Follow Me

Thursday, June 20, 2019

It's Easier to Judge

Bismillah.
-Muhasabah Diri-

Photo by Bill Oxford on Unsplash

Lebih mudah menghakimi. Dan itu yang aku rasakan saat membaca baris pesan darinya*. Rasanya ingin merekomendasikan buku A, link video ceramah B, ayat C, dll. Sungguh, lebih mudah menghakimi dan merasa lebih banyak tahu.

Padahal... aku tahu persis bukan itu yang ia butuhkan. Ia lebih membutuhkan dua telinga dan dua mata yang mau mendengar dan membacanya. Mencoba mengerti perasaannya. Atau meskipun tidak mengerti minimal berusaha mengerti.

Kadang bersyukur aku sekarang jauh lebih introvert daripada dulu. Sehingga lebih mudah untuk menahan jemari dan membungkan mulut, mencerna pikiran sendiri. Sembari berusaha menjadi pendengar yang baik, meski lagi... like what i said in the title, it's easier to judge.

***
"I'm too lucky to meet you, even from X not many people can tolerate mental issue. but too ofc im afraid to lose people like you. cz Allah takes away her from my affection, while I am soo in one word with her",
Ia terbiasa curhat dalam bahasa inggris. Salah satu kebiasaannya. Itu juga salah satu hal yang membuatku lebih banyak menahan diri untuk membalas, dan memilih menyimak. Karena ia menulis bahasa inggris, aku berusaha balas pakai bahasa inggris juga, dan itu... susah hehe. lama mikir karena kosakata bahasa inggrisku miskin hehe.

Dan di akhir hari, i mean, di akhir percakapan kali ini. Kami sama-sama setuju. Apa yang ia alami, ketakutan ia akan kehilangan lagi orang yang ia percayai, adalah salah satu cara Allah agar hambaNya tidak terlalu bergantung pada manusia.

***

It's easier to judge, tapi kalau kita mau sedikit saja berusaha untuk mengerti. Kita sebenarnya juga bisa untuk berempati dan menahan diri untuk menghakimi. Kita bisa belajar, bahwa kita tidak mengalami lukanya, kita tidak tahu perjuangannya.

Untukku terutama. Jadi, meskipun lebih mudah untuk menghakimi.. Mari tetap berusaha untuk mengerti.

Allahua'lam.

***

*salah satu ukhti, one year younger than me, yang belum pernah bertemu secara fisik, namun Allah takdirkan untuk saling kenal dan bercakap-cakap di "udara".

***

PS:  Aku tidak tahu bagaimana rasanya orang yang menjadi panutan kita, yang kita percayai, tiba-tiba berbalik arah dan menjauh. Orang itu masih sama, masih orang yang baik, yang dekat dengan Allah, kita masih menghargai dan menghormatinya. Tapi luka itu hadir, seolah menjadi trauma yang membuatnya mulai mempertanyakan banyak hal.

Ada satu ayat yang terbersit hari ini, sebelumnya tidak, meski kisahnya sudah kudengar lebih dari sekali. Ayat yang membuat pedang Umar radhiyallahu anhu jatuh, dan tubuhnya lunglai. Ia mengangkat pedangnya, saat mendengar satu dua orang mengatakan kabar bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam telah wafat. Emosinya menguasai dirinya. Sampai Abu Bakar radhiyallahu anhu membacakan ayat tersebut,


وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌۭ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ ٱلرُّسُلُ ۚ أَفَإِي۟ن مَّاتَ أَوْ قُتِلَ ٱنقَلَبْتُمْ عَلَىٰٓ أَعْقَـٰبِكُمْ ۚ وَمَن يَنقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَن يَضُرَّ ٱللَّهَ شَيْـًۭٔا ۗ وَسَيَجْزِى ٱللَّهُ ٱلشَّـٰكِرِينَ


Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. [Surat Ali-Imran (3) ayat 144]

Mungkin memang terlalu jauh perbandingannya. Tapi ayat ini yang kuingat. Bagaimana agar kita beriman, berislam, tidak tergantung pada manusia. Jangan sampai hanya karena orang itu, kita jadi berbalik dari iman dan islam. Allahua'lam.





No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya