Follow Me

Saturday, October 5, 2019

Menengok Diary Jaman SMA

Bismillah.

#nostalgia #hikmah


Beberapa hari ini saya banyak memandang ke belakang, menengok file-file lama yang tersimpan, baik foto maupun dokumen. Sampai terhenti di sebuah dokumen ber-password yang merupakan diary digital jaman SMA dulu. Penasaran aku buka, sempat kesulitan cari password, setelah belasan kali gagal, akhirnya aku menemukan kata sandinya.

Oh ya, beda dengan password sosial media, blog, yang ada sistem yang membantu kalau kita lupa, dokumen microsoft word berpassword lebih kejam. Kalau ga ingat password, otomatis kita kehilangan akses membuka dokumen tersebut. Proses inget-inget password, coba sampai puluhan kali dengan kombinasi karakter angka, case sensitive membuatku sempat kepikiran, apa perlu pakai software input password dengan sekian banyak probabilitas hehe. Lega sekali aku ingat passwordnya, setelah memastikan bahwa aku tidak pernah mengutak atik tentang huruf kapital. Hanya kombinasi huruf dan angka saja. Hikmah dari cari password di memori otak, adalah segera mencatatnya di diary digital terbaru hehe.

***

Membaca sekian lembar isinya bukan hanya bentuk nostalgia, aku bisa mencerna setiap informasi dengan perspektif baru. Aku tidak hanya melihat diriku di masa lalu, tapi juga teman-teman di masa lalu. Seperti seorang kawan yang menghabiskan harinya sampai sore/magrib di sekolah, atau mengapa kawan yang lain memilih jalan curang 'demi' nilai yang lebih baik, atau tentang siswa kelas sebelah yang hampir pindah sekolah karena tidak masuk jurusan IPA. Kalau dulu aku hanya melihat personalnya, kini saat membaca kembali curhatanku, aku bisa melihat dari sudut pandang berbeda.

Orangtua yang sibuk bekerja di luar kota, anak harus bersekolah dan tinggal di rumah nenek/saudaranya. Pasti di rumah ia bosan, ada rasa kesepian, yang bisa ia 'hancurkan' dengan lebih lama berada di sekolah. Bertemu kawan-kawan yang 'senasib', yang juga memiliki orangtua yang super sibuk.

Ketika ujian tengah/akhir semester, setting tempat ujian diubah. Satu kelas dibagi menjadi dua ruangan, bertemu dan bersebelahan dengan kakak atau adik kelas. Hp mungkin dikumpulkan di depan kelas sebelum ujian dimulai. Namun peluang untuk curang selalu ada. Ada yang memilih jalan pintas ketimbang harus bersusah payah belajar dan berlatih mengerjakan soal. Ia begitu kreatif. Sehingga ide itu muncul di kepalanya. Sistemnya setiap siswa yang selesai mengerjakan soal bisa keluar kelas terlebih dahulu. Ia hanya perlu menutup lembar jawabnya. Setelah ia pergi, dengan licik ia menyuruh adik kelas untuk membalik lembar jawab teman yang duduk di depannya, yang sudah pergi karena selesai mengerjakan soal. Kemudian dengan santai ia menyalin jawabannya. Ia merasa beruntung karena duduk di belakang siswa cerdas. Baginya, toh ia tidak merugikan temannya. Baginya, jalan pintas itu lebih menyenangkan.

Orangtua yang berprofesi seorang dokter, menginginkan anaknya melanjutkan prestasinya. Tentu mereka kaget dan marah, saat tahu anaknya, yang pintar ternyata masuk penjurusan IPS. Mereka tidak terima, karena mereka tahu anaknya mampu untuk masuk jurusan IPA. Ancaman untuk pindah sekolah siap mereka layangkan pada pihak sekolah. Tapi... bagaimana kalau itu adalah keinginan anaknya yang tersembunyi? Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana mereka akhirnya berkomunikasi dan memutuskan untuk menerima hasil penjurusan tersebut. Mungkin anaknya berhasil meyakinkan orangtuanya, atau mungkin orangtuanya punya rencana lain, karena dengar kabar anak rekannya yang SMA jurusan IPS namun tetap bisa masuk kedokteran atau jurusan kuliah IPA dengan beberapa cara dan tentunya bukan usaha yang mudah.

***

Menengok diary jaman SMA membuatku melihat setiap scene di dalamnya lewat sudut pandang lain. Semakin aku tua, semakin banyak informasi, ilmu dan pengalaman yang aku punya. Hal itu mempengaruhi cara berpikirku.

Kalau dulu deretan kata di sana hanya sekedar pelampiasan emosi, dan tempat aku menyimpan memori dan informasi yang berkelebat di otak. Kini, deretan kata itu bukan sekedar apa yang ada di atas layar. Aku bisa menemukan kesimpulan baru, insight baru. Kalau dulu aku hanya mengenali teman-teman dan menuliskan mereka beserta kegiatan mereka, apa yang mereka katakan padaku, sikap mereka. Kini aku bisa melihat dan mengenali sisi serta karakter mereka. Betapa si A terkesan cuek tapi ternyata observant, atau si Y yang dalam diamnya begitu mudah jatuh hati pada orang lain.

Terakhir, tentu saja, aku banyak melihat tumbuh kembang diriku, *emangnya tanaman hehe. Bagaimana aku banyak berubah, tapi juga masih sama.

Oh ya, ada yang hampir ketinggalan. Yang paling penting padahal. Menengok diary masa SMA juga mengingatkanku, bahwa Allah selalu, dan selalu menghujaniku dengan kasih sayang dan nikmat yang tidak pernah bisa dihitung.

Allahua'lam.

***

Keterangan: Tulisan ini diikutkan dalam gerakan #Sabtulis (Sabtu Menulis). Gerakan membangun habit menulis, minimal sepekan sekali setiap hari sabtu. Membahasakan gagasan, rinai hati, kisah, puisi, dan apapun yang bisa dieja dalam kata.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya