Follow Me

Thursday, April 30, 2020

Feeling Unfair, But...

Bismillah.

Sebagian hatiku merasa tidak adil. Siapa yang rela dikira A, padahal tidak A. Satu kali, aku bisa merasionalisasikannya, membuat berbagai kalimat penenang, agar tidak melebih-lebihkan keadaan, agar emosi tidak naik. Dua kali, aku dibuat bertanya-tanya.

Am I deserve this? But... even though I deserve it, it still hurts.

***

Tapi sebuah kejadian bukan hadir tanpa sebab kan? Satu kali, bisa saja aku berhenti di menangis, dan mengatakan hal-hal negatif di kepala. Tidak bisa berkata apa-apa. Tidak bisa mengungkapkan rasa sakit yang naik dari dada ke tenggorokan. Menangis dalam diam, kemudian pura-pura baik-baik saja.

Tapi sebuah kejadian bukan hadir tanpa sebab kan? Dua kali, dua hari berturut-turut. Artinya Allah ingin aku belajar darinya. Bahwa tentang ini, aku harusnya bisa menuliskannya, misal... entah agar rasa sakitnya tidak terpendam untuk kemudian menjadi bom waktu. Atau mungkin tentang ini, Allah ingin aku mengambil kesimpulan yang tepat, ketimbang bermain adu tinju dengan pikiran negatif yang tidak berhenti melancarkan serangannya.

Aku harus belajar, berkomunikasi, aku harusnya bisa mengatakan pada orang lain, bahwa apa yang mereka sangka salah. Bukan malah biru sendiri, sembari mengingat quotes tentang prasangka. Bahwa prasangka itu ...


Aku harus belajar, bahwa aku harus berubah menjadi lebih baik dari hari ke hari. Bukan supaya orang lain tidak salah berprasangka. Tapi untuk diriku sendiri. Untuk kebaikanku sendiri. Let's spent time more wisely Bell..

***

Tentang menangis. It actually feel refreshing. It's been a while since I cry that much. Meski pemicunya menyakitkan, tapi menangisnya melegakan, in syaa Allah. Alhamdulillah, Allah menciptakan manusia untuk bisa menangis, baik itu saat ada debu yang masuk ke mata, maupun saat ada duri yang masuk ke hati.

Tentang menangis. Ada hal lain yang seharusnya menjadi pemicu utamanya. Untuk yang ini, harus dilatih.

Shaleh Al-Murri mengatakan, "Sesungguhnya menangis itu ada pemicunya, yaitu memikirkan dosa. Apabila hati sudah larut maka melelehlah air mata. Apabila hal itu tidak mampu menembus hati maka ajaklah untuk membayangkan huru hara kiamat sehingga hati meresponsnya.. Kalau tidak mampu juga maka bayangkanlah ketika jasad dibolak balik di atas api neraka. Kemudian beliau berteriak histeris lalu pingsan, dan suara tangisan para jamaah terdengar dari segala penjuru masjid" (Shifatus Shafwah: 3/247)
- dari buku Tarbiyah Ruhiyah ala Tabi'in, Asyraf Hasan Thabal 
Masih dari buku yang sama,

"Sudah berapa banyak mata yang kering dari air mata dan menjadi tandus sementara kita tidak melatihnya untuk menangis"

Allahua'lam.

1 comment:

ditunggu komentarnya