Follow Me

Wednesday, January 15, 2020

SOS - Save Our Soul

Bismillah.
#buku

SOS, sebuah kode dan 'teriakan' untuk meminta bantuan.


Kemarin-kemarin, saat sedang cari buku baru buat jadi penghuni tetap tas, aku menemukan buku dengan judul SOS. Covernya berwarna biru, dengan ilustrasi seseorang yang menangis dan mengangkat tangan, meneriakkan "SOS" di pulau tak berpenghuni. Pulau kecil, satu orang, lautan dan langit. Bagian belakang buku terdapat tiga awan putih dengan tulisan berwarna merah.

"Hari gini, jiwa manusia kian gersang. Banyak orang kehilangan identitas dirinya. Meski kita punya pedoman yang jelas (baca: Al Qur'an), masih banyak juga yang tetap nggak "ngeh" dengan kesejatian dirinya. Kita dikelilingi oleh gemerlapnya lampu, tapi nggak bisa melihat sedikitpun."
"Kita tersesat di hutan beton!" 
"Kita kehilangan mata hati!"

Sampai di sini, ada yang tahu aku lagi bahas buku apa?

***

pic from goodreads

Buku lawas, terbitan 2007, seri ketiga dari Jangan Jadi Bebek, penulisnya O. Solihin. Buku yang diterbitkan oleh Gema Insani ini memang merupakan seri buku kado remaja, artinya cara pengemasan dan isinya ditujukan untuk remaja. Aku yang sudah bukan remaja, awalnya ragu untuk membaca kembali buku tersebut. Tapi teringat mimpi ingin nulis buku untuk remaja, akhirnya aku masukkan buku tersebut ke tas.

Setelah baca bab pertama di buku ini, aku tergerak untuk menulis ini. Judul buku ini mengingatkan kondisi nyata yang sedang terjadi. Banyak dari kita yang tidak menyadari, bahwa generasi muda, anak-anak dan remaja saat ini sebenarnya begitu sering mengirimi kita kode SOS. Mereka meminta untuk diselamatkan dari gilasan 'kekejaman dunia'. They just grow up, and they need our hand to help them passing through the storm. Banyak yang salah mengenali diri, karena memang tidak ada yang memberitahu, tidak ada yang menuntun kemana mereka harus melangkah. Akhirnya mereka menyimpulkan sendiri dari tontonan dan seliweran informasi yang mereka konsumsi sehari-hari via internet. Bahwa hidup adalah untuk mengejar kesenangan.

Bagian pertama buku ini diberi tajuk "Inilah Kita", isinya tentang kondisi realita yang terjadi. Ada enam tulisan, yang pertama tentang "Ketika Groupies Memburu Bintang". Groupies itu ternyata nama lain dari fanclub. Baca tulisan pertama, membuatku sadar, wah ternyata dari dulu juga ada fenomena fanclub. Diceritakan tentang apa saja yang biasa dilakukan seorang 'fans', mulai dari koleksi album, foto, sampai ngikutin 'idola' dari satu tempat ke tempat, termasuk hal-hal ekstrim seperti mengancam untuk menikah juga menawarkan seks. Does this kind of thing still happening? I'm afraid it does. Tulisan ini juga memaparkan fakta yang sekarang banyak kita tahu. Bahwa menjadi selebriti itu ga cuma dapat 'kesenangan', tapi dibaliknya ada juga banyak memakan ketenangan hidup (they suffered anxiety).
"Kini menjadi bintang malah bikin was-was. Nggak tenang, bahkan bisa jadi nggak bahagia. Was-was khawatir ada fans yang nekat masuk ke wilayah paling pribadi. Rasa was-was dan nggak bahagia memang bikin repot, bahkan bikin nyawa melayang."
Tulisan kedua, masih dari bab pertama berjudul "Mencipta Bintang Hiburan". Dibuka dengan sorotan fenomena saat buku tersebut ditulis, maraknya program televisi pencarian bintang hiburan (AFI, Indonesian Idol, KDI, Ajang Boyband, dll). Tulisan ini membuka realita tentang 'cita-cita' kebanyakan remaja untuk menjadi 'bintang'. Kenapa ini bisa terjadi? Karena itu yang mereka tonton sehari-hari. Yang sering mereka lihat dan dengar adalah kehidupan artis, entah itu penyanyi, aktor, pelawak, youtuber, maka semua itu lama-lama membuat mereka ingin meniru langkah tersebut. "Aku juga ingin seperti itu."
"Ajang pemilihan calon bintang yang digelar di beberapa televisi swasta ini, memang menarik minat calon peserta, khususnya remaja. Maklumlah, siapa sih yang nggak ingin jadi tajir dan terkenal? Gelagat seperti ini bukan kabar bagus, sobat. Soalnya teman-teman remaja bakalan terdidik menjadi manusia yang cuma bisa dan boleh menikmati kebahagiaan yang bersifat duniawi semata."
..
"Jadi tajir dan terkenal emang enak. Mau apa-apa gampang. Hari gini semua juga jadi gampang kalo duit ada. Orang top di mana-mana dielu-elukan. Hebat banget deh! Tapi tau nggak sobat, semua itu adalah kebahagiaan semu alias sementara aja. Padahal dengan kekayaan dan ketenaran, kita akan terdidik menjadi orang yang terbiasa serba enak. Kalo suatu saat harus jatuh, pasti sakit banget tuh. Tapi sayangnya jika kita dilambungkan oleh uang dan ketenaran. biasanya kita keenakan. Dan lagi yang namanya keinginan (nafsu) kalo terus diturutin akan menjadi-jadi alias berlipat-lipat. So be careful, Guys!

Sampai di sini, aku jadi mikir, ada gak ya yang nulis esensi tulisan di buku ini, tapi dalam pengemasan dan informasi yang terkini. Karena sebenernya, fenomenanya kayak gak berubah, masih terjadi. Tapi buku ini bisa nggak nyambung buat remaja sekarang karena contoh-contoh di dalamnya memang udah gak up to date. Semoga buku-buku bergizi untuk remaja masih ada ya, ga harus buku juga sih, bisa dalam bentuk lain, konten-konten ramah remaja yang baik baik itu di youtube, ig, atau yang lain.

Membaca buku ini saya jadi salut oleh penulis O. Solihin yang masih konsisten menulis untuk remaja. Tulisannya bisa di baca di blog-nya https://osolihin.wordpress.com/

***

Terakhir, untukku terutama. Apa yang bisa kau lakukan saat mendengar SOS dari anak-anak dan remaja di sekitarmu? SOS itu mungkin tidak mereka teriakan dengan keras, juga tidak nampak di wajah mereka. Tapi jiwa mereka mengirimkan sinyalnya. Apa peranmu? Cukupkah kita sibuk dengan urusan sendiri, dan melupakan generasi setelah kita? Bibit-bibit yang kelak akan tumbuh menjadi pohon, berbunga juga berbuah. Will we leave them to grow alone?

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya