Gatau kenapa, rasanya aku stuck di suatu level, belum naik-naik. Masih remedial ujian yang sama. Bodohnya, masih bingung menjawab pertanyaan yang sama. Masih terbata menjawab persoalan-persoalan.
Pemikiran itu terkadang seperti mendung hitam legam, sesekali menghadirkan kilat dan gemuruh petir. Lalu perasaan takut hadir, sama seperti perasaan takut yang Allah sisipkan pelan pada kita, terutama saat kecil dulu, saat melihat kilat dan mendengar gemuruh petir. Kalau pemikiran itu dibiarkan berhenti di situ, maka hanya perasaan takut dan cemas yang akan dihasilkan. Tapi kita tidak boleh berhenti kan? Seperti sunnah yang diajarkan saat mendengar gelegar petir, kita bertasbih, subhanallah. Maha Suci Allah.
Pernahkah kita dulu bertanya-tanya, kenapa kita harus sekolah, bertemu PR dan tugas-tugas, lalu bertarung dengan ujian-ujian, UTS, UAS, Ujian Kompre, dll. Kenapa kita harus naik tingkat. Kenapa.. kita tidak berdiam diri saja di level tertentu?
Kalau kita mau berpikir dengan kepala dingin. Kita akan paham, bahwa yang membutuhkan naik tingkat itu bukan sekolah, bukan guru-guru atau dosen-dosen kita. PR, tugas, kuis, ujian, yang diberikan pada kita pada akhirnya akan berguna untuk kita. Dengan itu, kita belajar banyak hal, mengerti lebih banyak hal, kemudian kita menjadi lebih dewasa, lebih cerdas, lebih teliti, lebih bijak.
Bedanya dengan sekolah, kehidupan tidak memiliki level atau tingkatan yang jelas. Kita tidak bisa tahu seperti kita tahu, kita duduk di kelas 1 SD, atau 8 SMP, atau kelas 12, atau semester 5 S1, dst. Level dalam kehidupan begitu abstrak. Bisa memang kita kelompokkan, kita buat tahapannya. Tapi tetap saja... tidak bisa benar-benar tahu. Entah, mungkin kalau di dunia setelah kematian, kita bisa benar-benar tahu di level mana diri kita.
***
Untukku, tetap semangat^^ Jika jatuh, segeralah bangkit. Jika sakit, berobatlah. Jika berdosa, bertaubatlah. Jika melangkah, rendahkan hatimu. Jika berlari, buka matamu lebar-lebar. Jika terjatuh lagi, berdiri lagi, lalu tengok keadaan hatimu.
'Asaa ayyahdiyani rabbi li aqraba min hadza rasyada. Kita memohon petunjuk sekaligus bimbinganNya, agar semakin dekat padaNya. Bukan dengan cara membandingkan diri kita, dengan level orang lain. Tapi dengan berkompetisi sendiri, bagaimana agar kita hari ini, lebih baik daripada kita kemarin.
'Asaa ayyahdiyani rabbi li aqraba min hadza rasyada. Rabbi habli hukma wa alhiqni bisholihin. Aamiin.
Allahua'lam.
***
PS: Curcol dikit gapapa ya? Rasanya belum naik level. Masih sama, Masih jatuh bangun pada hal yang sama. Masih mengulang kesalahan yang sama. Bedanya saat itu sekitaranku gelap, dan aku mengurung diri. Sedangkan saat ini sekitaranku bercahaya, namun aku masih berada di pojok gelap, sendiri. Satu lagi, beda case, tapi perasaannya masih sama. Masih merasa belum naik level. Peran sebagai anak, masih susah payah menjalaninya. Padahal sudah sejak bayi, sekarang rasanya masih bayi, bedanya tubuhnya dewasa. Masih belum bisa ihsan 'berteman' dengan orangtua. Masih takut, kalau aku termasuk anak yang menjadi ujian/bahkan musuh bagi orangtuanya. Atau termasuk anak yang durhaka TT Na'udzubillah. Semoga Allah memberikanku hidayah dan kemampuan untuk belajar, terus belajar menjalani peran sebagai anak. Sebelum nanti diberi tambahan peran baru. Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya