Follow Me

Monday, April 9, 2018

Harusnya Ga Ditulis (Versi Kalem)

Bismillah.
#curhatsemua
-Muhasabah Diri

Sebelumnya, saya sudah pernah menulis tulisan dengan judul mirip, versi sensiMe. Nulisnya saat itu benar-benar sensi, nangis bombay lebay. Cuma sebentar aja up, lalu saya down-kan lagi, pindah ke draft. Linknya tapi ada, meski ga bisa di akses.

***

Berawal dari percakapan di aplikasi messaging.

".......kalau ke Bandung, harus ulang ******* ** dari awal kayanya hehe (:", tulisku setelah sebelumnya menjawab pertanyaannya tentang aktifitas terkiniku. 

"Ada jadwal ke Bandung? Sama suami?"

"hehe. Pengen ke Bandung silaturahim, ada beberapa temen yang ngajak ketemuan. Suami belum ada teh hehe. Tapi mungkin belum tahu kapan(-ke Bandung)nya," jawabku saat itu. Saat aku belum tahu, kalau ternyata rencana ke Bandung awal April ini akan terealisasikan.

"Owh bella belum nikah, soalnya waktu itu ada info", jawabannya membuatku menyernyitkan dahi.

Info? Info apa? Dari siapa? Info hoax? Dipercaya aja? Ga tabayyun? Dan segala kesensian lainnya berlalu lalang di otakku.

"Rumor kali ya teh? hehe", kujawab, berusaha menenangkan rasa sensiku.

"Owh... Wallahua'lam *emot tertawa dengan mata tersenyum"

"In syaa Allah aku kabarin teh kalau nikah. Ya, masa ga ngabarin teteh,(-dan) teh *****? Setelah bertahun jadi ***** bandel hehe"

"Aamiin"

Ya berawal dari situ. Saat itu... aku heran dengan diriku sendiri. Sebelumnya yang aku takutkan akan tersebar adalah fakta, fakta pahit tentangku, yang rasanya lebih baik ga perlu ada yang tahu atau bertanya. Tapi saat yang terjadi, yang tersebar adalah info hoax, rumor, bahwa aku menikah, ternyata hal itu juga menyakiti diriku. Saat itu. Sekarang alhamdulillah udah kalem dan bisa merasionalkan semua.

Ya, saat itu rasanya begitu sakit membaca berulang dua kata, "ada info". Aku yang sensi saat itu, membuat otakku yang dikelilingi pikiran buruk. Ditulisan sebelumnya, versi sensiMe, aku bertanya-tanya, bagaimana seseorang memilih mengiyakan info yang tak jelas sumbernya ketimbang cross-check infonya ke aku. Sesulit itukah, sekedar memastikan dariku? Atau memang ia tak peduli? Aku hanya seorang yang tidak berarti, maka saat "ada info" tersebut, ia hanya membatin, atau menjawab "oh". Selesai, dan informasi itu ditelan saja.


Saat ini... ketika perasaan sudah lebih kalem. Aku sadar, bahwa aku tidak berhak bertanya dan menyalahkan teteh tersebut, atau siapapun yang salah sangka, atau dapat info ini itu tentang diriku, terlepas benar atau tidaknya info tersebut. Aku sadar, mereka punya hidupnya sendiri, dan aku bukan salah satu 'tokoh pendukung' di hidupnya, ibaratnya mah, aku cuma cameo, yang pernah hadir, sebentar. Jadi wajar, saat ia memilih menerima saja, dan tidak langsung tabayyun.

***

Awal mula jadi kalem dan ga sensi. Adalah saat aku merealisasikan pergi ke bandung, sama adik. bukan sama suami hehe. 

Qadarullah bertemu seorang teman, akhawat asli cilacap (Sebut saja C), sendirian karena teman perjalanannya H-2 mendadak cancel ikut ke Bandung. Tujuan kami sama, ingin hadir dan bertemu dan silaturahim dgn seorang ukhti yang sama. Aku ajakin ke salman bareng, ada mabit GSJN April, aku sebutin kalau aku ke bandung sama adik.

Singkat cerita, dua hari kemudian, saat aku sedang perjalanan pulang. Aku chat seorang ukhti, yang jadi tujuan utama perjalananku ke bandung. "Kemarin ketemu sama C?" tanyaku. Ia menjawab, "Iya. C kaget loh, dikiranya kemarin kamu sama suami." Aku tersenyum membacanya.

Lalu teringat tulisan sensi yang aku balikin ke draft. Rasanya semua jadi masuk akal. Mungkin justru diamnya dan sikapnya sekedar menerima saat "ada info" aku menikah adalah bentuk husnudzon-nya kepadaku.

Mungkin seseorang pernah melihatku dengan adik. Pilihannya ada dua, mengira adikku suamiku, atau mengira adikku pacarku hahaha. Pilihan kalau adikku adalah adikku itu sulit untuk orang yang tidak kenal silsilah keluargaku.

Lalu semuanya perasaan sensiku saat menulis postingan yang lalu seolah berubah suhu secara drastis.

Bukan ia yang salah, tapi mungkin aku yang salah. Aku yang kurang pandai menjaga komunikasi, aku yang abai menerangkan bahwa laki-laki yang kadang terlihat bersamaku di Bandung adalah adikku. Adikku yang selalu siap sedia mengantar dan menjemput kakaknya ke dan dari Bandung. Agar sang kakak terhindar dari safar sendirian.

***

Seorang bertanya, adikmu yang mana ya? Yang tinggi? Iya, yang tinggi, wajahnya mungkin ga mirip sama aku. Ia juga tidak memanggilku dengan sapaan 'Mba', bukan karena tidak tahu adab, ia hanya tidak terbiasa. Aku juga, tidak masalah disapa nama oleh adikku tanpa embel-embel mba. Justru aneh rasanya saat ia berbicara dengan orang lain dan menyebutku Mba Bella. hahaha.

Aku mungkin ga bisa mengupload wajahnya di sini, mengingat ia termasuk ikhwan yang memilih tidak upload foto di sosial media. 

***

Maaf kalau tulisannya curhat semua, sudah dikasih tag kan ya? hehe.

Maafkan aku yang pernah berburuk sangka. Saat itu, aku terlalu baper, sensi karena merasa jadi tertuduh, sensi bagaimana info hoax bisa diterima begitu saja. Padahal kalau aku mau berpikir lebih positif lagi. Sebenarnya percakapan tersebut adalah cara Allah menyambungkan lagi silaturahim diantara aku dan sang teteh. Allah yang ingin meralat infonya. Toh sekarang tetehnya tahu info yang benar.

Padahal kalau aku mau berpikir lebih positif lagi. Sebenarnya ucapannya tentang aku ke bandung bersama suami, bisa jadi sebuah doa.

Sungguh, jika silaturahim ini renggang, yang koyak adalah imanku. Maafkan aku ya teh, atas kelemahanku. Aku perlu banyak belajar berbaik sangka, dan pelru banyak belajar agar tidak terlalu sensi hehe.

***

Terakhir, barangkali setelah baca tulisan ini masih ada yang salah tangkap. Izinkan aku menggaris bawahi. Yang membuatku sensi saat bukan keyword "bersama suami" tapi keyword "ada info".

Aku mungkin masih terlalu terikat dan khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan tentangku dan kenyataan yang sebenarnya.

Aku mungkin masih sering lupa, bahwa aku bukan tokoh utama, bukan pula tokoh pendukung, aku.. di hidup orang lain, hanya cameo saja. Sekedar orang lewat saja. That's it.

Aku mungkin masih sering lupa. What people think of me, the information they have about me in their head, whether it's true fact or a false information. Whatever they know about me. How they see me as a person. It really doesn't matter to me, it shouldn't have been bothering me. Allah will not question me about that.

Aku masih perlu banyak belajar, banyak memperbaiki diri. Semoga kejadian ini bisa kuambil hikmahnya. Jangan cuma sensi, kalem dikit, in syaa Allah ada banyak hikmah yang menanti.

Wallahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya