Bismillah...
Seorang sahabat tiba-tiba saja dengan wajah antusias memanggil nama ku, dari gelagatnya.. ia seperti ingin menunjukkan sesuatu kepada ku. Ia menunjuk ke layar ukuran 10 inch, "lihat komiknya sebentar deh," ujarnya. Aku membaca isi komik pendek tersebut dalam waktu yang singkat. Ia memandangiku. "gimana? ngerti nggak?"
Aku menggeleng. Sejurus kemudian dengan sabar, ia mulai mencoba menerangkan pada ku apa maksud komik berisi sindiran itu.
***
"Ukhuwah itu memberi," begitu hal yang ditekankan dalam komik tersebut. Maka tokoh A dalam komik tersebut, tidak seharusnya menuntut si B untuk ikut serta meramaikan acara si A. Komik itu, ditutup dengan sindiran yang cukup jleb (*terutama bagi yang merasa punya sifat kaya si tokoh A),
"Bukankah itu yang sering kau ajarkan?"***
Jujur... Aku tak peduli, untuk siapa komik itu dibuat. Dan untuk tujuan apa komik itu dibuat (yang jelas, bukan sekedar untuk dibaca). Tapi kalau boleh, aku ingin memperjelas lagi tentang semua ini padamu. Ya, pada sahabat yang kucintai karena Allah..
Bahwa,
sikapku pada pergerakan "kalian", keenggananku, keputusanku untuk tidak berdiri bersama "kalian"..
murni bukan karena aku mempermasalahkan kata "ukhuwah". Walau pun benar, bisa jadi aku salah satu orang yang suka membanding-bandingkan.. jumlah "kalian" saat acara tokoh A, dan jumlah "kalian" saat acara yang dibicarakan oleh tokoh B.
Bukan karena itu. Aku memilih untuk menempuh jalan yang lain. Karena aku melihat, ada yang salah dengan cara ini. "Ini bukan caranya.", itu yang hendak aku komunikasikan. "Bukan ini tujuannya," ini yang hendak aku sampaikan.
Anyway... thank you for reminding me.. that UKHUWAH means TO GIVE, not to be GIVEN.
***
Aku terdiam. Ada sedikit sesal di hati, karena telah meluncurkan kalimat demi kalimat secara cepat dan cukup tajam untuk mematahkan pendapatnya. Ia menatapku, mengangguk. Mencoba menunjukkan padaku, bahwa ia mengerti, atau seolah ia berkata "I see". Hatiku makin tak karuan melihat sikapnya. Aku tahu, ia hanya berusaha memberitahu aku. Bahwa aku keliru. Karena "hal itu"-lah yang selama ini ia anggap benar. Dan aku? Kenapa justru "menyerang" dengan argumen yang mematahkan? Kenapa aku tidak diam saja, lalu tersenyum tipis?
"Lain kali, kalau ada "tentang ini" yang ingin kau tunjukkan padaku... lewat tulisan saja" ucapku lirih. Ia masih menyimak, menunggu lanjutan kalimatku.
"Kau tahu, aku takut jika seperti ini lagi. Aku takut, yang keluar adalah pembenaran, dan bukan kebenaran."
"maaf, aku memang selalu menyerang, kala merasa diserang" :'(
Ia, sekali lagi hanya tersenyum. Aku balik tersenyum, dan berkata.. "Aku hanya tak mau kau lelah menasihatiku, hanya karena aku keras kepala."
***
Perbedaan ini, semoga tak sering membenturkan kita. Aku tahu, kau hanya ingin menunjukkan kebenaran yang kau yakini. Begitu pun aku.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya