#banyakcurhat
Yang berbeda setelah dua ponakan diboyong ke Kupang, NTT adalah..... ga ada yang menyambut saat pulang.
***
Aku udah sering baca sih tentang anak-anak yang nungguin ayahnya pulang kerja, trus menyambut gitu pas ayahnya pulang. Tapi baru pernah ngerasain, dan awalnya biasa aja. Sampai sambutan itu ga ada lagi, karena Tsabita sudah diboyong ke pulau lain.
***
Hujan, atau ga hujan, setiap pulang ke rumah, dijemput Ayah/Adikku, pasti Tsabita menyambut. Kaki kecilnya berlari menyambut. Bibir kecilnya mengulang-ulang kata "Assalamu'alaykum" yang belum sempurna ejaannya. Lalu jika sudah berhadapan, ia langsung minta gendong. Kalau ga hujan, gamisku kering, aku dengan senang haati menggendongnya. Tapi kalau hujan, dan gamisku basah, terpaksa kutolak permintaannya. Kutuntun Tsabita ke dalam rumah, lalu aku mulai bertanya tentang harinya. Sudah mandi? Sudah makan? Makan apa? Makan sama siapa? Tadi dede nangis ga? Hehe. **Mengingatnya saja, sudah menaikkan kedua ujung bibirku.
Selain kata "Assalamu'alaykum", Tsabita juga bisa menyambut kepulanganku dengan kalimat curhatan, kalau "Dede nangis" berulang-ulang. Lalu ia cerita dengan suara anak kecil, adiknya yang masih bayi itu menangis karena ingin digendong. Biasanya Ayahku suka menggoda cucu pertamanya, "yang nangis dede apa Tsabita?". Lalu bocah 2 tahun itu dengan lihai mengalihkan topik, entah tiba-tiba menanyakan tempat minumku, atau mencari boneka doraemon.
Yang berbeda sejak dua keponakanku pindah ke Kupang, adalah... rumah jadi sepi, tidak ada celoteh Tsabita, tidak ada tangis dede bayi. Tidak ada yang meminta gendong, atau mengetuk pintu berkali-kali karena ingin masuk kamarku.
Benar kata orang-orang. Kehadiran anak itu memberikan warna baru di hidup seseorang. Membawa kehangatan. Tiada hari yang sepi, selalu riuh dengan tangis dan kicau suara (kalau ia sudah bisa bicara).
***
Kami yang sudah dewasa (papah, mamah, aku dan adikku) meski rindu, namun sudah biasa. Tapi tahukah? Bocah sekecil itu sudah harus belajar tentang rindu. Tujuh bulan ia di Purwokerto, saat adiknya belum lahir, sampai adiknya sudah 4 bulan. Di kepalanya, rumahnya di sini, di Purwokerto. Ia membangun kebiasaan baru di sini. Kebiasaan ganti baju bersamaku, shalat bersama yangtinya, serta tidur sambil digendong yangkungnya. Kakakku bercerita tentang Tsabita yang kemarin-kemarin masih sering menangis dan mencari Yangkung dan Aunty. Menolak ganti baju dengan umi atau abinya. Ia rindu, karena ternyata ia sekarang di Kupang, 1500mil dari Purwokerto. Bocah sekecil itu sudah harus belajar rindu, belajar perpisahan sementara. (Alhamdulillah sekarang sudah mulai adaptasi dengan kebiasaan baru di Kupang sana)
Tentang Tsabita yang harus belajar rindu sejak kecil, mengingatkanku akan Nabi Yusuf. Ga kebayang, bagaimana rasanya terpisah dari keluarga, karena saudaranya meninggalkannya di sumur tua. Bagaimana rindunya, bagaimana sendunya. Tidak cukup itu, ada tuntutan ujian lain yang harus ia jalani dalam hidupnya. Ia bukan seorang pendosa, yang harus diuji untuk menyucikan dosanya. Ia manusia terpilih, karena lewat ujian tersebut, ia bisa menyelamatkan anak-anak dari kelaparan, saat ia menjabat menjadi mentri kelak. Bahwa ujian kita, mungkin membuat kita bertanya-tanya mengapa? Tapi yakinlah, Allah punya rencana yang lebih baik. Allah akan membalasnya dengan hal yang jauh lebih baik, di dunia, atau kelak di akhirat.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya