Off and On Slowly
Bismillah.
Sudah hampir 3 bulan aku tidak membalas surat-surat di Slowly, dan jujur ada rasa bersalah. Kenapa? Karena di profil Slowly-ku, aku aktifin tanda kapan terakhir online. Dan aku sebenarnya tiap hari tetep buka Slowly. Bukan untuk membalas surat, tapi hanya untuk membaca surat-surat terbuka yang tiap hari di update, untuk pengguna non-pro, tiap hari bisa baca 3 surat terbuka. Dan jujur, rasanya menyenangkan, ibarat berkenalan dengan orang baru, melihat sudut pandang mereka, kadang ada yang menarik, ada juga yang membosankan sih. Bisa juga mirip-mirip kaya baca blog orang. Blog ya, beda sama medium, medium padahal banyak banget tulisan, tapi males bacanya, karena kaya baca artikel >< gak ada sisi personal. Ya, ada sih tulisan yang ada sisi personal, tapi gak sebanyak dulu waktu aku banyak blogwalking.
Anyway, di bulan November ada surat baru masuk. Kalau sebelum-sebelumnya, surat yang masuk tidak menggerakkan hatiku untuk aktif lagi di Slowly, surat yang satu ini cukup membuatku ingin membalasnya.
Aku membalas suratnya tanggal 14 November. Satu surat, lalu dia balik balas. Lalu keinginanku untuk aktif di slowly hilang lagi. Sampai bulan Desember awal aku akhirnya menulis surat minta maaf karena mungkin bakal off on di slowly. Anehnya, setelah suratnya dibuat, dari sekian banyak surat yang belum dijawab, ternyata kebanyakan orang baru, dan yang udah beberapa kali kirim-kiriman surat cuma satu. Dan ini yang membuatku menulis di sini.
***
Jadi aku kirim surat minta maaf, dan hasilnya? Centang satu coba. Jujur bersalahnya jadi bertumpuk. Her name is Erin. She's older than me. We shared quiet a lot letter in my pov. Not that many, but each letter is a long letter.
I don't know why she haven't read my letter. Entah karena namaku sudah dihapus dari list teman slowly. Atau karena memang dia udah lama gak buka slowly. Perasaan bersalah itu yang membuatku memberanikan diri untuk mengirim satu surat lagi untuknya, walaupun mungkin surat itu gak akan dibaca olehnya.
Jujur, karena dia, aku jadi banyak tahu buku-buku puisi berbahasa inggris. Kenal Emily Dickinson dari dia. She loves nature, she's an introvert, she lives with her dog name Sam. Surat terakhir yang dikirimnya, dia cerita tentang eksperimennya untuk membuat apple cake.
Saat aku mengirim surat lagi, setelah surat permintaan maaf, ada perasaan aneh. Sedih karena mungkin ia tidak membacanya, tapi sebagian hatiku seolah merasa mungkin lebih baik memang tidak dibaca. Bagiku, mengirim surat yang tidak terbaca itu lebih mudah. Aku bisa lebih terbuka dan tanpa beban bercerita banyak hal. Berbeda saat tahu bahwa ada yang membaca di sana. Sadar tidak sadar, aku meminimalisasi bercerita tentang diri, ya walau tetap terbuka, tapi aku masih saja berada di balik pagar. Entah karena ini kebiasaan nulis di blog, yang kemungkinan gak ada yang baca, atau kalaupun ada, kita gak tahu siapa yang baca, mesin atau orang. Tapi surat kan berbeda. Mungkin karena itu juga aku sering memilih menunda membalas surat di Slowly. Padahal tanpa menunda pun, suratnya pasti hadir terlambat, kan namanya slowly. Entahlah, aku juga bingung pada diri. Di satu sisi ingin terhubung dengan orang lain, tapi di sisi lain, ingin seperti di blog saja. Baca open letter, seperti blogwalking. Lalu menulis surat tanpa benar-benar terhubung. Tapi di sisi lain, padahal asik juga kalau beneran bisa berkomunikasi dengan orang asli di bagian bumi lain, bertukar pikiran, siapa tahu bisa saling membantu, barangkali surat-suratku bisa minimal mengurangi stereotipe muslim yang ditunjukkan di media mainstream barat.
Oh ya, aku tiba-tiba teringat tentang bahasan interaksi sosial di era sosial media. Sebagai makhluk sosial, perubahan era ini mempengaruhi banget psikologis kita setiap berinteraksi dengan orang lain. Sedihnya, banyak yang bisa punya relasi yang bisa ngobrol panjang dan dalam. Interaksi di sosmed kan gitu ya, instan dan cepat. Setiap orang sangat sibuk dengan kehidupan masing-masing. Kenal atau tahu kabar seringkali cuma sekedar dari apa yang di upload di story, atau di post di sosial media. Padahal manusia itu butuh koneksi yang lebih dari sekedar itu. Dan pencarian koneksi yang dalam itu makin sulit di jaman sekarang.
***
Terakhir, sembari menulis ini, aku jadi menyadari bahwa surat-surat yang kukirim di Slowly mayoritas panjang-panjang. Entah karena terlalu banyak yang kusimpan sendiri, sehingga sekalinya ada kesempatan untuk menulis, jadi nulis panjang. Atau sekedar kebiasaan bernarasi panjang saja. Seperti chat di wa-ku yang seringkali tanpa sadar beberapa kalimat baru di enter, Kesadaran baru itu membuatku ingin mengingatkan diri, agar lebih banyak nulis di blog saja. Di sana, di slowly, let's write faster but shorter. Tidak semua orang betah membaca surat panjang dan membosankan. Tapi di sini, kamu bebas menulis panjang.
Satu lagi, alhamdulillah. I'm grateful for every friend I met in life, directly or indirectly. Seperti yang disebutkan dalam salah satu ayat Al Hujurat, ehm, inget ayatnya gak? Hehe. Semakin banyak kita mengenal orang lain, kita akan belajar kelebihannya dan kekurangan kita, begitu sebaliknya. Semoga dengan itu kita bisa belajar menjadi pribadi yang lebih baik. Aamiin.
Wallahua'lam.








.jpg)





