-Muhasabah Diri-
Hidungku berkerut, karena angin membawa bau busuk, membuatku menahan nafas. Kuperhatikan sekitar, kulihat bekas jejak seperti kotoran yang terinjak, segera kuambil air, kuberi sabun, dan mulai kubersihkan agar bau busuknya hilang. Aku bertanya-tanya, siapa yang tadi kesini, dan meninggalkan bekas kotoran berbau busuk ini?
Sejenak, bau busuk itu hilang, berganti dengan bau sabun yang kugunakna untuk mengepel lantai. Tapi beberapa saat, bau busuk itu kembali tercium diujung hidungku. Aku mulai curiga, apa justru asalnya dari diriku? Aku perika pakaianku, bukan. Lalu kuangkan sebelah sepatuku. Kutemukan asal bau busuk tersebut. Mungkin beberapa menit yang lalu aku yang menginjak kotoran, aku juga yang meninggalkan jejak itu, tapi aku begitu terbiasa menyalahkan orang lain terlebih dahulu, tanpa menyadari bahwa sebenarnya sepatuku, bukan sepatu orang lain yang harus dibersihkan.
***
Dua paragraf diatas, seolah Allah titipkan di kepalaku untuk ditulis. Bukan, bukan untuk dibagikan ke orang lain untuk dibaca. Tapi agar aku belajar berkaca sebelum berprasangka pada orang lain. Karena nyatanya, saat aku pikir orang lain membutuhkan nasihat, ternyata yang lebih butuh nasihat itu diriku sendiri. Saat aku kira orang lain butuh mendekat pada Allah dan bertaubat, nyatanya justru yang lebih membutuhkan bertaubat dan meminta ampunan itu diriku sendiri.
Bau busuk itu bukan dari orang lain. Tapi mirisnya, justru dari diriku sendiri. TT
اَللّٰهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَىٰ عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَاسْتَطَعْتُ أَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَ أَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْلِيْ فَإِنَّهُ لاَيَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ
Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya