Follow Me

Tuesday, March 5, 2019

Getar Hati

Bismillah.

-Muhasabah Diri-


20 Januari 2019. Ahad pagi, di sebuah ruangan seminar ber-AC, acara baru dibuka 1 jam dari jadwal yang tertera di poster publikasi. Acara dibuka dengan basmallah oleh MC, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat Al Quran.

Seseorang naik ke podium, dengan mushaf di tangan kanannya. Ia membacakan surat yang sudah familiar di telinga. As Shaff ayat pertama sampai terakhir. Aku berusaha khidmat mendengarkan, tapi sebuah suara mengusikku. Tiga bangku di sebelah kiriku, seseorang duduk, tertunduk dan tergugu dalam tangisnya. Bukan suara isak, tapi suara tergugu. Sulit untuk mendeskripsikannya. Akhawat dengan khimar berwarna punk, masih menangis cukup lama. Kulihat dua orang di samping kananku, yang juga jadi saksi kejadian itu terlihat bingung untuk bersikap. Aku berusaha fokus lagi ke bacaan surat Ash shaff, sembari mengusir berbagai kelebat pikiran yang hadir karena tangisnya.

Aku mengenal akhawat itu, belum lama. Yang aku tahu, ia seorang aktivis, ia lulusan pendidikan matematika, ia memiliki hafalan quran, dan ia punya cita-cita untuk menyelesaikan hafalan quran, juga ingin membangun sekolah gratis.

Aku tahu... ia seorang shalihah, tapi entah mengapa kejadian itu mengundang pikiran negatif di kepalaku. Jujur aku berprasangka buruk, bahkan  sedikit sinis, karena lintasan pikiran yang kudapati saat kejadian tersebut.

Sepertinya kebiasaan burukku belum berhenti. Saat itu, yang muncul di otakku, adalah pertanyaan niatnya, mengapa ia menangis, dengan suara menggugu. Tidak bisakah ia menghayati ayat, dadn menangis dalam hening, berlinang air mata, tanpa perlu mengeluarkan suara? Ayat mana di surat ash shaff yang membuat ia menangis sebegitunya? Ayat 2 dan 3? lalu...? Mengapa saat ayatnya sudah berganti, ia masih saja begitu? Seolah ia memaksa dirinya menangis? Atau... ia sedang memiliki banyak masalah sehingga emosinya tiba-tiba membuncah saat mendengar ayatNya? Atau...

Kuhentikan pikiran buruk itu. Tahu apa diriku, siapa diriku berhak memikirkan begitu. Seharusnya kejadian itu membuatku berkaca dan malu. Kamu... bell... kapan terakhir kali hatimu bergetaar hingga mengundang air mata saat mendengarkan kalamNya? Ia mungkin seseorang yang hatinya sangat lembut, sehingga saat al quran dibacakan, ia menangis dan lupa... kalau ia sedang di tempat umum. Hatinya begitu lembut, getar itu sampai ke hatinya. Kamu? Apa kabar hatimu? Masih sakit kah? Semakin mengeraskah? Sudahkah kau menanyakan keadaan diri, sampai membiarkan lintasan pikiran itu menyibukkan dirimu?

***

Masih adakah getar hati itu? Saat kau membaca ayat-ayatNya? Atau kau hanya membaca, dengan lidah, dan sampai di tenggorokan saja?

TT

Jika hati sakit, dan mengeras... sampai tidak terasa getarnya, mintalah obat padaNya, agar hatimu bisa melembut kembali, agar bisa bergetar lagi saat mendengarkan Al Quran.

'Asaa ayyahdiyani robbi li aqroba min hadza rosyada. Ya Muqallibal qulub tsabbit qolbi 'ala dinik. Aamiin.

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya