Follow Me

Tuesday, December 12, 2017

Gapapa Kok

Bismillah.

#fiksiku

Benar, bahwa keputusanku ada di tanganku. Orang lain tidak berhak untuk bertanya atau memaksa. Benar, bahwa tidak perlu ada penyesalan atas keputusan yang sudah dibuat. Seperti yang diucapkan seorang perempuan padaku, suatu pagi dalam barisan kalimat di sebuah chat.

"No, Bel. Kamu gak boleh ngerasa salah sama keputusanmu. Kamu sekarang harus gerak nyari solusi atau mikirin kedepannya mau ngapain"

"Yang boleh disesali hanya dosa kepada Allah dan manusia", tambahnya.

"Percaya deh, nyesel atau ngerasa bersalah itu justru membawa energi negatif kecuali nyesel atau ngerasa bersalah karena dosamu sama manusia dan Tuhan"

Aku saat itu membaca kalimat itu, dengan mata berkaca-kaca. Saat itu perempuan jelita tersebut sedang bergelut dengan ujiannya sendiri. Sakit yang mendera tubuhnya ternyata justru menguatkan kejernihan pikirannya. Kata-katanya sampai ke hatiku dengan lembut.

"Ini hidup kamu. Kamu yg nentuin. Aku yakin sama kamu :)"

Kalimat selanjutnya yang ia ketik membuatku tersenyum dan menjawab dalam hati, there's nothing friend like you J

"Kamu gausah risau kalo ada temen-temen kayak aku yang nanya-nanya. Gausah juga maksain diri cerita masalahmu ke orang lain yg belum tentu bisa ngasih solusi."

Kujawab ringan, "You're one of my unique friend. Gak ada duanya. Justru aku cerita, karena kamu yang tanya."

***

Kupandangi dua buah aplikasi chat. Tertera angka dua dan empat. Diaplikasi biru, ada empat pesan tak terbaca, yang tentunya tidak aku balas. Diaplikasi berwarna hijau pupus ada dua pesan tak terbaca. Keduanya, dari orang yang sama. Orang, yang sebenarnya aku tidak pernah mengenalnya secara personal.

Jika mengingat pernyataan perempuan tentang sesal yang hanya boleh atas dosa kita terhadap Allah dan manusia. Mungkin ini salah satu hal kecil, yang membuatku tidak berhenti menyesal. Nyatanya, faktanya, ada yang terluka atas keputusanku. Ada yang terzalimi, karena keputusanku. Mungkin orang itu, nama yang tertera di unread message itu, juga termasuk orang yang aku berhutang permintaan maaf padanya.

Siang itu, lewat sebuah pesan lain, yang mengingatkanku bahwa aku harus bergerak dari milestone satu ke milestone berikutnya. Aku akhirnya memutuskan untuk membuka, dan membaca pesan yang terabaikan lima bulan lamanya.

Kutulis kalimat singkat dan padat. Berisi permintaan maaf, dan sedikit penjelasan mengapa aku tidak bisa merespon pertanyaannya. Kusalin kalimat yang sama, kukirim pesan sama persis lewat dua aplikasi berbeda.

***


"gapapa kok"

":)"

Beban itu seolah terbang seiring responnya aku baca. Dua kata singkat, diiringi emoticon senyum. Bukan stiker, bukan emoticon bawaan aplikasi. Tapi emoticon yang tersusun dari dua tanda baca. Titik dua, kurung tutup.

***

Pelahan, mungkin tidak bisa cepat. Rasa sesal yang masih tertinggal ini, mungkin akan terhapus. Aku cuma perlu berusaha mendaki satu demi satu milestone. Dosa pada Allah, harus terus menerus ditaubati, diistighfari. Dosa pada manusia, selain taubat kepada Allah, juga harus meminta maaf kepada yang bersangkutan.

Aku nyatanya, cuma manusia biasa yang punya banyak dosa. RahmatNya menutup rapat sehingga hanya aku dan orang tertentu yang diizinkanNya untuk tahu.


Aku.. cuma salah satu dari keturunan Adam. Yang belajar, dan akan terus belajar, bagaimana menjadi manusia yang bertanggung jawab akan kesalahan yang diperbuat. Berharap kelak, mati dalam keadaan terbaik menghadapNya. Berharap kelak, diizinkan mencicipi Jannah-Nya, yang lebih luas dari langit dan bumi.

The End.

***

PS: Lama rasanya tidak menggunakan hashtag #fiksiku, lebih sering menggunakan hashtag #fiksi. Mau tahu bedanya apa? #fiksi hanya fiksi, mungkin inspirasinya dari kejadian nyata, tapi hanya fiksi. Fiksiku, lebih banyak dari kisah nyata, disajikan dalam tulisan ala fiksi. Tapi keduanya, sebenarnya cuma potongan saja, tidak pernah bisa menggambarkan kejadian asli yang menjadi inspirasi awalnya, atau tidak pernah bisa melukiskan detail kisah nyata nya.

PPS: Ga sesulit itu menulis panjang di aplikasi hp ternyata hehe. Tulisan ini, bukan by Isabella Kirei, tapi by The Magic of Rain ~

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya