#buku
30 Paspor di Kelas Sang Profesor (Buku 2) |
Salah satu buku yang kurampungkan sebelum Ramadhan kemarin, buku ke-2 dari 30 Paspor di Kelas Profesor yang disusun oleh J. S. Khairen. Cover oranye yang menarik, tema traveling dan nama Rhenald Kasali membuatku tertarik untuk mengambil buku ini di rak buku adikku. Tahun kemarin sebenarnya sudah berusaha baca. Tapi selalu berhenti di kata pengantar.
***
Judul kata pengantarnya ciamik, "Melepas Kodi dan Mengajarkan Rajawali Terbang", isinya tentang alasan pentingnya menjelajah, dan bepergian ke tempat baru. Salah satunya kemampuan self-driving yang harus di asah, agar tidak melulu memiliki mindset passanger. Itu pula yang menyebabkan perubahan "tugas", yang sebelumnya bepergian berkelompok, menjadi sendiri. Tiap negara satu orang, kalaupun ada dua, harus beda daerah. Dan tidak boleh ke negara yang bahasanya serumpun.
Membaca buku ini rasanya bisa membayangkan jadi mahasiswa, yang dikejar waktu membuat paspor dalam dua pekan, termasuk segera menentukan tujuan negara, dan 'menggalang' dana untuk perjalanan solo traveling tersebut.
Di buku yang kedua ini, ada 16 cerita. Meski penyusunnya satu orang, tapi tiap kisah ditulis oleh orang berbeda. Jelas ada perbedaan dari gaya bahasa dan alur bercerita, juga fokus apa yang diceritakan. Cerita yang menarik, tentunya justru yang menemukan perubahan rencana, atau semacam plot twist dalam cerita fiksi.
Aku berusaha membaca cerita urut, aku pikir, penyusunnya pasti memikirkan bagaimana agar negara yang berdekatan ceritanya tidak bersebelahan. Tapi di pertengahan, akhirnya aku memilih membaca acak saja. Hehe.
Sebelumnya aku pikir destinasi negara akan menjadi alasan sebuah cerita menarik. Tapi setelah membaca keseluruhannya, aku justru menemukan sebaliknya. Yang membuat cerita menarik lebih ke penulisnya, dan caranya menuliskan kisah perjalanannya. Aku kadang berpikir, aku bisa menebak mahasiswa mana yang mendapat nilai tinggi di tugas tersebut hehe.
Kalau diminta memilih tiga cerita favorit di buku ini, aku memilih cerita Destiara Putri, Ayu Ariandini, dan Aland Diknas Tanada. Alasannya karena kisah di dalamnya. Destiara Putri bercerita perjalanan ia di Vietnam, Cebu. Ayu Ariandini di Jepang, dan Aland Diknas di India. Kesamaan dari ketiganya, aku bisa membayangkan interaksi ketiganya dengan masyarakat lokal. Destiara dengan keluarga tempat ia menginap. Ayu Ariandini dengan pejabat dan kakek tua. Dan Aland Diknas dengan supir taksi dan mahasiswi asal Rusia. Oh ya, ini masalah selera saja ya, bukan berarti cerita lain kalah menarik.
Membaca buku ini aku jadi mengenal diri hehe. Bahwa ternyata, ketimbang mengetahui detail tempat wisata yang dikunjungi, aku lebih tertarik pada interaksi manusia dengan perbedaan yang ada. Kalau nonton acara traveling, aku fokus di tempat destinasi dan makanan. Membaca kisah traveling, terutama buku ini aku lebih menikmati interaksi penulis dan masyarakat setempat. Berbeda saat baca buku Meraba Indonesia, aku tertarik dengan sejarah suatu tempat juga, karena memang penulisnya mengemas perjalanannya bukan untuk 'wisata'.
Baca juga: Indonesia, Here I Come!
(Tulisanku setelah membaca buku "Meraba Indonesia" karya Ahmad Yunus, )
***
Terakhir, ada sebuah kutipan andalan yang seolah dijadikan 'mantra' di buku ini. Bukan secara mistik, tetapi kata memang memiliki kekuatan untuk menggerakkan dan memotivasi. Kalimat tersebut juga yang ingin aku tanam dan jaga, agar selalu mencari jalan dan bukan alasan.
"If you want to, you will find away,"
Kamu punya keinginan, mimpi, asa, cita-cita? Jika kamu benar-benar menginginkannya, kamu akan menemukan jalannya. In syaa Allah.
Semaangaaaat^^
Allahua'lam.
***
Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.
***
Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya