Follow Me

Monday, August 26, 2024

Kebencian, Memaafkan dan Berbaiksangka pada Takdir-Nya

August 26, 2024 0 Comments

Bismillah.

 


Seorang sahabat bercerita, tentang rasa benci yang sering menghantui malam-malamnya. Saat itu aku menjawab,

 

Mungkin ada luka di masa lalu yang belum sembuh. Makanya jadi benci banget. Biasanya kalau orang luka, karena siapapun. Kalau itu gak diungkapin, gak diekspresikan, cuma dipendam aja. Itu bisa jadi "bom waktu".

 

Ibarat sayur pare nih. Emang sih pahit. Tapi kalau saat itu langsung dimakan, ya udah selesai. Habis. Tapi kalau dibiarin aja, disimpen lama-lama, itu bisa jadi lebih buruk. Jadi jamuran/basi, bau, beracun. Nah perasaan manusia juga gitu. Entah sedih, marah, luka dll.. kalau pas kejadian bisa kita ungkapin, atau minimal kita ekspresiin lewat nangis sampai plong. Itu ya udah selesai. Tapi kalau misal dipendem. Nanti pasti 10 tahun, atau berapa tahun kemudian. Perasaan itu akan meledak. Dampak buruknya jadi lebih besar. Dan biasanya jadi bentuk kemarahan.

 

Kemudian ia menjawab, memberi tangkapan layar jawaban dari quora, yang menyebutkan bahwa membenci itu salah. Aku membacanya sekilas. Paham bahwa jawaban di quora tersebut memang benar. Tapi aku juga tahu, bagaimana rasanya merasakan sesuatu yang kita tahu itu salah. Bagaimana itu membuat seseorang bisa menjadi begitu membenci dirinya sendiri. Dan aku tahu, membenci diri itu salah, dan sakit, jauh lebih menyakitkan daripada membenci orang lain. Aku, tidak mau ia terlalu cepat membenci dirinya, hanya karena ada luka lama, yang membuat ia membenci orang lain.


Maka aku melanjutkan 'ceramah'-ku, berharap saat ia membacanya, ia merasa lebih baik.

 

Idealnya emang gitu. Jangan dibenci. Tapi kan setiap orang beda.

 

Ada keluarga yang punya harta terbatas. Tapi mungkin ortunya dua-duanya ekspresif. Tetep nunjukin kasih sayang/dukungan. Sering minta maaf ke anak karena gak bisa ngasih banyak dukungan finansial dll.



Itu efeknya beda. Sama keluarga yang finansialnya terbatas. Orangtua gak ekspresif dan lebih milih diem, karena nggak pengen kesedihannya dilihat anak. Trus sibuk cari uang, sampai lupa bahwa sibuknya itu karena bentuk sayang mereka ke anak. Itu pasti beda hasilnya.

 

Kasus yang kedua, ada kemungkinan anaknya merasa tidak dicintai oleh orangtuanya. Ada kemungkinan saat dewasa, karena kebenciannya pada kondisi finansial yang terbatas, membuat ia jadi membenci orangtuanya. Dan sebagaimana Islam mengajarkan kita untuk berlaku baik dan ihsan pada orangtua, bagaimana perasaan seorang anak, yang menyadari, bahwa ia membenci orangtuanya? Tanpa tahu bahwa perasaan benci tersebut sebenarnya bukan karena ia membenci orangtua? Tapi karena ia merasa tidak dicintai?

 

Aku melanjutkan rantai nasihatku,


Tapi saat kita dewasa, idealnya memang kita belajar untuk menerima dan melihat dari sudut pandang orangtua. Tapi balik lagi, kita gak bisa ngelakuin itu kalau kita sendiri belum bisa berdamai dengan diri sendiri.
 

Kalau kita udah tenang dan menerima kondisi diri. Baru, kemudian kita bisa empati dan menempatkan diri kita di sepatu ortu. Baru, habis itu jatuh bangun belajar ngerti dan belajar maafin ortu. Karena sama seperti kita yang nggak sempurna. Orangtua kita juga gak sempurna. Sama seperti kita fitrahnya yg sayang ke ortu, tapi kemudian yg keluar bentuknya malah jadi marah dll. Ortu juga gitu ke kita.

Kamu harus bisa maafin diri kamu dulu, baru kemudian maafin orangtuamu.
 

Kemudian, kujelaskan padanya pelajaran yang aku dapat selama dulu, bagaimana aku bisa bangkit setelah tergelincir di jurang dan menjadi begitu benci dan sulit untuk memaafkan diri sendiri.

Dan untuk maafin diri kita. Kita harus percaya lagi bahwa Allah menakdirkan yang terbaik untuk kita. Bahwa meski semua hal yang sekarang kita alami kesannya buruk.... Sebenarnya saat ini pun, Allah sedang menghalangi kejadian yang jauh lebih buruk untuk menimpa kita.

Ibaratnya, bisa jadi kita harusnya ketindihan rumah, tapi karena kasih sayang Allah kita cuma ketindihan tangga. Kalau ketindihan rumah, kita bisa mati. Sedangkan kalau tangga, paling kita sakit, berobat ke dokter bisa sembuh. Karena Allah tahu kita mampu.

Jadi, meski orang lain mungkin nggak ditakdirkan ketiban tangga, itu mungkin karena orang lain gak punya kemampuan itu. Sedangkan kita. Allah tahu, kita kalau ketimpa tangga. Berdarah luka, sakit, nangis. Allah tahu kita bisa tetep nyingkirin tangga yang menimpa kita. Allah tahu setelah kita nangis karena sakit, Allah tahu kita bisa inisiatif ke dokter buat nyembuhin luka.

 

Karena kalau kita mau nengok ulang hidup kita, dengan hati dan pikiran yang lebih jernih. Kita akan tahu bahwa kasih sayang Allah ke kita begitu besar.

 

Ada anak-anak lain yang lahir dari keluarga dengan finansial terbatas. Dan mereka gak bisa sama sekali keluar dari lingkaran itu. Putus sekolah. Tinggal di jalanan. Ketemu lingkungan yang buruk. Kemudian masuk ke dunia gelap.

 

Sedangkan kita. Allah pilih kita punya kemampuan otak bisa sekolah, pinter. Dapat kesempatan sekolah, dapat beasiswa. Dapat kesempatan merantau di Bandung. Kuliah.

Kalimat selanjutnya, aku terangkan beberapa poin-poin di kehidupannya yang aku tahu. Kusebutkan juga poin-poin di kehidupanku sebagai pembanding. Lalu kulanjutkan kalimatku,


Takdirmu, takdirku, beda. Tapi itu yang terbaik dari Allah untuk kita.

 

Nah.. masa depan gimana?

Takdir yang tadi aku omongin itu yang udah kejadian.

Masa depan juga gitu. Allah rencanakan yang terbaik buat kita. Tapi ada syaratnya. Syaratnya apa? Ya, harus beriman dan berprasangka baik pada rencana Allah.


Karena gimana bisa kita punya masa depan yang baik,

Kalau misal kita dikasih batu berlian. Iya batunya belum diasah. Masih ketutup debu. Kalau kita percaya dan asah, nanti baru keliatan cling bagusnya.

 

Tapi kalau kita berburuk sangka sama Allah. Batu itu kita apakan? Kita buang ke tempat sampah. Kita malah milih masuk ke gua, buat nambang sendiri. Susah payah sendiri. Dan nggak pasti dapat berlian juga.

 

Karena apa? Karena kita milih untuk bersandar dengan diri kita. Diri kita yang lemah. Karena kita milih mengiyakan persepsi prasangka buruk dan bayangan ketakutan yang dibisikkan setan ke kita tiap hari. Na'uzubillahi min dzalik.

 

Jadi, sebelum hal-hal buruk itu terjadi. Tugas kita cuma satu: berusaha memperbaiki diri dan keyakinan kita ke Allah tiap hari. Dengan nggak lelah minta petunjuk ke Allah. Jatuh bangun berusaha memperbaiki prasangka baik ke Allah.

 

Nanti... Nanti . Setelah semua perjuangan itu, Allah akan kasih lihat... Bahwa takdir yang terjadi di masa depan nanti jauh lebih baik dari apa yang kita bayangkan.

 

Nanti kita bakal ngerasain juga. Bagaimana yang tadinya kita insecure, nyalahin keadaan, selalu merasa menjadi victim. Bisa berubah jadi optimis lagi. Berubah jadi lebih percaya diri.

 

Yang tadinya benci diri jadi belajar mencintai diri. Yang tadinya benci sama ortu, jadi belajar memaafkan ortu.

 

Dan prosesnya memang panjang. Gak instan. Tapi kita tahu, setiap kali kita merasa pengen nyerah. Kita tahu kita cuma perlu curhat ke Allah dan minta bantuan Allah.

 

Sekian hehe, maaf panjang.


***


Sama seperti bagaimana pesan itu berakhir. Kututup juga tulisan ini dengan kata sekian, dan maaf panjang V ^^


Wallahua'lam bishowab.


***

 

PS: read V as posing two finger with right hand, and ^^ as a closed eye smile. And yes, I'd rather use letter and character as emoji/emoticon. And yes I am old. *I'll hide this as it is so not important.

 

Keterangan : Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

She Just Want to Tell You Her Story...

August 26, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

Part of me want to post this to this blog. It's been a long time since I get a paragraph that makes me write lines and lines of words.

 

But part of me felt guilty, cause she didn't response. There are 2 possibility:

1. she needs time to process it

2. i am guilty for jumping to giving advice instead of listening to her story.

 

And here I am, choosing to post what I write to her in the next post. While also hoping soon I can say to her,

 

"Maaf, karena belum bisa menjadi teman yang baik.

Maaf, karena belum bisa menjadi pendengar yang baik."  


Wallahua'lam.

Saturday, August 17, 2024

Cara Membersihkan Sampah Pikiran

August 17, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

 


Dulu aku pernah ada di fase terkurung dengan sampah pikiran, kerjaan tiap hari overthinking, tenggelam dalam kesedihan dan kekhawatiran. Aku saat itu bertanya-tanya, bagaimana bisa lepas bersihin sampah pikiran? Never would I know, I would find the answer from this book years later.

 

Ini dinukil dari buku "Yang Belum Usai" -  Pijar Psikologi, PT Elex Media Komputindo

 

***


1. Menulis


Menulis pengalaman yang membuat kita tertekan. Ada tiga hal yang harus diperhatikan:
- fokus pada emosi yang bersentuhan dengan pengalaman yang dialami
- fokus pada apa yang terjadi di pikiran dan emosi saat kita mengalami pengalaman tidak enak
- menuliskan pengalaman sesuai dengan fakta yang benar-benar terjadi.

2. Therapy Notes


Membuat catatan kecil (sticky notes) yang berisikan pikiran dan perasaan yang muncul dalam situasi tertentu.

Terdiri dari respons terhadap pikiran yang mengganggu serta perilaku yang kita tunjukkan.

Tujuan: agar sampah pikiran tidak mendominasi isi kepala kita saat peristiwa itu terjadi

3. Gratitude journal


Berisi semua hal baik yang terjadi, ucapan syukur, serta terima kasih untuk diri sendiri, orang lain, atau hal lain


Tulis 3 hal setiap hari. Baca ulang yang terlah dibuat agar pikiran bawah sadar kita benar-benar turut merasakan pengaruh positif dari tulisan tersebut.

Dengan demikian, sampah pikiran yang kita miliki pun turut terkikis oleh hal-hal baik yang kita alami.

4. Thought Record


Ada 5 kolom
🦋 Apa yang terjadi?
(Apa yang sedang kamu lakukan/sedang kamu pikirkan)

🦋 Bagaimana perasaanmu?
(Apa yang sedang kamu rasakan? Seberapa buruk perasaan tersebut %)

🦋 Apa yang muncul dalam pikiranmu ketika hal ini terjadi
(Apa yang sebenarnya ada di pikiranmu? Seberapa jauh kamu memercayai pikiran tersebut? %)

🦋 Alternatif pikiraan
(Apakah ada alternatif pikiran positif terhadap pikiranmu yang negatif? Seberapa besar kamu memercayai alternatif pikiran tersebut? %)

🦋 Bagaimana perasaanmu sekarang
(Seberapa besar kamu masih memercayai pikiran negatif mu ini saat ini? %
Apakah kamu merasa lebih baik secara emosional sekarang?)


contoh dari buku:



5. Bertanya kepada Diri Sendiri

 

Apabila sampah pikiran kembali hadir dalam diri kita, coba untuk menanyakan beberapa hal ini kepada diri kita sendiri.

"Apa ini sebuah kebenaran?"

"Apa aku pernah ada di situasi yang membuat aku sadar bahwa pikiran ini tidak benar?"

"Dulu pernah mikir gini juga, apa pikiran baik yang bisa membuatku lebih tenang?"

"Apa ada sisi positif yang bisa aku cari?"

"Apa aku terlalu menyalahkan diriku atas hal yang tidak bisa aku kendalikan?"


Dan berbagai pertanyaan lain, yang bisa membantu kita menegasi sampah pikiran kita. Buat banyak pertanyaan lalu jawablah dengan jujur pada diri kita sendiri.


***


Ada dua cara lagi yang dibahas di buku ini, "menjadi teman baik untuk diri sendiri", dan "kendali ada di diri sendiri". Yang penasaran sama penjelasannya, silahkan baca sendiri di bukunya ya.


Buku ini aku rekomendasikan banget untukmu yang penasara terkait psikologi, dan ingin lebih mengenal diri dan luka tersembunyi, yang barangkali ada di diri kita.


Sekian. Semangat membaca meski sedikit. Jangan ragu juga untuk membagikan insight dari buku-buku yang kamu baca. Barangkali dari sedikit kutipan dan insight yang kamu bagikan, ada yang mendapatkan manfaatnya, pun ada yang jadi ambil buku dan mulai membaca lagi. 


Wallahua'lam.


***


Keterangan : Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Monday, August 12, 2024

Pengingat untuk Menulis Buku?

August 12, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

Nomer hape-ku memang sudah tersebar kemana-mana. Itulah sebabnya aku memaklumi jika banyak iklan masuk ke whatsapp. Kadang aku blokir, kadang cukup aku hapus dan abaikan. Kalau ada telepon dari nomer tak dikenal pun, pasti tidak akan aku angkat.

 

Selasa kemarin (6/8) ada pesan masuk. Iklan, tawaran ikut kelas menulis buku dari akun whatsapp bussiness yang belum pernah aku save. Kelasnya dari Edwrite Publishing Indonesia. Kelas gratis bagi yang usianya diatas 25 tahun.


Tadinya ingin kuabaikan, karena pikiran untuk menulis buku, jujur sudah lama kupendam karena perasaan "tidak pantas" lebih besar. Rasanya mending nulis blog aja, banyak baca buku, perbaiki diri. Takut aku, jangankan buku. Blog aja, aku takut, takut cuma nulis doang, tapi aksinya nol.


Tapi karena menulis buku solo, termasuk impian yang belum tercapai. Aku akhirnya tanya dong. Mulainya kapan? Pekan depan katanya. Senin ini, 12 Agustus. Aku tanya gini, karena jujur, takut kalau aku cuma ikut doang, tapi gak bisa komitmen buat jalanin tugas-tugasnya. Takut zonk kaya dulu pas daftar kelas nulis buku dari Fiisyah Publishing. Gagal di hari ketiga, atau kedua ya pas challange kirim draft nulisnya.


Singkat cerita, aku coba daftar. Ada syarat share-share gitu. Tapi jujur aku cuma bisa share ke 2 grup. Harusnya ke 5 grup dan share di fb dan ig. But i'm now an antisocialmedia person. wkwkwk.


Salah gak sih kalau aku berharap tetep bisa dapet kesempatan ikut kelasnya? wkwkwk.


Tapi terlepas dari kelas tersebut. Apakah ini pengingat dari Allah agar aku melanjutkan projek nulis buku solo. Buku yang konsep bukunya aja berganti-ganti. Yang risetnya aja masih kurang. Yang... yang.. TT Kalau diteruskan, akan jadi kalimat negatif dan excuse belaka.


Anyway, tahu kok. Aku tahu, gak boleh mengabaikan mimpi hanya karena diri merasa kerdil. Harusnya kan make it happen cause we believe it. Entah strong why-ku yang kurang kuat. Atau self sabotage-ku yang masih harus dihancurkan.


Should I hire an editor and motivator, supaya bantu aku milih dan edit dari sekian banyak tulisan di blog ini yang setema, yang bisa jadi draft buku non fiksi-ku? Gapapa setengah jadi, tapi minimal udah ada gitu.. nanti setengahnya lagi nulis baru. Harusnya lebih mudah kalau udah fix apa yang mau ditulis.


Menulis ini mengingatkanku pada Pak Nass. Pak Nass apa kabar? Lama tidak menyapa. Terakhir baca kabar buku babad banyumasan beliau yang sukses. Should I ask for his help. Or someone else?


Or should I just struggle alone and try to solve this project alone? Ayo Bell. Bisa kah 2024? Self publishing gapapa. Tapi sebelum itu, selesaiin dulu draft bukunya!


***


Sekian. Mohon maaf curhat. It's dawn. But I want to write about myself here. ^^

SelfD #20: How Do I Take Care of Myself

August 12, 2024 0 Comments

Bismillah.

#SelfDiscovery

#Nostalgia

 

Take a walk

Read books - blogwalking

Write things from my heart and head

Meet good people

Trying to keep up good habits through community

Eat sweet snack

Drink yogurt

Make a lot of dua

***


I open this draft again, wanting to write a negative sentence like "I'm afraid I don't take care of myself". But then I found that list of little things that I want I keep doing to take care of myself.


So, let's discard this negative sentence and focus on writing a little explanation on that list above.

 

Just in case there's someone else reading this other than me, it's really just a personal story. You can skip this post


***

Jalan Kaki

 

Jalan kaki selalu bisa menjadi caraku untuk 'merawat' diriku.

Kebiasaan ini dimulai saat di Bandung dulu. Saat aku mengenal bahwa 'dekat'-nya di Bandung berbeda dengan 'dekat'-nya Purwokerto. Kalau di Purwokerto, dekat ya bisa jalan kaki. Kalau di Bandung denger kata dekat, lalu nekat jalan kaki, yakin deh nyesel karena cape jalan. Hehe. Itu saat awal aku di sana. Jadi saat tahu dekat, ya naik angkot aja 3000 rupiah. Teringat saat terjebak macet karena ada pawai bobotoh. saat itu persib menang kayanya. Akhirnya memutuskan untuk turun angkot dan jalan sampai pusdai. Gak peduli dilihatin orang karena sendiri-sendiri pakai baju hijau tua, karena mau latihan PG di pindad, sedangkan mayoritas orang pakai baju biru.

 

Awalnya memang jalan kaki karena keadaan. Lalu saat menghilang dari peredaran, dan memilih mengurung diri di gua. Jalan kaki ternyata bisa jadi cara healing yang pas untukku. Sejenak keluar dari overthinking dengan berjalan kaki jauh dan melihat keluar, bertemu dengan orang-orang yang sibuk dengan urusan masing-masing dan tidak mengenalku. Mengunjungi taman-taman di Bandung. Beberapa momen saat diingatkan ibu-ibu untuk tidak berjalan ditengah. Atau momen saat habis shubuh berjalan dari satu masjid ke masjid yang lain karena ingin menyendiri.


Berjalan kaki menjadi caraku merawat diriku. Lebih baik daripada sekedar berada di kamar dan menyibukkan diri dengan distraksi dan lari dari masalah. Berjalan kaki membuatku berpikir, pun saat yang muncul pikiran buruk, pemandangan yang berganti, pepohonan, mengobservasi aktifitas orang, bisa mengalihkan pikiran burukku untuk melihat sudut pandang lain, melihat keluar, dan berhenti berkutat di balik tempurung. Pun saat rasa khawatir begitu mengepung, tapi berdiam diri hanya akan meninggalkanku di kondisi menangis seharian, berjalan kaki selalu bisa menenangkan. Kakiku berjalan, dan aku lisan mulai menenangkan diri dengan doa. Doa favorit saat itu adalah doa Nabi Musa di halaman kedua surat Taha, doa yang sudah dihafal sejak kecil. Juga doanya Nabi Yunus, kalau yang ini, aku nggak hafal letaknya di surat apa dan halaman berapa hehe.


Doa Nabi Musa, karena saat anxiety memuncak, dada rasanya sesak. Pun ketakutan akan urusan-urusan yang rasanya berjatuhan sebelum benar-benar berjatuhan. Jadi doa itu kupanjatkan.

 

قَالَ رَبِّ ٱشْرَحْ لِى صَدْرِى

Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, [Surat Ta-Ha (20) ayat 25]

 

وَيَسِّرْ لِىٓ أَمْرِى

dan mudahkanlah untukku urusanku, [Surat Ta-Ha (20) ayat 26]


وَٱحْلُلْ عُقْدَةًۭ مِّن لِّسَانِى

dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, [Surat Ta-Ha (20) ayat 27]


يَفْقَهُوا۟ قَوْلِى

supaya mereka mengerti perkataanku, [Surat Ta-Ha (20) ayat 28]


Ya Allah, menyalin ayat-ayat doa ini dari web Lafzi mengingatkanku akan satu hal. Mengapa doa pendek tersebut Allah potong-potong jadi beberapa ayat? Karena di tiap ayat ada penekanan. Ada yang harus kita fokuskan. Jadi bukan doa yang sekedar lewat. Tapi dimaknai TT Allahummaghfirli, semoga Allah mengampuni saat kita tergesa dan sekedar melafalkan doa, namun yang keluar hanya hafalan di lisan, bukan doa dari hati TT


Doa Nabi Yunus aku sering baca, karena saat itu (fase menghilang dari peredaran) memang aku merasa tidak ada jalan keluar. Rasanya masalahnya sudah entah berapa kali berguling dan menjelma menjadi bola salju yang sangat besar. Selain itu, karena aku tahu betapa dzalim diriku. Sehingga benar yang diajarkan Nabi Dzun-nun lewat doanya.


وَذَا ٱلنُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَـٰضِبًۭا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِى ٱلظُّلُمَـٰتِ أَن لَّآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبْحَـٰنَكَ إِنِّى كُنتُ مِنَ ٱلظَّـٰلِمِينَ

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim". [Surat Al-Anbiya (21) ayat 87]


***


Satu poin, dan penjelasannya seabreg ya? Padahal mungkin cuma pengulangan cerita. Kalau yang pernah baca blogku, mungkin pernah mendapati penjelasan terkait. Next time mari kita batasi satu poin satu paragraf penjelasan? Yakin bisa? hehe.


***


Baca Buku/Blogwalking

 

Jadi, sejak masa gelap beberapa tahun yang lalu. Tanpa sadar ada yang berubah dalam diriku. Aku yang dulu selalu sibuk bertemu banyak teman, ikut begitu banyak organisasi sampai dzalim sendiri, dan disindir karena katanya kebanyaken kegiatan dan banyak yang kehandle. Aku yang aku kira condong ke ekstrovert, meski punya sisi introvert. Kini proporsinya justru terbalik. Aku lebih introvert, meski masih punya sisi ekstrovert.
 
 
Dan karena jadi jarang interaksi dengan orang lain secara langsung. Sedangkan saat itu aku butuh seseorang untuk menghancurkan fixed mindset dan negative thinking yang saat itu menjangkiti diriku, baca buku dan blogwalking membantuku merawat diriku.
 
 
Aku ingat saat aku mulai membuat hashtag #blogwalking. Berkunjung ke banyak blog, baca tulisan orang lain, kalau bagus, aku ambil kutipannya, aku komentarin.
 

Aku ingat saat aku mulai memaksa diriku membaca lagi, padahal dulu membaca pernah menjadi salah satu hal yang aku cintai. Tapi cinta itu hilang karena tergantikan aktivitas lain, ya, meski beli bukunya sih masih tetep. Menulis ini jadi mengingatkanku akan satu buku yang aku sendiri belum pernah selesai membacanya. Bukunya semoga masih ada di astri lantai 4, semoga ada yang baca dan ambil manfaat. Aku cuma ingat aku baca sedikit, lalu mungkin karena sifatku yang suka asal naruh buku, buku itu tergeletak di ruang perpus atau ruang internet. Lalu somehow tanpa pernah ingat aku meminjamkannya, somehow dipinjam orang, dibawa kegunung, kehujanan. Lalu aku hampir saja sudah lupa bahwa aku punya buku itu, tapi di akhir tahun-tahunku di bandung (entah tahun terakhir atau tahun sebelum terakhir), tiba-tiba ada yang tanya, Bella, buku "ini" dibalikinnya ke kamu, atau ke asrama? Saat itu aku menjawab ke asrama. Hanya karena aku sudah merasa tidak punya keterikatan terhadap buku tersebut.


Kenapa tiba-tiba Allah mengingatkanku akan buku tersebut? Buku yang mungkin udah gak relate, karena masa-masa tersibuk adalah masa-masa di kampus dulu. Apa Allah hendak mengingatkanku untuk membaca buku tersebut? Mari cari di iPusnas, barangkali ada. Atau mungkin aku harus ke perpus. Aku rindu pergi ke perpus.


Okay let's talk about reading book as how I take care of myself.


Intinya masih mirip kaya blogwalking. Baca buku itu mengganti ruang diskusi yang kosong semenjak aku berubah jadi introvert dan begitu takut untuk berinteraksi dengan orang lain. Saat itu, sebegitu parahnya negative thinking dan luka lamaku, aku mendadak menjadi punya anxiety untuk berinteraksi dengan orang lain. Seolah semua orang ingin jahat padaku, seolah sedikit sentuhan bisa melukaiku. Which I find it laughable also. Cause I never find it hard before to talk and interact with people, till the repressed old wound come to the surface and "explode".


Dan buku, seperti kutipan-kutipan, adalah sebaik-baik teman. Kita baca juga dia diem. Gak dibaca, juga gak disindir/dinyinyirin. Kita cepet bosan, pindah dari satu judul ke judul lain, juga dianya gak terluka. Buku bener-bener best friend. Ditambah, perpus adalah tempat persembunyian paling aman. Dimana banyak orang tidak akan menganggu karena sibuk dengan bacaan/kegiatan masing-masing.

 
Aku rindu dua sampai tiga kali sehari mengunjungi SRC. Berpindah dari area umum, lalu ke bagian akhwat jika pengunjungnya tiba-tiba bertambah. Aku juga ingat pernah satu dua kali? Berkunjung ke perpus gasibu. Lalu menemukan area di larang masuk di rooftopnya, but I entered that place, just cause I want to hide from nobody, and have a good cry there.

 
Perpus, jadi ingat perpus labtek V yang udah direnov dan jadi cozy banget interiornya. Blue. I even take some photos and post it on gmap. 


Padahal di Purwokerto ada perpus juga. Tapi kenapa gak nyempetin ke sana? Bahkan ada taman yang ada bangunan baca-nya. Keinginan untuk main ke sana ada. Tapi tapi.. entahlah. Doakan semoga suatu saat menyempatkan berkunjung. Biar membaca gak di depan laptop terus. Barangkali di sana, bisa dapet relasi baru, atau nemu komunitas baca offline.

***

It's a long post isn't it? Kayanya dua poin aja yang aku jelaskan. Sisanya, gak ada penjelasan juga gapapa.

Menulis ini somehow mengingatkanku akan kehausanku untuk bercerita tentang diri. Kenapa bisa jadi sepanjang ini? apa karena ini malam?

Anyway, I hope I will not forget how to take care of myself. I hope I always try to be a better person.