-Muhasabah Diri-
Orang-orang yang pergi jauh dari rumahnya, meninggalkan orang-orang terkasih untuk merantau akan merindukan kampung halamannya. Kota asing perantauan meski sejuk dan rindang kotanya, tetap tidak bisa mengalahkan hangatnya berkumpul bersama keluarga, di rumah sendiri.
Tapi.. mungkinkah situasinya berbeda? Bagaimana dengan orang yang terbiasa merantau, kemudian tiba-tiba menghabiskan hidupnya di kampung halaman, jika ia merindukan perantauan, apa itu aneh?
***
Sabtu kemarin awal bulan Juli, artinya pekan tematik untuk sabtulis. Tema yang disajikan, "rantau". Aku tidak bisa menulis tepat waktu memang, tapi aku ingin tetap menuliskan tentang tema itu.
***
Aku pernah merantau sekali, ke Bandung. Dari perantauan yang tidak singkat itu ada banyak warna dan rasa. Perasaan senang dan khawatir saat pertama kali menjejaki tanah rantau, lalu kenalan sama homesick, mulai menikmati pola dan ritme kehidupan di rantau, dll. Ada rasa manis, asin, pahit, asam, campur aduk.
Setelah berhenti merantau, kini aku juga merasakan merindukan perantauan. Meski memang sekarang lebih nyaman di rumah. Tetap saja, kadang ingin sesekali mengenang memori, berkunjung ke kota rantau. Terakhir ke Bandung April 2018. Tahun ini pengen ke Bandung juga... tadinya buat rencana tgl 15 Juli ini. Tapii... kayanya cuma akan jadi rencana. Ada beberapa pertimbangan. Sepertinya tanggal segitu tahun ini belum jodoh.
Bicara tentang rantau mengingatkanku pada sebuah hadits yang dijelaskan seorang ustadz di Masjid Jendral Soedirman kota Purwokerto jumat kemarin (5/7). Tentang pesan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam agar kita hidup di dunia bagai orang asing, atau orang yang numpang lewat.
Dari Ibnu Umar radhiallohu ‘anhuma beliau berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” (HR. Bukhori)
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/298-menjadi-orang-asing-di-dunia.html
Sebelum membahas tentang isi hadits, ustadz menjelaskan penuturan Ibnu Umar, yang mendeskripsikan bagaimana Rasulullah menyampaikan pesan tersebut. Rasulullah memegang kedua pundak Ibnu Umar radhiyallahu anhu. Tujuannya untuk menarik perhatian, bentuk agar pesan yang disampaikan lebih mengena.
Ustadz menjelaskan, ada juga hadits lain yang menggambarkan bagaimana sahabat pernah mendeskripsikan bahwa kedua tangannya ada di antara kedua tangan rasulullah, sebelum sebuah hadits disampaikan. *kebayang ga? Jadi kaya salaman pakai dua tangan, tapi kalau salaman kan tangan cuma satu tangan, tapi ini dua-duanya.
Kebayang ga? Kedua tanganmu di antara dua tangan Rasulullah? Bagaimana tidak ingat saat istimewa itu. Perkataan yang Rasulullah sampaikan, pesannya, pasti akan lebih membekas, karena disampaikan dengan gesture tertentu.
Begitu pun pesan ini, pengingat agar kita hidup seperti orang asing, atau orang yang hanya lewat. Pengingat, bahwa kita hidup di dunia hanya sementara, tidak hendak menetap. Hanya mengisi bensin, agar dapat melanjutkan ke pemberhentian selanjutnya, hingga nanti, semoga bisa mencapai tujuan kita, jannahNya. Aamiin.
Selain itu, hidup di rantau itu tidak selalu manis, ada banyak berjuang, dan bekerja keras. Begitu pun hidup di dunia. Kesenangan di dalamnya semu. Dan kita banyak menjumpai kesulitan demi kesulitan. Semua manusia merasakan, tidak pandang bulu. Karena lewat kesulitan itu, Allah menguji kita. Lewat kesulitan itu, kita belajar. Dan jika kita bisa mengambil hikmah dari kesulitan dan memilih sikap yang benar, Allah akan menghadiahkannya dengan balasan yang lebih baik. In syaa Allah.
***
Aku kira aku sudah tidak merantau. Ya, aku kini menjalani hari-hari di kota kelahiran. Tapi setelah aku mendengarkan pesan cinta dari Rasulullah. Aku jadi teringat, bahwa aku masih merantau. Aku tidak boleh lupa. Bahwa sebentar saja, sebentar lagi, aku harus melanjutkan perjalanan. Bahwa dunia hanya "pom bensin", kita mengisi bahan bakar, untuk melanjutkan perjalanan. Bukan untuk menetap di "pom bensin".
Allahua'lam.
***
PS: Rabbi habli hukma wa alhiqni bisholihin. Allahummaj'alna minalladzina amanu wa 'amilusholihat wa tawashau bilhaqqi wa tawashau bishabri. Aamiin.
***
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya