, ia berpikir tentang apa yang dihadapinya, apa yang membuatnya kecewa. Saran Ibu untuk shalat mengingatkan Zhova bahwa ia kecewa karena ia bergantung pada partner kerjanya. Ia lupa untuk meminta pada Allah agar projek-projeknya lancar, agar partner kerjanya bisa menyelesaikan jobdesk sesuai timeline, agar ia bisa bijak jika terjadi hal-hal di luar rencana.

Malam itu, bahkan sebelum shalat, Allah membimbing hatinya. Apalagi, kalau Zhova mendirikan shalat, dan berdoa meminta bantuanNya.

***

Hari sudah berganti, Aisy masih terjaga. Kertas-kertas sketsanya berserakan di meja kecil tempat ia biasa bekerja. Ia mengambil hp karena bosan, ada pesan baru dari Zhova.

"Makan yang teratur, istirahat yang cukup, minum air putih yang banyak, biar bisa segera fit. Jangan dibawa stress ya, inget lagi niat awal ngerjain buku Aurora. Met bobo^^"

Aisy tersenyum. Dipikir-pikir lagi, doa pendek sebelum pesan itu, tidak selalu untuk sakit fisik. Syafakillah, semoga Allah menyembuhkan, hati yang sakit, yang mengeras, saat iman turun dan futur. Syafakillah, semoga Allah menyembuhkan, semangat yang hilang, menggantinya atau memperbaruinya, seperti luka yang menutup karena sel-sel kulit yang baru.

Aisy memang sedang tidak shalat, tapi bukan berarti ia tidak bisa berdoa. "Ya Allah, sembuhkan aku, jangan biarkan aku berlama-lama drop. Aamiin."

The End.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya