Follow Me

Thursday, January 2, 2020

Adab Sebelum Ilmu

Bismillah.

#matrikulasinakid #nakindonesia

Prolog *boleh banget di skip

Akhir tahun kemarin, di grup NAKID 1 ada pengumuman program matrikulasi? Apa itu? Intinya program untuk meresume lecture ustadz Nouman dan diskusi terkait konten di dalamnya. Selama 7 pekan, satu pekan satu materi.

Nah karena saya sudah lama ga nulis resume dari video ustadz Nouman, ditambah ingin memulai tahun 2020 dengan kegiatan produktif, saya ikutan agenda tersebut. Mohon doanya ya semoga saya bisa dapet ilmu dan menjadi muslimah yang lebih baik. Semoga saya bisa aktif berpartisipasi sampai akhir program.

Materi perdana diambil dari video durasi 7 menit, judulnya "Intelectual Hummility". Link-nya di sini dari channel FQE. Saya sebenarnya sudah pernah menonton video ini, beberapa tahun yang lalu, bukan versi kartun, dari channel Quran Weekly, ini linknya. disitu Ystadz Nouman masih muda hehe. 

Dulu, karena video ini, saya jadi banyak istighfar dan ngerasa jleb. Sekarang nonton lagi jadi maluu.. mengingat masa lalu saat pertama kali belajar islam dan belum paham bagaimana adab penuntut ilmu. Karena penjelasan dari video tersebut, saya juga "menurunkan" banyak tulisan dari blog ini, terutama yang di dalamnya saya cantumkan hadist. Opini tentang kenapa sih baiknya perempuan ga safar sendirian,  kenapa sih perempuan, terutama akhawat (yang paham ilmu agama) ga boleh pulang malem? Saya dulu termasuk yang vokal dan mengutarakan opini lewat tulisan, apalagi dulu banyak tuntutan pulang malem. Baik itu urusan osjur, unit (ukm), pemira, dll. Sembari beropini saya seringkali mencantumkan hadits tentang shalat perempuan yang lebih baik di rumah, tanpa benar-benar paham konteks hadits tersebut.

Sampai saya bertemu video ini. Jleb, sakit, tapi saya jadi kebangun dan sadar, bahwa saya harus hati-hati. Hati-hati, agar tidak sembarangan berbicara tentang hadits Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam, dan juga hati-hati akan semut hitam kecil, diatas batu hitam, ditengah malam yang gelap gulita.

Intellectual Humility - Rendah Hati dalam Berilmu


Ustadz Nouman memulai lecture (kajian) ini dengan membaca bagian akhir dari ayat 76 surat Yusuf.

وَفَوْقَ كُلِّ ذِى عِلْمٍ عَلِيمٌۭ

"...dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui."
[Surat Yusuf (12) ayat 76]

Ayat tersebut senada dengan pepatah yang sudah kita hafal, bahwa di atas langit ada langit. Hal yang harus kita resapi agar tidak pernah merasa tinggi hati tentang apapun, termasuk tentang keilmuan kita.

Mudah bagi manusia untuk menjadi sombong karena keilmuan yang ia miliki. Gelar sarjana, master, doktor, Phd, bisa membuat kita memandang rendah orang lain. Bagaimana dengan ilmu agamar? Misalkan, kita sudah membaca kitab A, mendengarkan kajian B, serta tafsir surat C. Apakah ada setitik arogansi di hati, saat kita berinteraksi dengan orang lain? Apakah dengan ilmu tersebut, kita mencari-cari forum debat, untuk membuktikan pada orang-orang bahwa "kalian salah" dan "saya benar", bahwa "kalian tidak tahu apa-apa" dan "saya lebih berilmu"? Na'udzubillah, semoga kita tidak termasuk orang-orang yang seperti itu.

Ustadz Nouman mengingatkan kita, bahwa ilmu agama seharusnya mengajarkan kita tentang kerendahan hati. Bahwa setiap kita mempelajari hal baru, kita jadi paham betapa kita begitu bodoh dan belum tahu banyak hal. Sikap rendah hati ini harus selalu kita jaga. Bahkan ketika kita tahu bahwa orang lain salah, kita tidak dalam posisi berhak atau berwenang memberikan fatwa tentang hal tersebut.

Ini juga terkait bagaimana sikap kita pada ulama artau ustadz yang memiliki kesalahan. Kita tidak memiliki ilmu untuk mengarahkan telunjuk jari kita terhadap kesalahan mereka. Kita tidak tahu posisi mereka di mata Allah. Barangkali, Allah sudah mengampuni kesalahan mereka.

Sikap rendah hati dalam berilmu ini juga seharusnya tercermin dari sikap kita terhadap hadits. Jangan sampai kita menggunakan sabda Rasulullah sebagai 'amunisi' kita untuk berdebat. Ada banyak hal yang harus diketahui untuk menyimpulkan suatu hadits, situasi yang melatarbelakangi-nya, ijma' dari para sahabat, dll. Sekedar membaca terjemahannya saja tidak cukup membuat kita tahu isinya. Bahkan Imam Asy syafi'i mengingatkan kita betapa pentingnya belajar nahwu, dalam menuntut ilmu agama, agar jangan sampai jatuh, termasuk orang-orang yang berdusta atas nama Rasulullah. Pesan tersebut disampaikan kepada orang-orang arab, pertanyaannya, dimana posisi kita?

Kita harus sering mengecek hati kita, jangan sampai ada rasa sombong yang menjangkiti. Rasa sombong, mungkin keberadaannya seperti semut hitam, di atas batu hitam, dimalam yang gelap gulita. Orang lain mungkin tidak mengetahuinya, tapi Allah tahu. Allah melihatnya. Allah mengetahui apa yang ada di hati kita.


Kita harus sering menelisik langkah kita, agar jangan sampai kita masuk ke perangkap setan. Kita mengira kita sedang mendakwahkan islam, menyebarkan kebenaran, amar ma'ruf nahi mungkar. Tapi setan sebenarnya sedang menanamkan penyakit tinggi hati, tanpa kita sadari.

Adab Sebelum Ilmu


Mendengarkan lagi lecture tersebut mengingatkan saya pentingnya adab sebelum ilmu. Di era informasi sekarang, mudah untuk mendapatkan ilmu. Kalau dulu seseorang harus berjalan ratusan mil, untuk bisa mendapatkan satu hadits, atau harus mempunyai buku shahih bukhari, sekarang dengan satu klik, kita bisa mencari hadits. Ada banyak aplikasi yang bisa di download untuk menunjang proses belajar kita. Namun dengan kecepatan tersebut, kita seringkali tidak tahu atau lupa adab dalam menuntut ilmu. Kita tidak tahu, bagaimana seharusnya adab kita kepada guru, ustadz dan ulama. Kita lupa bagaimana perjuangan para ulama terdahulu agar ilmu bisa sampai ke generasi sekarang. Malam-malam mereka *rahimahumullah terjaga dengan temaram api untuk membaca, menghafal dan menulis kitab. Kita lupa hal tersebut, sehingga setitik yang kita tahu membuat kita terbang mengikuti angan-angan yang dibisikkan setan.

Perkataan Orang-orang Salaf, dan Perkataan Kita


Dalam buku Tarbiyah Ruhiyah ala Tabi'in disebutkan,

Ketika Hamdun bin Ahmad ditanya, "Mengapa perkataan orang-orang salaf lebih bermanfaat dari perkataan kita?" 
Beliau menjawab, "Karena mereka berkata untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa, dan mengharap ridha Allah, sedang kita berkata untuk kemuliaan diri sendiri, mencari dunia, dan mengharap ridha makhluk."


Materi pertama matrikulasi NAK Indonesia ini mungkin sengaja dipilih, agar selama proses matrikulasi, peserta selalu ingat bagaimana seharusnya menjadi seorang penuntut ilmu. Serta bagaimana agar tugas membuat resume dikerjakan dengan niat yang lurus, karena jika ada sombong dan ria di hati, sesungguhnya Allah mengetahuinya.

Semoga Allah menjaga hati kita dari berbagai penyakit mematikan (sombong, ria, dll). Dan kalaupun hati kita sudah sakit, semoga Allah berikan obat dan menyembuhkannya. Karena bahkan hati yang mati, Allah mampu menghidupkannya, seperti bumi yang mati, kemudian Allah hidupkan kembali dengan datangnya hujan. Ya Muqallibal Qulub, tsabbit qalbi 'ala dinik. Aamiin.

Allahua'lam.

1 comment:

  1. Terima kasih udah berkunjung mbak, numpang blogwalking yah. Keren, bagus bagus euy tulisannya. Tetap semangat sampai program matrikulasinya selesai mbak! ~~ sekaligus menyemangati diri sendiri. =)

    ReplyDelete

ditunggu komentarnya