Follow Me

Monday, November 19, 2018

Apakah Seorang Ibu Punya Me Time?

Bismillah.

Pertanyaan itu terlintas saja, saat aku kebagian tugas menemani keponakan 1,5 hari. Saat ibunya, kakakku, sedang proses berjuang kelahiran anak keduanya. 

***

Sekitar pukul 12 malam pintu kamarku diketuk, aku terbangun membuka pintu setelah mengenakan kerudung, kulihat kakakku dan suaminya sudah siap mau pergi ke rumah sakit. Setengah mengantuk aku mendengarkan permintaan kakakku untuk menjaga Tsabita, dan menyuruhku tidur di kamarnya. 

Beberapa jam setelah itu aku tidak bisa tidur, begadang sampai shubuh karena entah kenapa Tsabita sering terbangun dan bertanya keberadaan Umi dan Abinya. Cuma diam jika digendong. Akhirnya semalaman aku menggendongnya, terkadang duduk di sofa saat punggung dan tangan rasanya sudah tidak kuat. Beberapa kali meletakkannya di kasur saat bocah yang belum genap 2th itu terlihat sudah pulas. Namun belum sampai sejam babgun lagi, menangis lagi, mencari uminya lagi. Berulang. Sampai shubuh datang, lalu tugasnya dipindah ke Ayahku, agar aku bisa shalat shubuh dengan tenang. 

Shubuh itu, adiknya lahir. Tsabita sudah mulai tenang dan tertidur pulas di kasur. Aku bisa istirahat sejenak. Setelah itu, seharian aku bermain dengan Tsabita.. tidak pernah tidak, ia selalu mengikutiku kemanapun. Bertanya ini itu. Hari libur berasa bukan libur, karena ternyata menemani keponakan lebih berat dari rutinitas harianku. Bagusnya, jadi ga pegang hp, puasa main hp. 

***

Apakah seorang ibu punya me time? Pertanyaan itu berulang mengisi otakku. Apalagi saat drama malam harinya. Tsabita baru pernah seharian tidak bertemu ibunya. Malam sudah larut, namun ia masih tidak mau tidur. Sejak di Purwokerto dan proses PDKT dilakukan, memang yang berhasil hanya aku dan Ayahku. Tsabita enggan digendong ibuku, apalagi adikku, didekati saja biasanya sudah mundur-mundur mencari tempat persembunyian.

Malam itu Tsabita tidak mau tidur, ingin digendong saja. Aku tidak bisa duduk sama sekali. Kepalaku pusing sebelah, mungkin karena kurang tidur. Adikku ga bisa bantu apa-apa. Ibuku tidur lebih awal, karena semaleman ikutan begadang nungguin kakakku di Rumah Sakit. Kami menangis berdua hahaha. Tsabita menangis, aku juga. Parahnya, menangis justru memperburuk kondisiku, kepalaku semakin pening sebelah. Aku duduk saja, menangis sembari mengajak Tsabita diskusi agar ia mau tidur. Sampai akhirnya aku ga kuat dan meminta adikku menjemput suami kakakku. Sepertinya Tsabita baru akan tidur jika ada umi atau abinya. Tidak mungkin membawa bocah itu ke rumah sakit, takutnya ia akan cemburu dengan kehadiran adiknya. Singkat cerita, malam itu aku serahkan tugas menidurkan Tsabita ke abinya. Aku masuk ke kamar ibu, berusaha tidur meski kepalaku sakit sebelah. 

***

Esoknya, dini hari, aku pindah ke kamar Tsabita. Alhamdulillah malam itu tidak serewel malam sebelumnya. Kakakku berulang kali bertanya, karena rindu dan khawatir tidak bertemu anak pertamanya seharian. 

Dini hari itu...aku banyak berpikir tentang satu pertanyaan, pertanyaan yang ada di judul. Rasanya jadi lebih bisa memaknai setiap hal ada fasenya. Jadi bisa lebih mensyukuri takdir, bahwa memang saat ini, detik ini, aku baru diberi peran sebagai anak perempuan, adik dan kakak, juga seorang aunty. Mungkin kalau dipaksakan diberi peran lebih dari itu, aku tidak akan sanggup. Aku masih di level ini, masih selalu merasa perlu me time, masih sering menutup pintu kamar biar bisa menghabiskan waktu sendiri, tanpa gangguan. Masih.. egois, individualis. Masih harua berproses.. agar nanti pantas diberikan peran baru.

Bicara tentang peran, Tsabita kini punya peran baru sebagai kakak. Senang saat melihatnya tersenyum dan memaklumi kehadiran adiknya. Cemburu-cemburu kecil masih ada, tapi hanya penghias hari. Nanti.. kalau sudah diboyong ke Kupang, semoga sudah lebih pintar lagi menjalani perannya sebagai kakak. Karena di Purwokerto, masih ada banyak orang yang bisa mengalihkan perhatiannya, kala bocah itu rewel karena Uminya sama dedenya terus. Tapi nanti di sana.. cuma ada umi, abinya dan adiknya. 

***

Menulis ini... awalnya ragu, berkali-kali ditunda karena takutnya terlalu banyak cerita tentang diri. Padahal mungkin orang lain ga perlu tahu. Tapi akhirnya nulis juga.. setelah lebih dari sepekan. 

Semoga bisa jadi pengingat diri. Agar fokus memperbaiki diri dan menjalani peran yang sudah ada.


Semoga bayinya tumbuh dan besar menjadi anak yang shalih, yang menjadi penyejuk mata kedua orangtuanya, yang nantinya berada di garis depan.. menegakkan kalimat tauhid. Aamiin. 

Allahua'lam. 

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya