Pada momen mana aku harus berhenti diam, dan mulai bersuara? Rasanya ingin ada di sampingnya saja, dan menjadi teman yang ia bisa cerita banyak hal, berusaha untuk menjadi sosok yang tidak mudah menghakimi. Tapi aku tahu, aku bukan teman yang baik kalau aku diam saja saat melihatnya makin jauh jatuh. Seharusnya aku bersuara, mengulurkan tangan. Meski aku sendiri sedang jatuh bangun dengan masalah sendiri.
Lebih mudah rasanya, membiarkan diri menjadi sosok yang egois dan tidak peka. Ketimbang menjadi sosok yang peduli dan membantu. Berkali-kali aku baru bersuara saat ada yang bertanya. Tidak bisakah aku berhenti diam, dan mulai aktif bersuara. Tentu suara yang perlu ia dengar bukan ceramah A-Z. Aku tahu dan yakin, ia sudah tahu. Tapi suara lembut yang bisa menjadi pengingat untuknya. Suara yang mampu menyentuh hatinya.
***
Menulis ini, aku bertanya-tanya pada diri... bagaimana mungkin aku bisa menawarkan bantuan, saat aku sendiri dalam posisi butuh bantuan untuk bangkit? Atau pemikiran ini, hanya sebuah excuse dari diri yang egois. Aku tidak tahu.
Yang aku tahu, aku bisa segera berlari padaNya, minta bantuanNya, pun minta diberikan kekuatan atau kemampuan, agar bisa berhenti diam, dan bersuara. Bersuara yang tidak menyakitinya.
Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya