Follow Me

Thursday, June 19, 2025

Rasa Aneh Saat Mencoba Aktif Kembali di Blog

June 19, 2025 0 Comments

Bismillah.

#curcol

 

Pernahkan kau vakum lama di blog, hanya muncul satu dua kali dalam sebulan. Lalu kemudian ingin aktif lagi. Dan saat melakukannya, bagaimana perasaanmu? Kalau blog tidak terbayang, mungkin coba ganti kata blog dengan sosial media. Misal kamu tipe yang cuma post di sosmed, cuma update story satu dua kali dalam sebulan. Tapi dulu pernah aktif dan sering muncul beberapa kali dalam sepekan. Setelah lama vakum, dan ingin aktif lagi, bagaimana perasaanmu?

 

Aku... aku merasa aneh. Jujur setiap kali hendak membuat postingan terbaru, meski dengan bahan dari tahun 2022, aku dibuat bertanya-tanya, apa aku gak ngepost kebanyakan? Apa gak keseringan? Kan kemarin udah publish tulisan baru, apa nunggu 3 hari lagi ya? Ini dimasukin ke draft aja? Padahal kan harusnya publish-publish aja, gak ada yang protes juga kok. Gak menuhin timeline orang kok. Kan ini blog, jalan sunyi hehe. Begitu pula di medium, mau import banyak tulisan dari blog ini dibuat mikir hehe. Karena aku tahu, bagusnya melakukan apapun itu sedikit tapi istiqomah. Jujur aku takut aja, kalau banyak post/publish tapi kemudian ngilang dan vakum lagi hehe. Tapi ini overthinking gak sih? hehe. Padahal, banyak juga yang posting di medium setiap hari.

 

***

 

Anyway, udah sih, cuma mau curhat itu aja. Pengingat untuk diri agar gak overthinking, dan melanjutkan keaktifannya. Mumpung lagi semangat, dioptimalkan saja rasa semangat itu. Abaikan rasa aneh yang mengganggu. Let's write more post, let's publish more writing, here and in medium. SemangKA! 

 

Wallahua'lam.

Wednesday, June 18, 2025

A34: Cinta yang Menghasilkan Karya

June 18, 2025 0 Comments

 Bismillah.

 #menjadiarketipe

 


 

☑️ #DAY34-0090

 

📖 Kitab Cinta dan Patah Hati, Sinta Yudisia


📑 Quote:


Taj Mahal bukan sekedar simbol kemegahan seorang ratu. Bersamanya tergambar kesetiaan seorang lelaki yang selama 22 tahun mencurahkan segenap sisa hidup untuk mengenang seorang istri yang selalu mendampingi suami suka duka, rela mengandung hingga belasan benihnya, tak pernah meninggalkan suami saat menjalankan tugas dan mati mempersembahkan buah cinta mereka lahir ke dunia.

 

💡 Insight:

 

Aku belum tahu banyak tentang Taj Mahal sebelum membaca buku ini. Ternyata, rasa cinta yang mendalam, kesedihan ditinggal istri yang "berpulang" terlebih dahulu, tidak selalu membawa hal-hal negatif. Mungkin banyak yang memilih untuk tenggelam dalam emosi negatif, menutup diri, terjerat depresi karena yang tercinta telah pergi terlebih dahulu ke alam barzakh. Tapi Taj Mahal, bangunan yang sering kita dengar karena termasuk 7 Wonders of the World, menjadi bukti cinta yang menghasilkan karya.

 

Ini menjadi pengingat untuk kita, yang pernah, sedang, atau kelak merasakan naik turun gejolak cinta. Jadikan emosi dan energi yang dibawa cinta itu untuk menghasilkan karya. Karya apapun. Bisa jadi tulisan, bisa jadi lukisan, bisa jadi seperti Taj Mahal, berupa bangunan.

 

Jujur, kalau cuma mendefinisikan cinta dan melihat cinta dari novel cinta atau drama cinta yang picisan, kita mungkin gak akan tahu, bahwa ada cinta yang bisa menghasilkan karya. Cinta yang impact-nya lebih dari sekedar hal-hal remeh. Cinta yang mendorong kita menghasilkan karya. Let's find and do that kind of love!

 

Wallahua'lam. 

Friday, June 13, 2025

Masihkah Matamu Berkaca Setiap Membaca Berita Saudaramu Di Sana?

June 13, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

-Muhasabah Diri- 

 

Sebelumnya aku membuka sosial media untuk menemukan berita terbaru dari kabar saudara kita di sana. Sebelumnya, tanpa jeda tangan tergerak untuk share berita tersebut ke story. Tapi saat berita berita yang muncul memenuhi perasaan negatif, perasaan tidak berdaya, kesedihan, amarah, dll. Aku memilih untuk menghindar. Menutup mata. Meski tetap tidak bisa tidak tahu, karena di belakang kepalaku, aku tahu, menutup mata tidak menjadikan kejadiannya tidak terjadi. Saudara kita di sana, masih di sana, masih berjuang dalam rasa lapar, rasa sakit, dan begitu banyak kata deskripsi lain yang membayangkannya saja sudah membuat hati sedih. Tapi anehnya, hati mereka masih kokoh dalam keimanan yang seimbang antara khauf dan raja, takut dan asa.

 

Saat ini, aku lebih banyak diam saat kudengar dan kubaca berita tentang saudara kita di sana. Bibirku tertutup rapat, lidahku kelu, jemariku hanya mampu menekan ikon hati, tidak ada lagi semangat membagikan berita seperti dulu, karena rasa bersalah itu begitu berat. Menilik saat-saat aku menutup mata dan pura-pura tidak tahu akan apa yang terjadi di sana, dan ketidakberdayaanku, dan betapa lemahnya imanku. Karena jangankan memikirkan mereka, memikirkan diriku saja, aku masih kalah, kalah oleh sisi gelap diri, oleh dosa dan kesalahan yang berulang dikerjakan.

 

***

 

Berita tentang saudara kita di sana berganti, kau lihat orang-orang yang lebih banyak bersuara, yang lebih sibuk bekerja, dan melangkah. Lalu kau melihat kaca dan refleksi dirimu yang berdiam diri dengan penutup mata di kepala.

 

Aku hanya ingin bertanya padamu, adakah matamu berkaca-kaca saat berita tentang saudaramu kau baca dan kau dengar? Adakah hatimu tergerak, untuk mengufukkan doa yang tulus, doa yang tidak tergesa?

 

Wahai diri, kau boleh lemah, lalu terdorong arus. Kau bisa saja kehilangan kesadaranmu, lalu terjatuh dalam lubang kenistaan. Tapi saat kau terbangun dan mulai mengumpulkan kesadaranmu, jangan kau berdiam diri. Bahkan dalam kondisi lemah, kau seharusnya bisa bergerak dan mencoba keluar dari arus. Bahkan dalam kondisi baru jatuh, kau seharusnya bisa mengumpulkan azzam untuk bangkit dan keluar dari keterjatuhanmu. Bukankah oksigen masih Allah berikan secara gratis? Bukankah kamu masih bisa mendengar panggilan adzan yang merdu mengajakmu kembali dan meminta pada-Nya? Kemenangan ini hanya bisa diraih jika kau meminta dengan tulus pada-Nya, menunjukkan dengan kerja nyata dalam amal. Karena Allah tidak melihat besar kecil atau banyak sedikit.

 

Bukankah kau masih ingin berada di jalan yang sama dengan saudara-saudaramu di sana? Jalan lurus yang menanjak ini... jalan orang-orang yang telah diberi nikmat. ya, jalan ini bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan jalan mereka yang tersesat.

 


sumber gambar

Wallahua'lam bishowab.

Thursday, June 12, 2025

Goodbye to 1m1c

June 12, 2025 2 Comments

Bismillah. 


Rasanya belum lama aku setor ke web 1m1c. Lalu pengumuman itu hadir di grup WhatsApp.

 

***

 

Padahal yang bikin aku semangat nulis bukan curcol adalah keinginan posting tulisan kutipan/insight buku untuk 1m1c. Yang bikin aku aktifin lagi twitter juga 1m1c. Jujur berat banget rasanya harus berpisah dengan komunitas yang udah nyaman. Tiba-tiba teringat lagi sabtulis, my first blog community.

 

Setelah 1m1c gak ada, harus gabung komunitas blog apa? Tadi sempet googling dan nemu forum komunitas blogger.com, tapi itu sifatnya forum, dan lebih banyak ke teknis. Mana aku bukan blogger yang suka teknis. Gak cari adsense dan gak utak-atik SEO juga. Pure nulis karena suka nulis. Dan gabung komunitas karena lumayan bisa blogwalking atau ada motivasi nulis yang lebih rapi karena di setor ke komunitas bukan dibaca sendiri aja hehe. Atau nanti cari di instagram deh. Pasti ada sih. Cuma, semoga aja bisa dapet yang cocok.

 

***

 

Oh ya, sebenarnya ada KBM (Komunitas Blogger Medium), tapi jujur aku di sana silent reader aja. Bukan kontributor juga. Jujur kalau di Medium suka insecure, beda visi soalnya. Banyak yang nulis di Medium untuk profesional. Sedangkan aku di Medium, cuma perpanjangan tangan dari blog ini. Semoga jadi lebih banyak yang baca tulisan tentang buku dari blog ini di Medium. Karena platform blogger makin tua, dan gak banyak yang tanpa sengaja akses blog orang, kecuali emang kenal orangnya, atau dari komunitas blogger.


Anyway... terimakasih kepada 1m1c yang telah menemaniku menulis di blog. Terima kasih buat anggota-anggotanya yang sering "congkak" di grup, dan itu jadi pengingat untukku agar menulis juga. Terima kasih untuk co founder dan pengurus 1m1c. I will miss you all so much. Terutama balasan email dari 1m1c tiap kali aku selesai setor tulisan blog ke web 1m1c.

 


 

Mari tetap semangat dan terus menulis~ Seperti yang selalu diingatkan 1m1c, menulislah walau #1minggu1cerita.

 

Bye~ 

 

***

 

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Saturday, June 7, 2025

Menghapus Jejak

June 07, 2025 2 Comments

Bismillah.


Menghapus jejak di dunia maya itu pilihan. Bisa jadi pilihan yang baik, agar lebih fokus pada karya di dunia nyata. Tapi jujur, jika diizinkan bertanya, aku ingin bertanya, mengapa? Apalagi jejak yang dipilihnya untuk dihapus, bukan suatu aib, pun bukan jejak yang buruk. Tapi apa yang bisa kulakukan? Selain cuma bertanya mengapa, dan selesai. I'm good at staying outside the line. I won't cross the line. Seperti hal-nya aku tidak suka jika ada yang mengatur-atur hidupku. Aku juga tidak ingin menjadi orang yang sok tahu kemudian berpanjang lebar meminta orang lain untuk tidak menghapus jejaknya di dunia maya.

 

Jika saja aku punya keberanian untuk bertanya, tapi beginilah aku, memilih bertanya sendiri di sini. Which is 99,99% guaranteed tidak akan sampai pada yang seharusnya ditanya. 

 

***

 

Berbeda dengan yang memilih untuk menghapus jejak. Aku, sejak dulu, hampir selalu memilih untuk tidak menghapus jejak. Jikapun suatu saat nanti menghilang, biarkan menghilang dengan sendirinya. Tenggelam oleh triliunan data.

 

Sebenarnya, yang lebih aku takutkan bukan terhapusnya data. Tapi terbawa arus dan hanya menjadi konsumen di era informasi dan data berebut meminta perhatian. Itu yang lebih menakutkan. Bukannya menjadi kreator, yang minimalnya bermanfaat untuk diri sendiri. Tapi sekedar jadi follower, menghabiskan waktu-waktu berharga tergilas algoritma, termakan hoax, dan menjadi sia.

 

So let's not give up even if it's scary, how close you are with that description you just write. Mari lebih banyak membaca dan menulis, sesederhana apapun. Sepelan apapun. Mari minimal sesekali keluar dari arus dan mencoba mencerna dan mengurai yang ada di kepala, juga apa yang dirasakan hati. 

 

Terakhir, sebuah kutipan dari novel diary minni,

 

Bilaku harus seperti mereka, akulah buih itu
bilaku mengikuti mereka, akulah debu pada angin.
bilaku kehilangan diriku sendiri, akulah kelopak bunga
ditinggal gugur kembang dan keindahannya

 

Mari tidak menjadi seperti itu. Jia you!

Monday, May 26, 2025

Hampa

May 26, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

#buku #nukilbuku


Pernahkah hidup tapi tidak merasa hidup?

Pernahkah menjalani hari tanpa semangat sedikit pun?

Pernahkah merasa hampa, hambar, mati rasa?

 

***

 


 

Aku menemukan buku ini di iPusnas, baru membaca sekitar 50an halaman, seperempat dari bukunya. Meski sudah memulai membaca buku ini dari September tahun lalu, aku masih membaca bagian awal tentang berbagai sumber rasa hampa.

 

Sumber rasa hampa yang baru-baru ini kubaca adalah rasa rendah diri. Saat membaca tentang itu, ada sosok orang lain yang muncul di kepalaku. Seolah aku ingin mengirimkan tulisan di buku ini kepadanya. Barangkali, kata-kata dalam buku ini dapat membantunya.

 

Dijelaskan dalam buku ini, bahwa salah satu penyebab rasa rendah diri adalah trauma hinaan dan cacian sejak kecil. Perasaan direndahkan yang bertubi-tubi menimpa seseorang di masa kecil, membuat mental percaya dirinya tidak tumbuh. Sedihnya, saat otak kita sudah terpenjara oleh emosi negatif, ia hanya akan melakukan pengulangan kata-kata yang sama, kalau itu negatif dan dilakukan berulang, itu bisa jadi negative belief.

 

***

 

Beberapa kutipan tentang rendah diri dari buku Hampa karya Damalin Basa,

 

... sering kali penyebab rendah diri hanya berasal dari pikiran berlebih-lebihan yang tak jelas ujung pangkalnya. Padahal, apa yang dipikirkan belum tentu sesuai dengan kenyataan.


Pemicu awalnya mungkin dari orang lain, tapi meski pengaruh dari luar sudah tidak ada, bukan berarti masalah rendah diri segera dapat hilang.


Sikap rendah diri yang dialami oleh mahasiswa tersebut berasal dari rentetan hinaan yang diterimanya sejak kecil.

.
.

... orang-orang tak lagi menertawakannya. Lalu, apakah rendah diri mahasiswa tersebut hilang? Tidak. Ia tetap saja minder saat bertemu dengan orang-orang. Hal itu disebabkan luka karena sering ditertawakan, masih tertancap dalam di hatinya. Rendah diri yang ia derita bukan lagi disebabkan karena postur tubuhnya, tapi karena pikirannya sendiri yang merasa bahwa ia tak berharga. 

 

Lalu solusinya? Karena struktur buku ini lebih ke penjelasan alasan munculnya rasa hampa, dalam bagian ini, belum ada solusi jelas. Karena tujuan di bab awal, adalah pembangunan kesadaran tinggi. Barangkali dari beberapa alasan yang dijelaskan di bab awal terjadi padamu, dan pengingat bahwa kita tidak boleh tenggelam dalam masalah tersebut. Seperti penutup bagian tentang rendah diri dari buku ini. Pembaca diingatkan tentang kerugian memelihara sifat rendah diri.

 

Sungguh rugi jika rendah diri itu terus-terusan kita pelihara. Selama sikap itu masih ada, selama itu pula kita akan terganggu olehnya.

Ibarat duri dalam daging, ia selalu menghambat gerak-gerik kita hingga menjadi tak leluasa. Ia mengganggu usaha kita untuk mencapai segala impian dan cita-cita. Ia juga merusak keinginan kita untuk mencoba berbagai hal baru yang sebenarnya sanggup kita lakukan.

Selain fakta kerugian yang disajikan, penulis juga memberikan afirmasi.

 

Yakinlah, kita juga memiliki kelebihan seperti yang orang lain punya. Sementara orang lain pasti punya kelemahan sebagaimana diri kita adanya.


***

 

Bagaimana pendapatmu setelah membaca kutipan dari buku tersebut? Terkesan seperti pengetahuan umum? Atau ada insight baru yang kau dapat?

 

Kalau aku pribadi, aku jadi lebih mengerti dan melihat dari sudut pandang baru. Selama ini, saat bertemu dengan orang yang rendah diri, aku tidak banyak bertanya mengapa. Fokusku lebih ke bagaimana agar ia bisa menjadi lebih percaya diri. Dalam buku ini, aku jadi sedikit paham, barangkali, sebelum mendorong orang lain untuk keluar dari tempurungnya, kita harus mencoba bertanya dan mendengarkan. Barangkali dengan kita mendengarkan, ia jadi bisa melihat luka lama dan menyembuhkannya, dan itu bisa membantunya membangun kepercayaan diri dan keluar dari rantai rendah diri yang selama ini menghalanginya untuk maju dalam hidup.

 

Selain itu, aku juga bertanya pada diri, adakah aku juga memiliki rantai gajah di kepalaku? 


***


Terakhir, barangkali ada yang tertarik untuk baca buku ini, berikut aku kasih sneak peek dari daftar isinya. 




Tetap semangat untuk membaca yaa, sedikit atau pelan jangan dijadikan alasan untuk berhenti. Take a book and start you first page ^^ #ntms

 

***

 

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Saturday, May 24, 2025

Draft Lama, Haruskah Diselesaikan?

May 24, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

-Muhasabah Diri-

 

 

Draft November 2024, yang tidak jadi kuselesaikan karena saat itu aku pikir, aku gak berhak untuk bercerita tentang sisi yang mungkin ia tidak ingin banyak orang yang mengetahuinya.

 

Mei 2025. Sudah setengah tahun berlalu. Aku teringat lagi draft ini. Sepertinya, aku harus menuliskannya. Bukan untuk menyebar aibnya, tapi sebagai pengingat untukku. Untukku yang sedang jauh tenggelam, memilih untuk tutup mata dan menjalani hidup sekedar hidup, melupakan visi misi yang sebenarnya sudah ketemukan, namun kemudian aku kalah sebelum banyak bekerja dan berusaha.

 

Malam itu, aku terbangun, dan mendapatinya masih sedang kondisi tidak baik-baik saja. Bagaimana aku tahu? Karena di malam yang sunyi, kudengar dari kejauhan suaranya menggema dari dalam rumahnya yang besar, kemudian terbawa angin dan sampai ke kamarku, yang letaknya tepat di sebelah rumahnya.

 

Sudah sejak sore, ia begitu. Sempat ditegur tantenya yang datang dari kecamatan sebelah untuk masuk rumah. Masih dengan amarah ia berbicara sendiri dan masuk rumah membanting pintu. Sejak sore itu, ia masih belum berhenti bercakap sendiri antara ia dengan siapapun yang ada di kepalanya, suaranya lantang dan penuh emosi, aku tidak menangkap kata perkata, tidak jelas terdengar, tapi nada dan intonasinya begitu jelas. Aku teringat memilih untuk menutup telinga dengan earphone, karena tidak ingin terlalu memikirkan hal tersebut.

 

Tapi malam itu, saat terbangun dan masih mendengar suaranya, aku dibuat bertanya-tanya... bagaimana bisa diri ini memilih untuk tenggelam dalam distraksi, ketimbang memperbanyak syukur dengan lebih banyak berkarya dan memberikan manfaat untuk orang lain? Lihatlah bagaimana orang lain diuji... tidakkah kamu bersyukur dengan kesehatan mental dan jasmani yang Allah berikan? Dengan apa kau tunjukkan rasa syukurmu? 


***

 

Instead of trying to tell her story from unknown pov like me, I think it's better to just reflect and try to take lesson for myself instead.

 

It's raining hard tonight, she's no longer stay beside our home. Her relatives took her to other place get some therapy. I just wish she get the right treatment there. My imagination took me to negative thinking, what if they go to the wrong place, and it just make her condition worse? But who am I? Let's just discard those negative thinking, and pray instead. 


Thanks to her, cause she remind me to become more grateful. 

and thanks to Allah, for every little and big things.. yang belum bisa kusyukuri dengan benar dan baik.

 

Sekian. Wallahua'lam.

Tuesday, April 29, 2025

Judgement or Critics?

April 29, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

#RefleksiDiri

 


 

 

Dini hari, dan aku memutuskan untuk menulis. Mungkin karena waktunya, jadi yang terlintas di kepala, adalah hal-hal emosional. Katanya sih, katanya, semakin malam, seseorang akan semakin melankolis. Makanya, dulu ada jam malam untuk interaksi lawan jenis, baik secara langsung maupun chat, meski yang dibahas tugas kuliah atau rapat organisasi. Lebih baik bagi tugas, kemudian mengerjakan masing-masing, daripada meneruskan interaksi dengan resiko ditanggung sendiri. *kenapa jadi belok ke bahasan interaksi non-mahram ya wkwkwk.

 

***

 

Kutulis judul di atas, sembari mengingat sebuah kalimat yang mungkin bentuk jugdement atau bisa jadi sebuah kritik. Aku ingat saat pertama mendengar kalimat tersebut dari orang terdekat, reaksi pertama kaget, kemudian sedih, kemudian banyak-banyak beristighfar dan mengucapkan na'udzubillahi min dzalik. Takut, kalau hal tersebut benar, atau belum benar tapi bisa jadi sebuah doa buruk untukku.


Tapi alhamdulillah-nya, aku tidak terlalu kesenggol egonya karena kalimat itu. Jadi tidak ada amarah kepada orang lain. Emosi yang dirasakan lebih ke introspeksi pada diri. Masih bertanya-tanya sampai saat ini..."am I?"

 

Aku tidak akan menuliskan kalimatnya, atau konteks judgement/critic tersebut di sini. Aku hanya ingin menuliskannya di sini, agar suatu saat membaca tulisan ini lagi, aku teringat dan mengambil pelajarannya lagi.

 

***

 

Dalam hidup, judgement atau kritik itu adalah hal lumrah yang tidak bisa kita hindari. Kita akan banyak bertemu dengan berbagai macam dan jenisnya, cara penyampaiannya pun berbeda-beda, mulai dari nada bercanda, sarkasme, sampai cara yang mungkin setajam silet wkwkwk.

 

Pesanku untukku. Jangan berhenti belajar, jangan jadikan kalimat judgement* atau kritik itu batu yang menghalangi untuk maju. Justru jadiin batu pijakan. Jika pun ada yang salah dari cara belajarmu, perbaiki. Ibaratnya, kita udah terlanjur belajar ilmu, sebelum adab. Lalu di tengah jalan, baru tahu, oh, harusnya belajar adab dulu. so the next step, ayo belajar adab. Semoga dengan itu ilmu yang dipelajari jadi lebih berkah dan bermanfaat.

 

Terakhir, ini pesan lama yang ingin terus kutulis berulang untuk diri. Don't give up on yourself. Jangan menyerah pada diri sendiri. It's okay, other people might be give up on yourself, they might already giving you A to Z label on you. That's okay. Their label on you mean nothing as long as you don't give up on youself. Setiap orang masih bisa bertumbuh dan bertransformasi menjadi versi lebih baik dari dirinya. Seberapa lambat pun prosesnya. Even if all of them only see the result, only see what's above the ground. Allah sees your effort, Allah sees the process, Allah knows what's under the ground. Seperti biji mati yang ditanam di tanah. Sekian lama belum juga terlihat kecambahnya (the sprout). Semua orang sudah menyerah, mengira biji itu mati dan tidak tumbuh. Tapi Allah tahu, di dalam kegelapan itu, biji tersebut sebenarnya sudah tumbuh, akarnya sudah semakin dalam menghujam. Allah tahu, ada kebaikan kecil dalam hatimu yang penuh noda dosa. Allah tahu, ada cahaya kecil yang merindukan cahaya dari-Nya, berdoa dalam perjuangan sunyinya.. Rabbana atmimlana nuurana waghfirlana.. waghfirlana.. innaka 'ala kulli syai-in qadiir. Aamiin.

 

Wallahua'lam.

 

***

 

PS:

*Judgement tuh istilah bahasa indonesia yang tepat apa ya? kagok sebenernya nulis istilah inggris terus ><

Why Do You Use Social Media?

April 29, 2025 0 Comments

Bismillah. 

 


Sosial media, media sosial, awalnya diciptakan untuk menghubungkan orang-orang yang jauh. Interaksi di dalamnya, diskusi dan pertukaran dialog di dalamnya, konten dan informasi yang berputar, bagian mana yang membuatmu memakai sosial media?

 

Baru-baru ini ada sebuah pernyataan yang menyindirku. Pernyataan yang membuatku bertanya-tanya pada diri, mengapa, dan untuk apa aku menggunakan sosial media?

 

It is said, that people who go to social media actually escaping from their own reality.

 

That sentence struck me at the heart. As if it's talking about me.

 

***

 

Entah ini bentuk buka aib atau bentuk refleksi. Tapi akhir-akhir ini aku menemukan diriku tenggelam dalam riuh informasi di sosial media. Kebiasaan buruk yang belum juga terputus, padahal kemarin sudah diberi momen Ramadhan ya? TT hiks.

 

Sedih, saat mengetahui aku masih saja menggunakan pola lama saat bertemu dengan masalah. Bukannya menghadapi, tapi justru menghindar dan memilih untuk tenggelam dalam distraksi.

 

Sebenarnya menghindar dan escape sejenak dari masalah itu tak apa. Kadang kita memang butuh waktu sendiri untuk mencerna banyak hal dalam hidup. Tapi kuncinya di kata sejenak. Sebentar saja, ada batas waktu. Bukan justru malah jadi lupa daratan, lalu bukannya menyelam, eh malah terbawa arus dan tenggelam. Padahal bukan ikan yang bisa bernafas di air.

 

***

 

Sedihnya, meski tahu bisa melakukan detox sosial media. Ada tempat sembunyi dan tenggelam lain, yang bisa jadi pelarian baru. World within my mind, panjangnya angan-angan, fiction that I made inside my head.

 

Kalau sudah begini, dan sudah tahu harus segera diputus waktu yang terbuang sia-sia dalam distraksi... next stepnya, selain nulis di sini (biar inget dan jadi lesson learned), aku harus segera bergerak. Membuat rencana, jangan kebanyakan target dulu, buat target kecil yang bisa membuat hari lebih produktif. Ini laptop dipake, jangan cuma main hp doang. Spend your time more to learn, to read, to write, to exercise. Jangan lupakan umur dan kematian yang selalu dekat, lebih dekat dari hidup itu sendiri.

 

Kalau memang tidak bisa sendiri, cari teman. Aku tahu ada banyak komunitas yang sudah vakum, atau kamu memilih untuk keluar karena satu dua alasan pribadimu. Tapi kamu bisa cari komunitas baru, start new, meet new people. Get the positive energy from others. Humble yourself and ask for help. Tentu saja, urutan pertama minta bantuan ke Allah dulu, nanti sambil kamu usaha cari temen, Allah will show you the way.

 

Sekian. Sementara itu saja curhatan kali ini. Keep writing for yourself. At least for yourself. Someday, when you reach your growth, the flowers will bloom, and hopefully you'll taste the sweet fruits.

 

 Wallahua'alam.

Wednesday, April 16, 2025

Cinta dan Kegagalan

April 16, 2025 0 Comments

Bismillah.

 


 

 

It's a misleading title. Just wanna warn you, in case you think this post will take on failure on love. Tapi sebenarnya tidak benar-benar misleading juga, karena memang aku ingin menyalin kutipan dari buku "Yang Belum Usai" tentang cinta dan kegagalan.

 

***

 

 "...pada saat kegagalan datang, konsep self-love akan menuntun kita untuk tetap berbelas kasih pada diri sendiri (self-compassion).

Lain halnya apabila kita tidak mencintai diri kita secara utuh, tidak menerima kegagalan kita sebagai bagian dari proses hidup dan bertumbuh, atau menganggap upaya mencintai diri adalah cara kita untuk menjadi narsis, maka kita cenderung akan masuk ke dalam lubang hitam bernama penyesalan, kritik diri yang kejam, self-loathing, frustasi, insecure, self-harm, bahkan depresi."

#daribuku *Yang Belum Usai* - Pijar Psikologi, PT Elex Media Komputindo

 

Membaca kutipan di atas membuatku berkaca, bahwa hal tersulit dalam mencintai, adalah mencintai seseorang (termasuk diri) yang sedang atau pernah gagal. Dan sedihnya, banyak yang masuk ke lubang hitam itu, penyesalan, kritik diri yang kejam, self-loathing, frustasi, insecure... bahkan yang lebih buruk lagi, seperti yang tertera di kutipan di atas.

 

Dan mencintai dan menerima orang yang gagal itu, butuh waktu. Terutama, jika sebelumnya kita sudah memiliki ekspektasi tinggi terhadapnya. Pasti akan ada masa-masa kita harus memberi jarak dan menjauh sejenak, sekedar untuk menetralkan rasa kecewa dan menyiapkan diri untuk bisa menerima dan mencintai orang itu lagi. Tapi ironisnya. Kalau orang itu adalah diri kita sendiri, bagaimana bisa kita menjauh dan berjarak dengannya? Banyak yang akhirnya memilih untuk mengurung diri, menjauh dari semua orang, tidur terlalu lama, atau menenggelamkan diri dalam distraksi, dari satu game ke game lain, dari satu series/drama/film ke series/drama/film lain. Tanpa benar-benar mencerna emosi dan perasaan kecewa yang seharus diolah hingga kita menemukan makna, bahwa kegagalan ini, juga bagian dari proses diri menjadi lebih baik. Bahwa luka ini, bukan semata goresan yang membuat wajah tunduk karena malu, tapi bisa menjadi cerita, bahwa ada kisah di balik luka tersebut. Cerita yang bisa jadi menginspirasi orang lain, yang juga mengalami hal yang mirip/serupa.

 

***

 

Masih di bagian yang sama dari pembahasan self love. Aku menemukan kutipan tentang cinta sejati. Frase cinta sejati ini, sejak dulu sudah lama menjadi frase yang istimewa. Bahkan pernah kupakai sebagai judul blog ini. It was "Looking for a Genuine Love" (--ternyata salah, bukan genuine love, tapi genuine friends, maaf atas memori burukku) before transforming into (Better Word for Better Life). Jadi saat membacanya, tanganku segera meraih hp dan mengetik ulang. Mencatat sebagai pengingat bahwa,

 

"Konsep itu (mencintai yang sejati) meliputi penerimaan terhadap diri sendiri maupun orang lain, kesadaran untuk memahami daripada menghakimi, memaafkan daripada menyimpan dendam, melepas daripada menimbun beban, serta mengasihi daripada mengkritik tajam."

#daribuku *Yang Belum Usai* - Pijar Psikologi, PT Elex Media Komputindo


Kalau dulu aku mengira cinta sejati adalah kata benda. Kini setidaknya aku tahu, bahwa cinta adalah kata kerja. So instead looking for it outside, I should work on it from inside.

 

Wallahua'lam. 


***

 

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.


 

Sunday, April 13, 2025

Late Eid Mubarak

April 13, 2025 0 Comments

 Bismillah.

 

Sudah 14 Syawal. Kalau biasanya tiap tahun aku menyiapkan setidaknya satu desain template canva yang diedit sedikit, kali ini tidak. Aku masih 'tenggelam dan bersembunyi' sendiri. In real life, tentu saja aku alhamdulillah menjalani hari-hari Eid Mubarak seperti biasa. Bersalaman dan saling bertukar ucapan maaf kepada keluarga besar dan tetangga. Tapi di luar itu, aku tidak mengirim ucapan Eid Mubarak pada mereka yang belum sempat bertemu langsung secara fisik. Aku memilih untuk tidak melakukannya tahun ini. Meski jauh di lubuk hati, aku tahu... masih ada keinginan untuk sekedar menyapa mereka yang jauh di mata tapi dekat di hati. Kapan lagi momennya, jika bukan di hari raya idul fitri?

 

It's a late eid mubarak. Semoga amal ibadah kita di bulan Ramadhan diterima, semoga doa-doa kita diijabah, dan dosa-dosa kita diampuni. Semoga bekal dari bulan Ramadhan kemarin bisa menjadi bensin untuk menjalani bulan-bulan selanjutnya. Aamiin

 

   
Eid Mubarak, and never forget about our brother and sister in Palestine 
  

Tuesday, March 25, 2025

2 dari 4 Langkah Self Improvement

March 25, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Ramadhan ini, Ngafal Ngefeel buka kelas NB pakai aplikasi NN App topiknya surat Al Jumu'ah. Karena ikutan kelas ini, untuk nambah referensi tadabbur, selain dari materi yang ada di NN App, aku jadi coba dengerin serial penjelasan surat Al Jumu'ah di channel Bayyinah TV.

 

 

Ini episode 9, tapi masih membahas ayat 2 surat Al Jumu'ah. Empat langkah menuju self improvement itu ada di ayat tersebut. Dan dua yang pertama adalah (1) yatlu 'alaihim ayatihi, (2) wayuzakkihim. Kalau terjemah kasarnya, dibacakan ayat-ayatNya dan disucikan.

 

Oh ya, kalau mau tahu lengkapnya boleh langsung meluncur ke videonya ya. Tulisan ini cuma mau mencatat insight yang mengena buatku saat mendengar penjelasan surat Al Jumu'ah.

 

Di video tersebut ustadz jelasin tentang kata yatlu 'alaihim. Ini satu hal yang ustadz Nouman pas udah besar ingin protes ke orang lain, karena selama beliau hidup sampai saat itu, beliau ngerasa belum pernah ada orang yang yatlu 'alaihim ayatihi, memperdengarkan ayat-ayat Allah, yang nggak cuma lafadz-nya aja, tapi juga penjelasan apa yang ada di dalam Al Quran. Meski cuma gambaran awalnya dulu, gak harus deep. Dan itu masih kurang banget.

 

Karena sebenernya, buat orang awam, yang gak pernah kenal Al Quran. Membaca quran dan terjemah itu kan butuh effort. Sedangkan, idealnya, tiap orang berhak untuk minimal dijelasin tentang quran dan isinya. Dan rasanya tuh beda. Which I could relate. Kalau cuma baca quran, terjemah, baca tadabbur dari materi tertulis, tentu rasanya beda, sama ketika ada orang yang cerita tentang gak usah banyak-banyak, satu ayat aja dari quran dan penjelasan tentang ayat tersebut. Rasanya tuh beda banget.

 

Menulis ini mengingatkanku pada seorang ustadz yang menjelaskan tentang Ar Rahman dan Ar Rahim di lapangan rumput sebelah selatan di pembinaan Mata' Salman [1], juga halaqah dengan Qaf ID di masjid Salman, juga bagaimana video-video penjelasan tentang ayat-ayat Quran dari bayyinah TV membuatku menemukan insight-insight baru yang membuka mataku terhadap ayat-ayat dalam Quran yang bergantian menjadi ayat favorit.[2]

 

Itu yang pertama. Tentang yatlu 'alaihim ayatihi. Ini menjadi sebuah pengingat, agar kita lebih semangat bertadabbur dan membagikan hasil tadabbur. Bukan semata untuk dijadiin konten dan kemudian jadi influencer, atau untuk public speaking. Tapi semata karena kita mencintai Al Quran. Seperti halnya orang yang suka bola, kemudian bercerita tentang bola. Ada semangat dan passion yang terpancar. Seperti itu juga, kalau kita nemu hal berkesan dari tadabbur pribadi kita, maka berbagilah, ceritakan itu pada orang terdekat, pada teman, boleh di sosmed atau di blog juga. Semoga dengan melakukan itu, sesederhana apapun yang kita share, semoga bisa jadi bentuk kita menyampaikan meski cuma 1 ayat. Semoga bisa jadi pengingat diri dan orang lain, untuk tidak hanya terhubung dengan Quran secara vertical, tapi juga horizontal.

 

Trus yang kedua. Aku lupa persisnya ini di video yang sama, atau ada di video episode berikutnya. Tapi yang jelas berkaitan dengan ayat yang sama. step selanjutnya dari self improvement, wayuzakkihim, dan menyucikannya. Tazakka di sini tazkiyatunnafs. Bahkan kalau dari penjelasannya, gak cuma mencakup nafs/hati, tapi juga otak, fisik juga harta.

 

Tapi ada satu insight yang lebih praktikal yang ingin aku tulis di sini. Untuk pengingat diri. Tentang keseimbangan belajar materi tentang Quran, dan proses membaca/mendengarkan lafazh quran. Dua hal ini harus seimbang dan dilakukan bersamaan. Karena kita belum punya kemampuan seperti sahabat atau tabi'in tabiut, yang ketika membaca/mendengarkan Al Quran, langsung tahu artinya. Ini pas banget sama kelas ngafal ngefeel-nya NN App. Jadi selain baca materi tadabbur, juga dibarengi banyakin baca suratnya, dengerin suratnya dan menghafalnya. Ibaratnya kalau tadabbur, mempelajari isi ayatnya itu bagian dari yatlu 'alaihim ayatihi, maka membaca, mendengarkan ayat quran, menghafalnya itu bagian dari wayuzakkihim. Karena saat mendengarkan muratal dengan fokus *bukan sekedar backsound ><, juga membaca ayat-nya berulang-ulang, itu adalah proses tazkiyatunnafs. Ayat quran tersebut, lafadznya, Allah turunkan sebagai bentuk cinta-Nya, ini kalamullah, yang saat diperdengarkan, hati kita menjadi tenang, bergetar dan bertambah iman. Ini jujur PR buatku. Aku masih tertatih-tatih untuk bisa istiqomah bercengkrama dengan Al Quran. [3]

 

***

 

Kelas NB-nya memang sudah selesai. Tapi serial di bayyinah TV-nya masih belum beres kan? Semangat dengerin dan pelan-pelan mencerna. I know it's kinda late, it's almost the end of Ramadhan. But don't give up on yourself.

 

Untuk siapa pun yang juga merasa masih banyak banget kurang amalnya di bulan Ramadan ini. Jangan sampai perasaan sedih itu membuat kita jadi menyerah pada diri. Selama masih Allah beri hidup, selama itu Allah masih kasih kesempatan padamu. Allah itu dekat. Bahkan untuk hamba-hamba-Nya yang begitu jauh dari-Nya. Kita cuma perlu satu langkah mendekat pada-Nya, isi malam dengan doa yang tulus. Allah hears you. Allah always hears you.

 

 

sumber 📸


 

***

 

Keterangan:

[1] menulis ini aku teringat suatu pagi, di lapangan rumput salman sebelah selatan, deket apa ya itu namanya, deket lapangan, sama deket tempat rapat, gazebo?, pokoknya disitu, duduk di atas ditiker di atas rumput deket back office salman, lalu mendengarkan penjelasan basmallah dari ustadz bahasa arab dari Bidang Dakwah Salman. Those memories. Vague but I remember it. Kelas Umar. Kalau kelas Abu Bakar bahasannya beda kali ya, hehe. Jadi Kangen Teh Indah dan Teh Monic. Salam rindu buat semua AM18 akhawat. Buat para pengurus juga yang udah membantu menyirami rasa cinta kepada Quran lewat semua proker-prokernya. 1 tahun sebagai AM, and 1tahun sebagai pengurus, lebih dari cukup untuk memberikan begitu banyak pelajaran. 

[2] Sedih memang tahun ini Ramadhan gak ada #myfavoriteayat di NAK Indonesia, tapi meski gak ada, semoga setiap orang masih meluangkan waktu menuliskan tentang ayat mana yang tahun ini begitu berkesan dan favorit, di medium apapun dan membagikannya ke banyak orang, mumpung bulan Ramadhan. ini bulan Quran, saat yang tepat untuk kita berbagi dan saling mengajak untuk terhubung kembali dengan Al Quran.

 

[3] I know I still write about Quran as if it is near. Yes it is near, but I know I am getting far away from it. I am even still asking myself, What is Stopping You? And sadly, I know the answer. But still I struggle in this issue. Kutulis ini sebagai pengingat, bukankah kamu ingin merasakan lagi manisnya bercengkrama dengan Quran? So don't give up on yourself. Paksakan dirimu, minta pertolongan Allah. Banyakin istighfar dan taubat. Tinggalkan dan hindari yang tidak bisa berada di tempat yang sama dengan Al Quran. Jangan sampai kamu termasuk yang diadukan Rasul di hari akhir nanti,

"يَـٰرَبِّ إِنَّ قَوْمِى ٱتَّخَذُوا۟ هَـٰذَا ٱلْقُرْءَانَ مَهْجُورًۭا"

na'udzubillahi min dzalik. TT

Friday, March 21, 2025

Rasa Aman untuk Membuka Diri

March 21, 2025 0 Comments

Bismillah.


Rasanya selalu takjub, amaze, saat aku bertanya-tanya tentang satu hal pada diri sendiri di blog, lalu somehow, in someway, Allah tunjukkan jawabannya.

 

Aku mungkin sekarang jarang banget ngobrol panjang dengan orang lain, kalaupun ada percakapan, lebih banyak mendengar, dan jarang benar-benar mengeluarkan keresahan yang di hati dan di otak. Jadi kalau ada hal yang harus dikeluarkan dan udah gak bisa disimpan, biasanya aku tulis.

 

Termasuk kemarin, pas agak sensi, dan nulis pakai bahasa inggris tentang membuka diri. Satu hal yang aku rasa sulit dilakukan.

 

Jujur aku pernah merasa menjadi seorang ekstrovert, pernah juga dicap cerewet, banyak bicara terutama dengan temen yang sudah dekat. Jadi saat ada perubahan, dan mengenali sisi lain diri yang ternyata dari kecil juga introvert, dan itu juga yang membuatku istiqomah menulis hehe, karena ada banyak hal yang ingin kutulis untuk dibaca sendiri, ketimbang diumbar dan diceritakan pada banyak orang, meski link-nya bisa diakses siapa aja sih. Ada rasa asing, saat aku melihat diriku yang lama-lama struggle untuk open-up. Apalagi saat tahu, kalau ternyata fase-fase aku memilih lari dari masalah, salah satunya karena aku sulit membuka diri dan meminta pertolongan. Saat tahu, pernah ada luka lama, yang membuatku punya trust issue, masalah tentang membuka diri jadi lebih terlihat dalam hidupku. ibaratnya, kalau dulu masalah itu ada di dalam laci yang terkunci, gak kelihatan mata. Kini masalah itu udah aku keluarin dari laci, menanti untuk pelan-pelan aku pelajari dan cari solusi, atau sekedar berdamai dan beradaptasi dengan sisi diriku yang baru, yang lebih sering diam dan selalu membelokkan topik saat momen harus membuka diri. Ataupun jika harus menjawab, selalu hanya keluar kata-kata irit, dan kalimat pendek yang menampilkan dinding tinggi di mata orang lain. Which I find it rare too, Cause I'm still not used with this version of me.

 

Balik lagi ke paragraf awal. Jadi kemarin aku bertanya-tanya tentang topik membuka diri. Lalu uniknya aku menemukan kisi-kisi jawabannya dari tulisan lama, nukil buku 7 Habit tentang sinergi. Sebuah quote sederhana yang bisa sedikit mengusir kabut di kepalaku, yang pusing mikir, gimana caranya biar aku lebih mudah melangkah ke depan dan lebih sering "membuka pintu dan jendela".

 

"Kunci dari sinergi antarpribadi adalah sinergi intrapersonal yaitu sinergi dalam diri kita sendiri. Jantung sinergi intrapersonal diwujudkan dalam prinsip-prinsip tiga kebiasaan yang pertama, yang memberikan rasa aman internal yang cukup untuk menangani risiko dari membuka diri dan menjadi rentan." - Stephen R. Covey


Kutipan tersebut mengingatkanku kenapa membuka diri itu tidak mudah. Pertama karena memang resikonya gak kecil. Kedua, karena dengan membuka diri kita menjadi rentan, lebih mudah untuk terluka, lebih mudah untuk diserang. Itu sisi negatifnya ya. Tapi sebenarnya, membuka diri juga membuka peluang untuk bersinergi dengan orang lain. Saat tahu kelemahan dan kelebihan orang lain, kita jadi lebih paham, bagaimana kita bisa bekerja sama dengan baik dan berkomunikasi dengan baik. Misal, kalau kita tahu sisi insecure seseorang, kita jadi lebih berhati-hati untuk tidak bercanda di topik tersebut. Atau misal kita tahu kelemahan seseorang, misal dia tipe yang slow respons, otomatis kita jadi gak overthinking dan memaklumi, kalau misal dia balesnya lama. Dan perlu di missed call kalau misal kita butuh fast respond.

 

Kutipan tersebut juga memberikanku gambaran solusi, saat aku merasa kesulitan untuk membuka diri. Barangkali, sinergi intrapersonalku masih perlu ditingkatkan. Jadi, daripada sekedar kesel, sebel, marah dan sedih, ngelihat kondisi diri yang semakin mundur dan semakin sulit untuk membuka diri. Aku tahu aku harus fokus ngapain. Aku harus cek lagi 3 kebiasaan pertama di 7 habits[*], belajar lagi, latihan lagi, bertumbuh lagi. In syaa Allah, dengan doa, dan ikhtiar, nanti Allah mudahkan untuk bisa merasa aman dan siap membuka diri. Bukan sekedar membuka diri untuk berkeluh kesah, tapi membuka diri, untuk berkomunikasi dan bersilaturahim lebih baik. Membuka diri, untuk bersinergi lebih baik dengan orang lain, membuka pintu-pintu kerjasama dan kolaborasi untuk mencapai kebaikan yang lebih besar. In syaa Allah.

 

***

 

Sekian. Alhamdulillah 'ala kulli hal. Rasanya melting, kalau sadar, bahwa banyak pertanyaan-pertanyaan yang mengisi hati dan kepala, lalu dengan skenario dan jalan Allah, Allah tunjukin jawabannya. Allah kasih ayat/tanda-tanda-Nya. Orang lain mungkin gak tahu, kalaupun tahu, mungkin gak bisa 100% mengerti tentang keresahan kita, pikiran-pikiran yang memenuhi otak dan menganggu tidur kita, tapi Allah tahu. Dan kita aja yang seringkali lupa untuk berdoa dan bertanya pada-Nya, meminta petunjuk-Nya. TT Padahal ini bulan-nya doa, apa yang menghalangimu untuk berdoa pada-Nya, padahal Allah tidak membatasi apapun, siapapun boleh berdoa pada-Nya, dan Allah selalu dekat.

 

Let's make a lot of dua in this special month.  Rabbana dzalamna anfusana wa inlam taghfirlana tarahmna lakunanna minal khasirin. Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa'fuanna. Aamiin.

 

Wallahua'lam.

 

***


[*] 3 kebiasaan pertama di 7 habit. Be proactive, start with the end, first thing first. Yang penasaran, boleh cek di https://betterwordforlife.blogspot.com/2019/04/mencapai-sinergi-dengan-menghargai.html di sana ada beberapa link nukil buku 7 habit yang udah aku tulis. Atau kalau mau baca bukunya langsung juga boleh. Oh ya, ada yang bilang sih, kalau ngerasa bahasa bukunya agak kaku, mending baca yang for teenager, ini aku dulu di rekomendasiin sama orang luar negri yang chattingan di tandem.

 

 

Wednesday, March 12, 2025

Mengambil Jeda

March 12, 2025 0 Comments

Bismillah. 



Nukil Buku "Yang Belum Usai | Pijar Psikologi"


***

 

"Maka dari itu, tidak ada salahnya untuk kita mengambil jeda. Menyadari dan mengamati bagaimana keadaan di dalam diri.

 

Apakah diri kita sudah cukup cinta?

Apakah kita sudah benar-benar mencintai diri kita?

Apakah kita sudah tidak lagi mencari cinta dan pengakuan dari dunia?

 

Apakah kita sudah mengizinkan diri kita untuk merasa menderita lalu menerimanya sebagai bagian dari perjalanan hidup kita?

 

Sudahkah kita benar-benar menyayangi diri kita? Diri yang hampir selalu ada di kala kita susah maupun bahagia, tetapi tidak jarang kita abaikan dan kita kucilkan kehadirannya di kala kegagalan melanda.

 

Sudah saatnya bagi kita untuk membuka mata, hati serta telinga, menyisihkan waktu untuk bertanya pada diri kita: Apakah kita sudah benar-benar mencintai diri kita?

 

Karena seperti hakikat sebuah proses hidup, it always start with you. Mulai dari dalam diri sendiri, termasuk dalam mencintai."

 

***

 

Keterangan: kutipan yang saya nukil di atas ditulis oleh Isnaniar Hikmah Noorvitri

Tuesday, March 11, 2025

This is not about opening up to someone...

March 11, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

So I deliver the news, and also things that have been kicking my mind when I choose to pending that news.

 

And then I see that sentence in the reply. The sentence I put in the title box.

 

Part of me want to explain, bit I'm too tired. So here I am, I choose to write here instead.

 

***

 

Aku tahu dua hal tersebut tidak ada hubungannya. Aku hanya ingin berkeluh kesah dalam kalimat ambigu. Salahku menyatukannya dalam satu pesan, seolah dua hal tersebut berhubungan.

 

***

 

It's not about opening up to someone. Yes it's not connected. The news is the news, finished.

 

And the later part, is things that I struggle the most since a long time ago. I'm just too afraid, that after this, I will be holding that door close more tight, and make sure I don't open it for a long long time before I bottle up and really need an air to breath.

 

But I hope I don't become like that..  I hope I don't become like that..  Cause I know how healthy it is to open the door often, to let go things that's been messy inside, and unravel the the thread that I have to knit.

 

But I hope I don't become like that..  I hope I don't become like that..  Cause I know how healthy it is to open the window often, and let the fresh air bring more oxigen to the dusty and stuffy room. As if it brings more space for me to breath.

 

***

 

I know it's not about opening up to someone. But it is.

 

I just can't explain it to you how it is connected somehow.

Kehilangan

March 11, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Sudah lama aku tidak berkunjung membaca arsip tulisan dan cerita di sana. Jadi saat aku tidak bisa menemukannya, aku sedikit kaget. Bertanya-tanya, mengapa memilih di deactive? Bertanya-tanya, apakah hanya pindah alamat?

 

Karena tidak menemukan arsip tulisannya, aku pun mengetik nama id pemilik tulisan tersebut. Dan anehnya, tidak ada lagi. Ya, aku tidak bisa menemukan lagi. Alamat arsip tulisan tersebut, id pemiliknya, memang sama. Maka aku bertanya-tanya, apa memang ia sedang detox sosial media? It's Ramadhan.

 

Satu hari kemudian, karena rasa penasaran yang naik, aku mulai mencari sosial media orang yang dekat dengannya. Tanpa sempat bertanya, tanpa sengaja aku menemukan fakta bahwa entah sejak kapan, ia kehilangan sosok penting dalam hidupnya. Allah telah memanggil sosok penting dalam hidupnya tersebut. Lalu aku dengan sifat N-ku (*mbti), mulai merangkai-rangkai imajinasi dan kemungkinan. Adakah ini berhubungan dengan hilang dan deactive-nya arsip tulisan dan akun sosial medianya?

 

Dari situ, aku mulai bertanya-tanya dan membayangkan berada di sepatunya. Bagaimana rasanya kehilangan sosok yang begitu berarti dalam hidup kita? Butuh berapa lama waktu untuk bisa menerima dan berdamai. Adakah kesedihan itu ia ekspresikan, atau ia sembunyikan hanya untuk dirinya dan orang-orang terdekatnya.

 

Rasanya baru beberapa hari aku membayangkan kehilangan dari cerita hidup orang lain. Tidak pernah aku sangka, bahwa aku juga akan merasakan kehilangan, yang berbeda, tapi... mungkin bisa disebut mirip. Bedanya, memoriku dengan sosok yang hilang ini memang hanya hitungan bulan. Dan bagi orang itu, memorinya adalah sepanjang hidupnya, sampai sosok tersebut berpulang.

 

***

 

Kehilangan ini... ujian ini, semoga menjadi jalanku untuk mendekat pada-Nya. Jujur aku takut, saat kutemukan diriku menyibukkan diri dengan distraksi ketimbang lebih banyak berdzikir atau mengingat ayat-Nya. 

 

Kehilangan ini... seharusnya aku mencoba belajar dari kisah-kisah dalam Al Quran. Bagaimana kesabaran indah yang ditunjukkan Nabi Ya'qub. Kehilangan anaknya, kesedihan yang hanya ia adukan pada Allah. Belajar dari doa Nabi Ayyub, bagaimana kehilangan yang ia rasakan bertubi-tubi, dari harta, keluarga, bahkan kesehatan, seolah hanya sentuhan tipis dan halus. Tidak pantas untuk mengkufuri nikmat yang hilang, saat kita tahu persis bahwa Allah menitipkan nikmat tersebut lebih lama, dan kita begitu kurang dalam menunjukkan rasa syukur kita.

 

Aku teringat juga betapa berat makna kalimat yang seharusnya otomatis keluar dari hati dan lisan kita setiap kali ada musibah atau ada nikmat yang hilang, hmm.. lebih tepatnya nikmat yang diambil kembali. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Bahwa apapun yang kita miliki, harta, keluarga, kesehatan, apapun, hanya titipan dari Allah. Maka jika suatu saat harus dikembalikan... meski tanpa peringatan dan aba-aba apapun, kita harus berusaha menerima dan tetap berprasangka baik pada rencana dan takdir-Nya. Prosesnya mungkin tidak semudah menulis rangkaian kalimat ini. Ada tangga-tangga yang harus didaki. Ada kerikil-kerikil yang menyakiti kaki. Ada bisikan-bisikan setan mengajak pikiran kita melayang dengan kata "andai.. kalau saja..", dll. Penyesalan yang muncul. Memori yang membawa kesedihan. Dan semua hal yang menjadikan kehilangan terasa begitu pahit. Semoga semuanya bisa terlewati dengan cara yang benar.

 

Terakhir, pertanyaan untukku. Saat shalat dan puasa tidak bisa kau lakukan, mau kau isi dengan apa malam-malam dan siang-siang Ramadhan mu? Relakah kau menenggelamkan diri dalam distraksi hanya karena ingin menghambarkan hati yang terasa sepat? Ataukah kau beranikan diri menghadap kaca, dan mulai memperbaiki diri yang begitu compang-camping dan kotor? Bukankah Ramadhan momen yang tepat untuk meminta ampunanNya? 


Allahumma innaka 'afuwuun tuhibbul afwa fa'fuanna.. Aamiin,

 

Wallahua'lam bishowab.

Tuesday, March 4, 2025

Sudahkah Membaca Al-Qur'an dengan Tadabbur dan Tafakkur?

March 04, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

-Muhasabah Diri-

 

Sebuah pengingat pentingnya membaca Al-Qur'an dengan tadabbur dan tafakkur #daribuku Air Mata Pembaca Al-Qur'an - Muhammad Syauman Ar-Ramli, AQWAM

 

***

 


 

Ibnul Qayyim dalam Miftah Daris Sa'adah (I/187) menulis,

"Tidak ada yang lebih bermanfaat bagi hati daripada membaca Al-Quran dengan tadabbur (mempelajari) dan tafakkur (memikirkan).

Membaca dengan cara seperti inilah yang akan membuahkan rasa cinta, kerinduan, rasa takut (kepada siksaan Allah), pengharapan (kepada surga), inabah, tawakal, ridha, kepasrahan, syukur, sabar, dan seluruh keadaan yang menjadi faktor hidupnya hati dan kesempurnaannya.

Membaca dengan cara seperti ini juga akan mengingatkan dari segala sifat dan perbuatan yang tercela. Sifat dan perbuatan yang dapat merusak hati dan membinasakannya. Seandainya orang-orang mengerti faedah membaca Al-Qur'an dengan tadabbur, niscaya mereka akan menyibukkan diri dengannya, tidak mempedulikan aktivitas lainnya.

Apabila ia membaca Al-Qur'an dengan tafakkur, lalu melewati ayat yang dia butuhkan untuk mengobati penyakit hatinya, pasti dia akan mengulang-ulangnya lebih dari seratus kali, meskipun dihabiskannya waktu semalaman. Membaca satu ayat dengan memikirkannya dan memahaminya lebih baik daripada membaca seluruh ayat sampai khatam tanpa mentadabburinya dan memahaminya.

Ia juga lebih bermanfaat bagi hati dan lebih bisa diharapkan menambah keimanan dan membuat pembacanya dapat mengecap manisnya Al-Qur'an. Membaca Al-Qur'an dengan tafakkur adalah pangkal sehatnya hati.


***

 

Kalau membaca quran-nya saja aku masih struggle dan butuh paksaan, gimana aku bisa membaca dengan tadabbur dan tafakkur?

 

Mulailah dari ayat-ayat yang familiar dan pendek. Kalau butuh support system, gabung dengan komunitas, entah itu komunitas quran journal, atau komunitas tadabbur quran. Siapapun bisa membaca quran dengan tadabbur dan tafakkur, Allah sudah memberi bekal otak dan akal untuk kita. Sesederhana membaca terjemah kemudian merenungi, mencari video penjelasan ayat tersebut dari ustadz/ustadzah, membaca tafsir, bertanya-tanya dari ayat ini, bagaimana mengamalkannya, apa doa yang bisa dipanjatkan, dll.

 

Mumpung bulan Ramadan, bulan diturunkannya Al Quran, mari reconnect lagi dengan Al Quran. Mulailah dengan langkah kecil, sembari berdoa semoga Allah mudahkan. Jika merasa lemah sendiri, jangan ragu untuk cari teman atau komunitas. Jangan membandingkan dirimu dengan orang lain, everyone is doing on their own pace, and it's okay to start slow and small. Allah tidak melihat dari besar kecilnya, tapi dari ketulusan dibalik amal tersebut.

 

Mari saling mendoakan, semoga Allah memudahkan kita untuk terhubung kembali dengan Quran. Membaca lagi Al Quran, bukan sekedar membaca saja, tapi dengan tadabbur dan tafakkur. Allahummarhamna bil quran. Aamiin.

 

Wallahua'lam.

Sunday, March 2, 2025

Sudahkah Menerima Diri Kita Sepenuhnya?

March 02, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Nukil Buku "Yang Belum Usai | Pijar Psikologi"

 


***

 

Lanjutan dari bahasan self-awareness dan self-compassion adalah self-acceptance. Bagaimana kita bisa tahu apakah kita sudah melakukan self-acceptance? Atau kita masih perlu waktu dan usaha lebih untuk mencapai itu? Berikut ini disebutkan dalam buku tentang cara mengecek apakah kita sudah menerima diri kita.

 

Pertama, dengan berbincang dan bertanya pada diri, mencoba menjawab dengan jujur pertanyaan-pertanyaan terkait self-acceptance.



Tanyakan pada diri sendiri di depan cermin terkait hal-hal yang ada dalam diri kita, seperti
"Apakah aku menerima bentuk wajahku?",
"Apakah aku menerima bentuk tubuhku?",
"Apakah aku menerima kemampuan dan keahlianku?",
"Apakah aku menerima emosi-emosiku?",
"Apakah aku sudah menerima diriku yang sebenarnya?",
"Apakah aku sudah bisa menerima apa pun kekuranganku?".



Pertanyaan-pertanyaan semacam itu akan membantu kita dalam memahami sejauh mana penerimaan kita terhadap diri sendiri.

 

Seseorang yang telah menerima dirinya, tidak lagi mencoba memberikan alasan terhadap hadirnya kekurangan-kekurangan dalam dirinya. Seseorang yang telah menerima dirinya juga sudah tidak merasa perlu memitigasi atau mengacuhkan kekurangan tersebut.

 

Selain pertanyaan-pertanyan di atas, kita juga perlu bertanya apakah kita sudah menerima luka batin kita. Kenapa kita perlu sadar dan menerima luka batin kita? Karena seringkali, yang membuat kita belum bisa mencapai self-acceptance adalah karena luka batin menghalangi kita dalam menerima diri sendiri.

 

...penerimaan terhadap diri yang terluka, dengan merangkul luka tersebut hingga kita mampu memulihkannya dan merasa tenang apabila mengingat peristiwa yang melukai kita. Kita telah sepenuhnya menerima diri kita yang terluka, menerima peristiwa yang menyakitkan kita, menerima orang-orang yang telah menyebabkan kita terluka, dan melepas mereka semua hingga kita terbebas dari belenggu derita.

 

***

 

Selain lewat dialog jujur dengan diri sendiri. Kita juga bisa tahu kita sudah melakukan self-acceptance dengan melihat sikap/perilaku kita. Sudahkah kita melakukan ciri-ciri ini?

 

💚 Ketika kita mengalami kegagalan dan menyadari bahwa kita melakukan kesalahan. tapi tidak merasa bahwa diri kita adalah kegagalan (failure)

 

💚 Menerima apa adanya bentuk tubuh serta menyadari bahwa kita mungkin pernah mengalami gangguan makan dan menyadari kalau kita butuh memperbaiki hal tersebut.

 

💚 Menyadari bahwa kita tidak ahli di bidang A meskipun kita sangat ingin, dan menyadari kita lebih ahli di bidang B.

 

💚 Mencoba untuk mencari negative belief dan distorsi kognitif kita serta menyadarkan diri bahwa hal tersebut tidak benar.

 

💚 Tetap tenang saat kita teringat atau dihadapkan dengan memori terkait luka


***

 

Terakhir, pengingat untuk diri dan siapapun. Ketahuilah, self-acceptance adalah proses yang panjang. Jadi untuk mencapainya ada banyak anak-anak tangga yang harus kita daki. Nikmati prosesnya dan bersabarlah pada diri. Semoga nanti kita akan merasakan manisnya, saat kita bisa berhenti membenci diri dan mulai menerima diri kita sepenuhnya. Aamiin.

 

Wallahua'lam. 


***

 

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

 

Wednesday, February 26, 2025

Bella Masih Nulis? (2)

February 26, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Orang yang sama, dengan pertanyaan yang sama.  Bedanya saat ini lewat telepon, saat ia berbincang dengan kakaknya yang sedang berkunjung ke Purwokerto, dan aku mendekat sebentar karena hendak sekedar menyapa.

 

I hate the question, not because it is rude or anything. But it stab right through the core. Cause it's been a while since I write.

 

Tapi tentu saja, saat pertanyaan itu dilemparkan, aku menangkapnya dengan senyum tipis dan jawaban yang persis sama. Pertanyaan dejavu. Aku jawab masih di blog. Seseorang di sampingnya menimpali, bahwa aku juga menulis di instagram. *ah, kapan terakhir post di ig betterword? Masih hutang 6 tulisan tentang palestina. Baru kemudian bisa move on buat konten baru. >< Jujur rasanya tersindir dan malu sendiri. I've been hiding for too long, distracted and forget that I should be more productive in writing and making content instead of consumming too many shorts, reels, and other's stories.

 

Lalu tiba-tiba ia memberikanku saran, coba nulis tentang topik A. Aku hanya diam tersenyum. Kakaknya yang berada di sampingku menimpali dengan canda. Semua tertawa kecil, hanya aku yang diam-diam getir karena aku tahu, aku dan menulis sedang tidak baik-baik saja.

 

***

 

Kutuliskan pertanyaan ini sebagai pemantik, pengingat untuk diri. Ayo nulis lagi. It's 2025. It's almost Ramadhan. You're getting old. Begitu sulitkah untuk kembali produktif menulis lagi? Berhenti memutar ide dan menulis di kepalamu. Tuangkan dalam kata dan gerakkan jemarimu. Ada banyak hal yang bisa ditulis. It's better to write than wasting your time on useless things. ><

 

Tarik nafas, hembuskan. Kuatkan tekad. Ayo menulis lagiiii!

What is Stopping You?

February 26, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

 

Dalam sebuah podcast, sang host bertanya kepada tamu-nya, "Apa yang harus dilakukan saat seseorang ingin dekat lagi dengan Al Quran?"

 

Sebuah pertanyaan yang beberapa kali pernah terlintas di otakku, dan pernah aku coba tuliskan, meski berhenti di beberapa kalimat awal, kemudian tersimpan dan sering terlupakan di rak draft blog ini.

 

 


Dulu, saat menulis draft ini, aku sebenarnya hanya ingin sharing tentang masa-masa dulu, saat aku jauh dari Quran, kemudian berusaha untuk dekat lagi. Sesederhana mendengarkan ulang video muratal ayat tertentu dengan visual ayat dan artinya. Atau memegang mushaf, kemudian terhenti dan tidak bisa membukanya, akhirnya cuma bisa memeluknya dan berdoa. Atau mengulang hafalan dari surat terpendek, An-Nas, ikut lagi kelas setoran hafalan online. Sering-sering ke masjid, masjid random, duduk termenung berdoa. Atau duduk di dekat orang yang sedang membaca quran dll. 

 

Saat aku mendengar pertanyaan yang sama, aku begitu mengantisipasi jawabannya. Aku mungkin bisa menuliskannya di draft-ku. Karena jujur, kalau cuma sharing pengalaman, takutnya ada yang salah dari cara-ku, atau mungkin kurang tepat. Kalau ada jawaban dari orang yang lebih berilmu, bukankah itu lebih baik?

 

Tapi uniknya, daripada menjawab pertanyaan tersebut. Tamu podcast tersebut justru malah bertanya balik. "What is stopping you?"

 

Satu pertanyaan ini membuatku terdiam, bukan kecewa, tapi justru ngerasa jleb dan mengena. Apalagi saat mendengarkan podcast tersebut "jarak"-ku dengan Al Quran sedang jauh, dan aku masih jatuh bangun untuk mencoba mendekat lagi pada Al Quran.

 

What's stopping you? Apa yang menghentikanmu? Itu dulu yang perlu dijawab. Apa yang membuatmu menjauh dari Al Quran? Apa yang membuatmu ragu dan berat mendekat pada Al Quran?


Menurut beliau, jika kita hendak mendekat pada Al Quran. Kita hanya tinggal melakukannya saja. Kita tidak perlu banyak berpikir atau bertanya-tanya. Lakukan saja.

 

***

 

Dan jika memang ada yang menghalangimu mendekat pada Al Quran, cobalah jujur pada diri. Jika itu dosa, maka bertaubatlah. Jika itu keangkuhan, maka rendahkanlah hatimu. Jika itu perasaan hina dan tidak pantas, hapuslah dan jangan dengarkan was-was setan tersebut. Al Quran adalah surat cinta dari Allah untuk kita. Wahyu yang Allah turunkan untuk semua manusia, bukan cuma orang-orang suci. Bentuk Rahman pertama dari-Nya, yang Allah sebutkan setelah asma Ar Rahman.

 

Jadi apa yang menghentikanmu untuk mendekat pada Al Quran?

 

Ambil langkah pertamamu mendekat pada Al Quran, lewat cara manapun, boleh lewat mendengarkan muratalnya, membacanya, mendengarkan kajiannya, lewat cara apapun. Nanti Allah akan mudahkan dan bentangkan jalan-Nya, dan kita akan merasakan betapa manisnya rahmat Allah. Wallahua'lam bishowab.

 

Allahummarhamna bil Qur'an.. Allahummarhamna bil Qur'an.. Aamiin.