"Cuma ada beberapa huruf yang sering tertinggal"
Saat membaca kalimatnya, aku seketika tercekat, ingin bertanya lebih lanjut.
Huruf apa yang tertinggal, pada kalimat yang mana?
Karena yang kuharapkan bukan sekedar itu, aku butuh koreksi yang detail, bukan sekedar komentar tentang beberapa huruf yang sering tertinggal.
***
Beberapa huruf yang tertinggal.
Aku hanya perlu mengecek ulang sendiri kan? Sehingga aku bisa tahu huruf mana yang ia maksud sering kutinggalkan.
Aku tidak perlu bertanya lebih lanjut kan? Ia sudah berkenan menghabiskan waktu 'mendengarkan'-mu, bukankah itu cukup?
***
Teruntuk huruf yang tertinggal, hei, maafkan aku. Aku cuma manusia, yang sering lupa dan salah. Seharusnya, saat kubaca kalimatnya, aku lebih banyak memikirkanmu, dan bukannya terbawa perasaan tentang ekspektasiku terhadap koreksi detail dan bukan komentar keseluruhan. Seharusnya aku sekarang muhasabah diri, bagaimana agar kamu tidak tertinggal, bagaimana agar mengeratkan rantai pengikatnya, bagaimana lebih teliti, bagaimana agar tidak ada yang tertinggal lagi.
Huruf yang tertinggal menjawabku. Ia tersenyum karena tahu, bahwa aku tidak menyengaja ingin meninggalkannya. Dalam senyumnya, ia ingin aku belajar, bahwa barangkali, ia tertinggal bukan sekedar karena lupa atau salah. Tapi karena ada yang perlu aku pelajari. Bukan sekedar tentang ejaan dan kata yang benar. Bukan tentang kalimat yang lengkap. Tapi juga tentang bagaimana berprasangka baik, bagaimana menenangkan diri saat kecewa, dan bagaimana menghargai bantuan orang lain, sekecil apapun.
Huruf yang tertinggal melambaikan tangannya padaku, sembari mengingatkanku, bukankah kau pernah menulis tentang tiga menit yang mahal?
Terakhir, semoga Allah memberikan kita kebijakan untuk tidak segera bersempit dada saat menemui situasi yang tidak sesuai harapan. Semoga Allah memudahkan kita untuk selalu berkaca dan belajar, memetik hikmah, dan bukan terbawa emosi, saat tidak ada yang mengerti kita, kecuali Allah. Aamiin.
Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya