Follow Me

Sunday, July 7, 2019

Can Tell No One

Bismillah.

foggy (Photo by Joe Green on Unsplash)

Ada hal-hal yang tidak bisa kita katakan, tidak bisa kita ceritakan pada orang lain. Mungkin itu sisi gelap yang selama ini disembunyikan. Atau justru itu hal yang sangat perlu diekspresikan, tapi lidah kita kelu, jemari kita kaku. Hal tersebut menggumpal, menendang-nendang hati dan pikiran. Hingga yang keluar hanya tangis, atau rintihan lirih, atau teriakan tanpa suara.

***

Hari ini, aku diingatkan tentang ketidakmampuan seseorang dalam bercerita. Bukan karena bisu, bukan karena tidak bisa menulis. Ada banyak pertimbangan yang membuat ia memendam cerita sendiri, sampai menumpuk-numpuk, dan karena sekarang bukan hal 'kecil', hasilnya, ia kini kesulitan mengeluarkannya.

Kemampuan seseorang untuk terbuka, mengungkapkan apa yang ia rasakan, menjelaskan apa yang ia pikirkan, adalah sesuatu yang penting. Manusia, diberi kemampuan untuk berkomunikasi. Bahkan yang bisu pun, membutuhkan cara untuk berkomunikasi. Keterkungkungan pikiran dan perasaan akan membuatnya lemah, dan kesulitan menjalani hidup. Seseorang harus bisa mengungkapkan dan menceritakan beban pikiran dan perasaannya, kalaupun tidak bisa lewat ucapan, minimal lewat tulisan. Dan sekalipun tidak ada yang mendengarkan atau membaca, minimal ia terhubung dengan yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Jika keduanya terputus. Ia tidak bisa bercerita, pun menuliskan beban pikiran dan perasaannya, jika ia tidak mau berdoa, dan mengungkapkan keresahannya meski dengan tangis pada Rabb-Nya, dan ia memilih memikulnya sendiri. Ia akan merasakan betapa lemahnya dirinya. Betapa ia hanya seorang manusia kecil. Apalagi jika ditambah was-was dari setan. Hmm..

***

Memang ada hal-hal yang ingin kita simpan sendiri. Menuliskannya saja kelu. Tapi kenyataannya, kita harus mengungkapkannya. Terutama bagi yang terbiasa menyimpan semua sendiri. Kadang harus dipaksakan.

Kemarin, aku diingatkan lagi tentang bagaimana bedanya, saat aku bergantung pada diri, sok-sokan memikul semua sendiri. Saat itu aku kepayahan, jangankan berjalan, merangkak saja rasanya tidak sanggup. Tapi setelah dipaksa untuk mengungkapkan beban pikiran dan perasaan, pada orangtua, pada teman, pada psikolog, rasanya berbeda. Memang ada hal yang sama. Bahwa masalahku, hanya bisa aku selesaikan. Bahwa hidupku, aku sendiri yang menjalaninya. Tapi dengan mengungkapkan pikiran, mengekspresikan perasaan, benang kusut yang ingin kupotong saja, kutemukan salah satu ujungnya. Dan dari satu ujung itu, aku bisa tahu cara mengurainya. Masih sulit, tapi tidak segelap saat semua kupikul sendiri.

Kemarin juga…. Aku diingatkan. Bahwa bisa jadi, ini bukan tentang orang lain. Tapi tentang diriku. Karena masih ada hal-hal yang aku pilih untuk disimpan rapat-rapat. Aku masih tidak tahu, apa aku perlu mengungkapkannya, mengekspresikannya, dan meminta pandangan orang lain, bantuan tangan orang lain? Atau… bisakah aku menyelesaikannya sendiri? Tentu saja maksudnya bukan sendiri. Tapi hanya dengan terus berusaha terhubung dengan Allah, agar hal itu hanya aku dan DIA yang tahu. Berharap Allah memberikanku kekuatan untuk menyelesaikannya sendiri. Meski sebagian hatiku ragu, meski aku kepayahan dan berulangkali jatuh.

Bisa jadi, memang begitu. Bahwa aku berada 'di sini', melihat dan mengetahui 'hal ini', bukan karena aku bisa membantu orang lain. Tapi justru sebaliknya, dari orang lain, aku bisa mengambil pelajaran dan bantuan, untuk diriku.

Jadi selanjutnya Bell.. *tiba-tiba selftalk hehe* Daripada merasa tidak bisa membantu apa-apa. Atau merasa harus menjadi orang yang berperan dan bisa membantu. Daripada perasaan dan persepsi itu. Coba ubah persepsinya. Bahwa kamu adalah pembelajar. Ada hikmah yang Allah ingin titipkan padamu lewat hal tersebut. Maka merendahlah, seperti seseorang bodoh yang belajar agar mendapatkan ilmu. Seperti itu. Karena bisa jadi, yang membutuhkan pertolongan dan bantuan bukan orang lain, tapi dirimu sendiri.

***

Terakhir, mungkin ada yang kesulitan bercerita, dan mengungkapkan isi pikiran dan hati. Mendekatlah padaNya, merendah dihadapanNya, agar ia mengajari kita lagi, caranya membaca, bicara dan menulis. Caranya bercerita dan mengungkapkan beban yang menggayuti langkah kita. Karena kita mungkin hanya bisa menangis dan tidak bisa berkata-kata, tapi Allah Tahu persis makna dibalik setiap bulir air yang jatuh, desahan nafas kecil, dan teriakan bisu dalam dada. Allah Tahu, Allah Mendengar, dan Allah Menjawabmu.

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya