#nukilbuku #buku
Ada satu e-book yang belum selesai saya baca, namun ingin kutulis salah satu pelajaran dari buku tersebut. Judul e-booknya, Tafsir Al Ashr. Jadi penyusunnya, Suhendi Pusap, menceritakan ulang apa yang ia dapat dari lecture ustadz Nouman Ali Khan tentang Al Ashr. Aku dapet info tentang e-booknya dari broadcast di grup WhatsApp NAKID, yang mau download e-booknya bisa cek wordpressnya nakindonesia.
***
Jadi dari e-book ini saya jadi tahu pendapat Ibnu Taimiyah tentang dua hal yang menghalangi seseorang untuk beriman dan beramal shalih, yaitu syubhat dan syahwat. Padahal iman dan amal shalih, keduanya merupakan jalan keselamatan. Syubhat di sini maksudnya keraguan/doubt. Syahwat merupakan nafsu, temptation, atau bisa juga diartikan desire.
Ada orang yang tidak menerima kebenaran, karena ia ragu, benarkah ini jalan yang benar? Benarkah islam agama yang benar? Syubhat merupakan permasalah pikiran dan intelektual.
Adapun syahwat adalah masalah psikologi atau spiritual. Orang-orang yang sudah tahu dan yakin atas kebenaran, namun memilih tidak berjalan di atasnya, karena syahwat, hawa nafsu dan merasa sulit melepaskan 'kesenangan' semu duniawi. Karena saat kita tahu kebenarannya, dan kita memilih untuk hidup di atasnya, akan ada banyak konsekuensi dari pilihan tersebut.
Adapun syahwat adalah masalah psikologi atau spiritual. Orang-orang yang sudah tahu dan yakin atas kebenaran, namun memilih tidak berjalan di atasnya, karena syahwat, hawa nafsu dan merasa sulit melepaskan 'kesenangan' semu duniawi. Karena saat kita tahu kebenarannya, dan kita memilih untuk hidup di atasnya, akan ada banyak konsekuensi dari pilihan tersebut.
Di e-book ini disebutkan bahwa kebanyakan orang menolak kebenaran, karena syahwat, bukan karena syubhat. Awalnya mereka enggan melepas 'kesenangan', hawa nafsu mereka, kemudian syaitan menghadirkan keraguan dihati mereka. Dua hal ini, syubhat dan syahwat saling mempengaruhi satu sama lain.
Saat mereka diberitahu akan kebenaran, mereka akan berkata, "Aku ragu". Sebenarnya itu adalah palsu, topeng, a facade. Masalah utamanya adalah hati mereka punya keinginan dunia, tak mau melepaskan hawa nafsunya. Lalu untuk menutupinya mereka membuat alasan-alasan intelektual. Saat kebenarannya terungkap, mereka akan berkata, "aku tak ingin berubah, I don't wanna change". Mereka tak ingin keluar dari keasaan yang menyedihkan.Membaca kutipan itu membuatku banyak berkaca tentang diri. Bahwa terkadang aku tahu, aku sedang membuang sia-sia waktuku, masa mudaku,.. tapi tidak mudah untuk segera bangkit dan memaksa diri melakukan hal yang produktif. Bukan karena aku ragu, bahwa manusia selalu dalam keadaan rugi, bukan juga karena aku ragu, tentang setiap hal akna ditanya tanggung jawabnya. Seringkali justru... aku tidak segera bangkit karena aku berat melepas 'dunia' dan 'kesenangan semu'. TT
***
Terakhir, izinkan aku salin ulang, menukil tiga paragraf dari e-book Tafsir Al Ashr yang diceritakan ulang oleh Suhendi Pusap dari ceramah Ustadz Nouman Ali Khan.
Kenapa membahas pendapat Ibnu Taimiyah tersebut? Karena Allah setelah menyebut iman dan amal shaleh, Dia menyebut dua hal berikutnya bukan? Mengingatkan akan kebenaran dan mengingatkan akan kesabaran. Ibnu Taimiyah berargumen bahwa tawashau bil haqq, mengingatkan akan kebenaran, adalah alat penghapus keraguan. Kebenaran adalah senjata untuk melawan keragu-raguan. Jadi tawashau bil haqq menghilangkan penghalang yang pertama, doubt.
Lalu penghalang yang satunya lagi? Hawa nafsu, temptation. Untuk melawan hawa nafsu, mengetahui kebenaran saja tidak cukup. Kau harus memiliki kekuatan untuk tak jatuh ke dalamnya, kekuatan untuk mengontrol dan menahan diri sendiri. Darimana datangnya kekuatan seperti itu? Dari tawashau bish shabr, saling mengingatkan akan kesabaran.
Kau lihat betapa indahnya? Dua hambatan yang menghalangi manusia dari iman dan amal shaleh, dari jalan keselamatan, keduanya diselesaikan dengan tawashau bil haqq wa tawashau bish shabr. Di situlah letak pentingnya memahami pendapat Ibnu Taimiyah.Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya