Follow Me

Saturday, January 18, 2020

Tidak Bisa Maju Sendiri

Bismillah.

*warning* this will be an abstract post.


Malam itu aku tidak hadir on time saat diskusi tentang keputusan maju atau mundur. Aku baru membaca pertanyaan tersebut keesokan harinya.

Dua orang yang ditanya sebelumku memutuskan untuk mundur. Pagi itu, aku menjawab tanpa ragu, bahwa aku maju. Aku, masih mau lanjut.

Tinggal satu orang lagi, jika ia memilih maju, maka keputusannya tidak harus berhenti. Karena kerja tim bisa dilakukan minimal oleh dua orang.

Satu pekan berlalu. Belum ada kepastian meski aku sudah bertanya beberapa kali. Satu pekan lagi. Ia tidak segera menjawab, tapi justru berbicara tentang hal lain. Aku saat itu sudah tidak bertanya lagi, aku pikir, kalau ia sudah bulat, ia pasti akan memberitahu semua.

Selama menunggu kesimpulan akhirnya aku memikirkan kemungkinan-kemungkinan. Jika kendaraan ini hendak maju, maka yang tersisa bisa mendorong pelan hingga menemukan pom bensin terdekat. Ah, mungkin sebenarnya bukan kehabisan bensin. Hanya salah satu bannya bocor dan butuh ditembel. Mungkin kami bisa meminta bantuan orang luar untuk ikut mendorongnya, atau bertanya dimana letak tukang tambal ban terdekat.

Selama menunggu jawaban akhirnya, aku berharap yang terbaik. Aku membayangkan harus melakukan lebih banyak hal, karena dua orang yang mundur. Tapi aku percaya aku bisa mengisi kursi kosong itu sementara, sembari mencari 'pengganti' yang mau ikut berjalan maju bersama.

Tapi aku juga tahu, bahwa aku harus bersiap atas kemungkinan buruknya.

Maka saat alasan itu dipaparkannya, sebagai pembuka sebelum akhirnya memutuskan untuk mundur, aku cuma meninggalkan jejak dua huruf. Pertanda aku mengerti.

"ok"

***

Kalau boleh jujur... Sampai detik ini aku masih menyayangkannya.

Aku ingin egois dan berkata, "Bolehkan aku maju sendiri?"

"It might be uneffective, I know, but I want to make it work even with my little effort"

Aku ingin lancang dan berkata, "can you just give me the authority to run it alone?"

Tapi pikiran-pikiran itu cuma bisa kubungkam dalam kepala. Meski tak berhasil, makanya sekarang keluar dalam bentuk tulisan abstrak.

I wish no one knows the real meaning of this abstract post. I hope none of 'them' read it.

***

Gelap makin pekat, hujan belum juga menyapa tempatku berpijak.

Kuakhiri tulisan ini dengan sebuah kesimpulan dan doa.

Kesimpulannya:

Aku untuk satu hal ini, dan juga beberapa hal lain dalam hidup, tidak bisa maju sendiri. Seperti roda becak yang terhubung, jika dua memilih untuk mundur, maka yang satu tidak bisa memaksa maju. Karena begitulah cara kerjanya.

Kuakhiri tulisan ini dengan sebuah kesimpulan dan doa.

Doa, semoga kelak ketiga roda tersebut suatu saat bersinergi lagi untuk maju bersama. Semoga pemberhentian ini hanya sebuah rehat.

Allahua'lam.

***

PS: Does anyone notice I write this using "The Magic of Rain" account?

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya