Follow Me

Thursday, June 11, 2020

Capek Banget

Bismillah.

Akhir Ramadhan yang lalu aku terhubung dengan teman lama. Berawal dari teringat tentangnya saat mengobrol dengan kawan yang lain, aku kemudian memberanikan diri menyapa. Biasa... pertanyaan retoris itu.

"Apa kabar? Sehat?"

Lalu lanjut dengan tanya domisili dan kesibukan. Aku bertanya dia menjawab, dia bertanya aku bercerita. Lalu percakapan terhenti. Salahku juga, cerita tentang kesibukan aja, ga balik tanya lagi.

Idul Fitri, aku mengirim ucapan padanya. Sekaligus minta maaf. Minta maaf rasanya aku menjawab terlalu serius akan pertanyaan candaannya. Ya, selain tanya tentang kesibukan dia juga tanya tentang "kapan married" disertai "wkwkwk". Aku takut aku salah merespon, dan itu yang membuatnya enggan melanjutkan percakapan.

Satu pekan berlalu, sudah bulan Juni, ia tiba-tiba chat. Bukan.. bukan jawaban ucapan idul fitri. Tapi sebuah curahan hati yang kurindukan.

"Bella"
"Lagi capek banget"
"Huhuu", lengkap dengan emoticon menangis.

Pesan itu baru kubaca 1 jam setelahnya, belasan menit sebelum pukul 10 malam.

"Pengen bisa tepuk pundak jarak jauh"
"Puk puk.."
"Kalau cape, artinya sudah waktunya istirahat. Berhenti sejenak, tarik nafas..", tanpa emoticon.

Ia membalas beberapa kata lain. Juga ungkapan ingin bercerita.

"Kangen cerita2"

But I missed the timing, I replied only 1 hour later. Jujur, aku saat ini bertanya-tanya, kalau saat itu aku langsung menjawab, mungkinkah aku sudah membaca ceritanya? Tapi karena itu sudah terlewat, "tintanya sudah kering", artinya memang begitu takdirnya. Qadarullah, memang bukan saat itu waktu yang tepat untuknya bercerita dan untukku menyimak. Bisa jadi juga aku bukan orang yang tepat yang bisa memahami dan empati pada ceritanya.

***

Hari ini, Juni sudah memasuki hari ke sebelas. Aku mencoba memaknai kembali momen tersebut. Kalimat curhatnya, bahwa ia "capek banget".


Beberapa hari ini, lewat beberapa kejadian, Allah seolah ingin mengajarkanku apa makna dibalik perkataan "capek banget" seorang perempuan yang bekerja, entah itu bekerja di rumah atau bekerja di kantor.

Dari sebuah radio misalnya, aku tidak paham siapa pembicaranya. Tapi salah satu kalimat yang diucapkan via radio adalah tentang perempuan yang fitrahnya lemah lembut. Jadi saat ada beban terlalu berat yang ia pikul, sering kali ia jadi mengeras, tiba-tiba begitu sensitif, entah itu disalurkan lewat tangis atau amarah.

Kalau rasa lelah dan cape itu cuma di fisik, mungkin solusinya lebih mudah. Tapi nyatanya, saat seseorang, baik laki-laki maupun perempuan berkata, "capek banget", frase itu juga terkadang mencakup kelelahan psikis/jiwa. Energi fisik mungkin bisa di refill dengan tidur cukup, minum suplemen, dll. Tapi psikis/jiwa kita masih lelah, ga bisa diisi ulang energinya pakai charger fisik. Seperti tubuh kita yang butuh sofa untuk bersandar, psikis/jiwa kita juga  membutuhkan itu. Seperti paru-paru kita yang butuh untuk menghirup nafas, begitu juga psikis kita.

Dan salah satu hal yang bisa membuat psikis/jiwa kita bernafas adalah dengan bercerita, mengetahui bahwa ada yang mau mendengarkan kita, mengetahui bahwa ada yang mengerti kita. Dan hal yang membuat psikis/jiwa kita bisa bersandar adalah mengetahui bahwa ada yang menolong kita, menguatkan kita, memberikan kita kemudahan.

Me time, menurutku juga bisa jadi tempat psikis kita beristirahat dari lelah dan capek. Sejenak istirahat dari beban yang menggayut dan kesibukan yang menyesakkan. Sejenak mengambil jarak dan waktu untuk melakukan hal-hal yang kita sukai, yang mengerjakannya mengeluarkan energi, tapi uniknya juga mengisi energi, Untuk yang ini tiap orang berbeda-beda. Ada yang dengan olahraga, membaca, menggambar, atau menulis sepertiku.

***

Tentang bercerita dan tempat bersandar. Idealnya memang ada support sistem, entah itu kawan, saudara, atau keluarga. Tapi kalau misal... kita merasa sulit menemukannya. Coba ingat-ingat bahwa Rasulullah menjadikan shalat sebagai istirahat, untuk jiwa dan raga. Lima kali, kenapa lima kali, karena Allah tahu kita membutuhkan untuk selalu terhubung denganNya.

Orang lain mungkin tidak tahu bahwa dalam bungkam kamu lelah dan begitu capek. Orang lain mungkin tidak pernah melihat apalagi mendengar tangisan sunyimu. Tapi Allah selalu bersamamu.. Allah mendengarmu. Allah melihatmu. Allah mengetahui isi hatimu. Allah tahu makna setiap bulir air mata yang jatuh. Bahkan makna selapis kaca di matamu yang menguap dan tidak jadi menjelma menjadi embun hangat di pipimu. Allah tahu.

Coba katakan dan nyatakan dengan jujur, "Ya Allah, aku capek banget"

Lebih bagus lagi kalau dilanjut dengan dzikir, "La haula wala quwwata illa billah"

Atau dengan doa, "Robbana la tuhammilna ma la thoqotalanabih, wa'fuanna waghfirlana warhamna anta maulana fanshurna..."

Semoga setiap capek, lelah dan letihmu dihapus olehNya, diganti dengan rasa manis bersandar dan bergantung hanya padaNya. Semoga setiap kesedihan, kekhawatiran, dan rasa sakit yang kita alami menjadi penggugur dosa kita. Aamiin.

"Tiada seorang mu'min yang ditimpa oleh lelah atau penyakit, atau risau fikiran atau sedih hati, sampaipun jika terkena duri, melainkan semua penderitaan itu akan dijadikan penebus dosanya oleh Allah." (HR Bukhari-Muslim)

Allahua'lam.

***

PS: Teruntuk seolah ukhti yang menjadi inspirasi tulisan ini, semoga jika bukan padaku, kau bisa bercerita pada orang lain yang lebih pandai mendengarkan dan mengerti. Tapi meski begitu, aku masih menunggu 'ping' darimu, agar bisa bertukar sapa lewat suara. Aku rindu mendengar suara khasmu.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya