Saat itu, sekitar 30 menit sebelum waktu shubuh. Aku sengaja masuk ke dalam masjid, ingin menjauh dari keramaian. Agak kaget, saat kutemui seorang nenek menggunakan mukena putih di shaf terdepan akhwat yang dibatasi hijab bertuliskan nama masjid tersebut. Nenek tersebut melihatku kemudian berbicara padaku. Mungkin karena usianya sudah lanjut tak dapat kutangkap dengan jelas suaranya. Ia menggunakan bahasa jawa, sedikit kutangkap sattu dua kata. Tangannya menunjuk ke pintu di belakangku. Aku mengerti, ia memberitahuku agar membuka pintu tersebut. Tadi aku memang masuk melalui pintu tengah, yang seharusnya menjadi jalur masuk ikhwan.
Setelah selesai membukanya, kulihat nenek tersebut berjalan melewatiku, ia menyalakan lampu, membuat ruang utama shalat lebih terang. Saat kembali ke tempat semulanya, ia memberitahuku, dengan suara yang masih tidak bisa kutangkap dengan sempurna. Intinya ia tahu, bahwa buku bersampul hijau ini hendak kubaca, dan ia menyalakan lampu agar terang. Sekitar lima menit selanjutnya, ibuku duduk di sampingku, pun beberapa orang lain. Shubuh masih lima belas menit lagi, belum ada tanda-tanda pengurus masjid yang hadir.
***
Pagi itu bulan sabit menghias langit. Memang sudah memasuki akhir bulan Muharram. Pertemuanku dengan seorang nenek di masjid tersebut membuatku banyak berpikir
Tentang nenek itu.. sejak kapan ia di sana? Sejak dini hari kah? Saat udara masih dingin menusuk kulit? Apakah ia tinggal sendiri? Apakah baginya, masjid yang lebih nyaman daripada berdiam sendiri di dalam rumah? Allah memanjangkan umurnya, namun fitrah penyakit tua itu terlihat jelas di dirinya. Mulai dari suaranya, bentuk tubuhnya yang kecil, tulang belakang yang miring dan sedikit bungkuk, gerakan tubuhnya yang pelan.
Pertemuanku dengan seorang nenek di masjid tersebut membuatku banyak berpikir. Tentang AyatNya, bagaimana ia menciptakan manusia, dari lemah, lalu diberikan kekuatan lalu lemah lagi. Pernah memperhatikan, bagaimana tubuh manusia, sejak lahir, kecil, besar lalu mengecil lagi? Seolah pelan-pelan titipan kekuatan dari Allah menyusut satu per satu. Bukan hanya rambut beruban, gigi yang tanggal, tapi juga otot yang menyusut dan tulang yang mengecil. Aku jadi berkaca pada diri, akankah aku menemui masa tua? Lalu aku juga teringat, bahwa bertanya tentang masa depan itu boleh, tapi jangan sampai melupakan fokus masa sekarang. Ya, masa muda ini, saat kekuatan ini masih Allah berikan, aku salurkan kemana? Otak, raga yang masih bekerja dengan baik ini... sudahkah kugunakan untuk menghamba padaNya? Jika sudah, apakah hanya di titik minimal, hanya sekedarnya?
***
Nama masjjidnya, Masjid Jami' Al Ikhlash Brongsongan, saat itu.. qadarullah Allah masih mengizinkanku shalat, dan masuk bertemu nenek tersebut. Nenek, yang menjadi awal pelajaran yang harus dipetik di perjalanan tersebut.
Semoga Allah memberkahi hidupnya, semoga nenek tersebut dapat menghadapNya kelak dalam keadaan terbaik. Aamiin. Sama seperti aku menginginkan mengakhiri usia dalam keadaan iman terbaik.
Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya