Follow Me

Monday, November 19, 2018

Mendengar dengan Empati

Bismillah.

Bukan nukilbuku sih, cuma menulis sedikit dari buku. Ada yang bisa tebak, buku apa? Hehehe. Bener, masih dari 7 Habits. Maaf ya, kalau pada bosen. I'm a slow reader. Nyempetin baca juga alhamdulillah hehe.

***

Kebiasaan ke berapa ya? Nomer berapa ga penting. Yang jelas ini bab Mengerti sebelum dimengerti. Seek first to understand than to be understood. Bener ga bahasa inggrisnya? Lupa2 inget. Hehe.

Baca bagian awal bab ini, rasanya jleb gitu. Ternyata, aku memang belum menjadi pendengar yang baik. Dibuat berkaca percakapan masa lalu dengan teman. Bagaimana seringnya, kita mendengar untuk merespon. Pas dia belum beres cerita, otak kita udah sibuk menyiapkan jawaban/respon.

Trua tentang autobiografi. Awal bacanya aku ga ngerti. Apa sih? Kok bahas autobiografi. Setelah dicerna, ternyata ini tentang kita yang sering bicara tentang diri sendiri.

Misal seseorang cerita ke kita tentang kesulitannya nyelesaiin soal matematika. Eh, jawaban kita... dulu aku juga pernah sulit nyelesain soal matematika. Banyak cos sin sama integralnya. belum lagi persamaan x kuadrat, dll, dst. Bukannya nanya, soalnya kaya gimana, bab apa, ada yang bisa dibantu? Malah cerita autobiografi, cerita pengalaman sendiri wkwkwk.

Trus ya.. aku suka sama kisah yang ditulis agae pembaca paham pentingnya mendengar dengan empati. Aku coba ceritain ulang ya.

Jadi, ada orang, sakit mata. Entah minus, plus atau silinder. Ia ke dokter. Bukannya ngetes mata pasien, dokternya justru melepas kacamatanya dan memberikannya ke sang pasien. Ini, pakai kacamata ini, matamu ga akan sakit lagi. Aku udah puluhan tahun pakai kacamata ini, dan itu ampuh. Kau tahu hasilnya gmn? Sang pasien masih sakit mata, bahkan pandangannya jadi kabur. Ya, gimana. Dokternya mal praktek hehe.

Sekarang pikirkan percakapan lain, mungkin antara dirimu dengan temanmu, atau kamu dengan adikmu, atau kamu dengan siapapun. Pernahkah kamu bersikap seperti dokter tersebut? Aku.. sering. Keburu menghakimi dan memutuskan bahwa "ini solusinya" tanpa benar-benar mendengarkan dan mendiagnosis. Akar masalahnya yang mana.

***

Mendengar dengan empati itu... butuh usaha dan kesabaran. Kita menahan lidah dan jemari untuk bicara dan menulis. Kita mencoba melepas kacamata kita dan memakai kacamatanya. Kita mencoba melepas sepatu kita dan mengenakan sepatunya. Mencoba mengerti meski sulit. Lagi dan lagi bertanya, agar tidak salah mengambil kesimpulan, agar bisa memberikan respon yang tepat. Agar ia merasa didengarkan, dan kita tidak sekedar menuding sebelum tahu ceritanya.

Tidak mudah, butuh latihan dan kesabaran.

***

I'm not a good listener, but I'll try to be one. So don't be afraid to talk to me. Tell me what's on your mind, what's the things hidden in your heart. Maybe I can't find a good solution. But hopefully I can be someone who can relate to your story.

*kenapa jadi nginggris? Hahaha.

Sudah ya, adzan sudah berkumandang di sini.

Bye~

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya