Follow Me

Thursday, January 3, 2019

Bergumam Sendiri

Bismillah.

mirror, reflection, self talk (from unsplash) 

Suatu hari aku bergumam sendiri, "Begini kah rasanya, sudah bersuara namun seolah tidak pernah terdengar kata-katanya?"

Atau di sebuah siang, masih berbicara sendiri, "Bukan egois. Tapi ia aneh, ia memintaku bersuara, maka aku bercerita. Namun tiba-tiba ia bicara tentang ingin egois dan tidak membantu. Aku jadi bungkam, padahal aku bercerita bukan dalam rangka meminta bantuan".

Atau saat ini, "Berapa banyak waktu yang ia perlukan? Dan berapa lama aku bisa bertahan dan tidak banyak berharap? Sementara kulihat ia jauh jauh di sana, maka apa aku boleh pergi saja? Menyerah pada diri yang tidak bisa bersabar?"

Semuanya percakapan dengan diri, sebagian kubiarkan melintas saja diotak, sebagian kusuarakan dalam gumam kecil, sebagian lagi, menjelma menjadi kumpulan kata, penghias magicofrain (blog sebelah hehe). 

Ketiga-tiganya berbeda, tidak terkait. Tapi sebenarnya kalau aku mau jujur, ada kesamaannya. Bahwa itu semua hanya prasangkaku, sensiMe. Kejadian seperti ini hal biada bagiku, aku yang sering bicara sendiri, berprasangka sendiri, sensi sendiri. Tapi hal biasa itu, tidak akan kubiarkan menetap lama. Aku tidak mau tenggelam dalam arus overthinking yang membuat dada sesak. Maka setelah ucapan-ucapan itu, aku menjawab lagi, masih pada diri sendiri. 

"Ia hanya tidak membacanya. Maka ia bertanya lagi, tanpa sadar bahwa aku pernah menyuarakan tentang itu. Aku bisa bersuara lagi, atau bisa juga memilih diam. Tapi tak perlu marah apalagi sensi. Ia hanya tidak mendengarnya. Itu saja. Seperti kamu, yang sering tidak membaca dan tidak mendengar. Bukan karena menutup telinga atau menutup mata. Qadarullah saja tidak mendengarmu, atau membaca tulisanmu. Itu saja."

Juga, "Kau tahu betapa satu kalimat bisa diartikan berbeda. Meski kalimatnya netral. Kau juga tahu, betapa kau sering salah menerka hanya karena terbawa sensi. Padahal kalimat itu tentang ia dan harinya, tidak ada satupun tentangmu. Jadi jangan sensi. Adapun tentang cerita dan bantuan, kalau mau jujur, sebenarnya kau saja yang sensitif tentang dua hal itu. Jadi? Jangan berprasangka. Lain kali lebih baik tidak baca. Karena saat kamu tidak netral, membaca kalimat ambigu bisa membuatmu sensi. Itu kau lebih paham."

Lalu, "Jika kau benar-benar menginginkan kebaikan untuknya, maka teruslah berdoa dan membantu semampumu. Adapun ia membaik atau memburuk,... kamu ingin ia membaik, tapi kecepatanmu dan dia berbeda. Jika memang kamu peduli, berusahalah bersabar. Semoga jika bukan lewat tanganmu, Allah kirimkan tangan lain untuknya, agar ia bisa segera bangkit dan membaik. Aamiin."

***

Terakhir, tulisan ini adalah tentang aku, dan percakapanku dengan diri. Juga tentang tiga hal yang mengawali percakapan tersebut. Agak abstrak dan ambigu, mungkin sulit mengambil yang baik dari sini. Intinya sebenarnya satu, saat prasangka hinggap, dan sensiMe menyerang, jangan terburu-buru menyerah. Ucapkanlah jawaban yang mengusir prasangka dan meredakan sensi yang terlanjur naik. 

Allahua'lam. 

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya