Dan dari sekian banyak grup wa tentang tulis menulis yang aku masuk di dalamnya, pekan ini, aku banyak belajar tentang puisi dari Sastra Muda Indonesia.
Aku kenalan sama Sastra Muda Indonesia (SMI) dari salah satu grup wa kepenulisan juga, blog personal penulis. Grup wa itu memang gak terlalu aktif meski penghuninya banyak. Sering dikunci.
Suatu hari, dibuka kuncinya sama admin, trus ada sesi perkenalan. Seperti biasa, kenalan deh. Nah setelah itu ada yang izin share link grup wa SMI. Katanya sih, barangkali ada yang ingin bergabung, 'untuk menghilangkan dahaga diskusi sastra pada kawan-kawan'.
Meski fokus menulisku bukan puisi, dan ga tahu banyak tentang sastra, tapi saat itu, aku pikir ga ada salahnya gabung ke grup SMI. Toh bisa menjadi silent reader. Seperti biasa. Hehe
Di grup Sastra Muda Indonesia ini... selain tempat share hasil puisi, ada juga projek antologi. Seingetku, selama aku jadi penghuni, ada dua projek. Antologi puisi. Sama awal Juli kemarin dibuka projek antologi cerpen. Jangan tanya teknisnya ya, saya ga ikut dua-duanya. Hehe. Oh ya, ada grup khusus buat yang mau ikut projek antologinya.
***
Balik lagi tentang belajar berpuisi bareng SMI. Jadi pekan kemarin dan pekan ini ada beberapa diskusi gitu. Yang pertama sih kuis give away gitu, hadiahnya novel. Kuisnya memperbaiki atau mengedit kalimat. Ada tiga soal, diminta diperbaiki kapital, tanda baca, preposisi, spasi, kata baku, sesuai PEUBI. Seperti biasa aku ga ikutan hehe. Ikut ngeramein sih, tapi niatnya buat belajar. Ga jawab semua pertanyaan.
Teknik Menyadur dalam Puisi
Trus yang kedua diskusi tentang teknik menyadur dalam puisi. Apa itu? Jadi ternyata dalam menulis ada yang namanya teknik menyadur, mirip-mirip istilah ATM (amati tiru modifikasi). Jadi biasanya lewat apa yang kita baca, kita jadi menulis puisi yang bumbunya mirip dengan bacaan kita. Entah itu dari segi tema atau nuansa puisinya, atau hal-hal lain. Jadi, yang dimaksud menyadur di sini, bukan plagiat ya hehe.
Kalau menurut admin SMI ada dua bagian, teknis referensi sama wabah. Kalau referensi, kita bisa melihat jelas kalau puisi B me-refer puisi A, karena tidak banyak mengubah garis besar puisi acuan. Sedangkan teknis wabah, tidak secara ekspilisit.
Aku share contoh dari grup SMI ya. Contoh ini dibuat oleh admin SMI.
Saya membaca puisi:
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu
Lalu saya menulis puisi dengan puisi di atas sebagai referensi:
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan diam paling berbahasa yang tak sempat diutarakan kata kepada frasa yang menjadikannya klausa
- Aqmal, dalam grup whatsapp Sastra Muda Indonesia
Itu contoh teknis referensi. Kalau teknis wabah?
Saya membaca puisi:
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu
Lalu saya terkena "wabah" puisi di atas dan menulis:
Mencintai adalah salju terakhir yang mencair pada musim dingin yang asing. Dingin yang tak sempat dicatat termometer.
- Aqmal, dalam grup whatsapp Sastra Muda Indonesia
Sampai di sini, paham bedanya? Hehe. Aku juga masih meraba-raba. Maklum masih newbie di dunia puisi dan sastra.
Yang jelas kalau teknis menyadur teknis referensi, kita dengan gamblang bisa tahu, oh ini 'terinspirasi' dari puisi A! Tapi kalau menyadur teknis wabah, kita perlu membaca lebih cermat, agar tahu puisi X adalah hasil wabah dari puisi A.
Awalnya aku kira yang "wabah" itu cuma terinspirasi menulis dengan tema yang sama. Tapi setelah dibaca ulang, ternyata ada hal lain yang seirama. "Kayu pada api yang menjadikannya abu" seirama dengan "salju terakhir yang suhunya tak sempat tercatat di termometer".
Di akhir diskusi, ada semacam ajakan untuk tidak ragu menulis puisi. Tidak mengapa menggunakan teknis menyadur, entah itu referensi maupun wabah. Karena memang beda ya, plagiat sama menyadur. Meski bedanya tipis, dan memang harus hati-hati. Jangan sampai kita copas puisi orang lain, edit satu dua kata, trus diaku-aku karya sendiri.
Tentang Puisi Organik
Ini diskusi ketiga di SMI yang ingin kutuliskan di sini. Jadi kan di grup Sastra Muda Indonesia, selain bisa share puisi karya kita, bisa juga minta kritik dan saran. Nah, waktu itu ada yang share puisi, dan salah satu masukannya, adalah agar menghindari menyajikan puisi organik.
Puisi organik. Puisi alami, tanpa tersentuh "teknologi" bahasa apapun.
-Aqmal, admin grup whatsapp Sastra Muda Indonesia
Why? Begitu seruku dalam hati hehe. Soalnya puisi yang aku tulis, di blog magicofrain semuanya organik hehe. Tanpa banyak effort memang. Hanya kalimat yng kupenggal jadi beberapa baris, dipisahkan dalam bait. Lalu selesai. Asalkan bisa mengikat makna dan perasaanku saat itu. Itu cukup. Toh cuma dibaca sendiri. Aku memang biasa berpuisi hanya saat tak ingin bernarasi. Juga saat temanya sensitif dan ingin kurahasiakan. Makanya kumpulan kata yang tidak bisa disebut puisi tersebut, aku simpan di blog private, yang cuma bisa dikunjungi diri. Google juga ga bisa berkunjung hehe.
Setelah beberapa penjelasan di SMI, aku jadi sedikit mengerti. Mengapa kita disarankan menghindari puisi organik. Ternyata puisi organik itu bukan kaya sayur organik yang sehat dan bergizi. Puisi organik itu lebih mirip bahan baku mentah yang belum dipoles dan dipercantik. Ibarat kopi instan yang cuma tinggal seduh, bandingkan dengan segelas kopi yang biji kopinya pilihan, diolah dulu, ditambahin krimer, susu, atau apalah -- saya ga paham dunia perkopian. Intinya tentu beda kan rasanya? Hehe. Semacam itu.
Dan supaya puisi kita ga organik, ga mentah, perlu ada usaha lebih. Harus banyak belajar, banyak membaca, juga banyak latihan menulis serta menulis ulang.
***
Wah, gak kerasa udah panjang hehe. Kita sudahi saja ya. Kalau ada yang tertarik ingin gabung SMI, bisa pm ke saya ya, atau email boleh deh. *saya lagi nunggu jawaban di grup SMI, barangkali Sastra Muda Indonesia ada sosial media yang bisa diakses pembaca.
Jujur agak merasa bersalah, karena pernah share link telegram menulis 8PM, dan grupnya jadi banyak diisi bot dll. Udah aku hapus sih linknya, tapi tetap saja, rasa bersalahnya tertinggal.
Anyway, sebelum makin ngelantur. Mari kita akhiri tulisan ini. Semangat pagi semua~ Semangat menulis! Yuk belajar menulis puisi!
Allahua'lam.
***
Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi minamal satu cerita dalam satu minggu.
ternyata nulis puisi itu memang ada tekniknya ya kak. bukan cuma bait-bait yang berima, tapi juga berusaha menyampaikan maksud dari si puisi tsb.
ReplyDeletemakasih banyak sudah berbagi ^^
Sama-sama ^^
Delete