Bismillah.
Hi! Let's finish the 30 question self discovery even it's so slow! J (smile) V (peace)
***
What do I feel strongly about?
Jujur, waktu aku harus menerjemahkan pertanyaan ini di postingan 30 Pertanyaan untuk Mengenal Diri, aku kebingungan.. hehe. Waktu itu sih aku terjemahin "Apa hal yang menarik bagiku?"
Tapi setelah 4 tahun berlalu, dan diingatkan untuk menulis lanjutan seri #SelfD, aku menemukan 2 definisi baru tentang frase "feel strongly about":
dan dari dua definisi diatas, aku ambil kesimpulan bahwa ini tentang opini kuat kita tentang sesuatu.
Nowadays, I feel strongly about Palestine.
It hurts everytime I saw the latest news. And it hurts even more, when I know I can only do a little. And it's tragic, when I see myself sometimes just forget about the situation there and become like a foam of a wave. Ya, busa di ombak air laut. Banyak, tapi mudah hilang dan hanyut. Kebenaran yang dikabarkan Rasulullah tentang ummat Islam di akhir zaman terlihat begitu terang saat ini. Dan aku takut, aku termasuk dari mereka yang terjangkiti wahn. Apa itu wahn? Cinta dunia dan takut mati.
Tapi kesadaran tentang itu, apakah cuma berhenti di situ? Ketakutan itu, apakah akan menghentikan kita melangkah, dan memilih untuk tenggelam? Tidak kan? Bukankah Allah dan Rasul-Nya mengajarkan kita untuk beriman dengan dua sayap, rasa takut dan harapan? Karena dengan dua sayap itu, kita akan bisa menyeimbangkan diri dan terbang. Tentu saja, juga dengan cinta. Rasa cinta pada Allah, Rasul-Nya, din-Nya.
Maka mari tetap melangkah meski selambat siput. Belajar lagi tentang pentingnya Masjidil Aqsa, kiblat pertama, masjid kedua yang dibangun di bumi. Belajar lagi tentang keberkahan tanah syams. Di sana, Nabi-Nabi kita lahir dan berdakwah. Di Masjid Al Aqsa juga, Nabi Muhammad memimpin semua nabi shalat berjamaah. Mari belajar lagi hadits-hadits akhir zaman, bukankah kita juga ingin, kelak anak cucu kita termasuk dari orang-orang yang membebaskan Masjidil Aqsa? Tidakkah kita ingin menjadi bagian, meski sekecil apapun, membangun kembali peradaban islam, yang sudah Allah janjikan setelah habis masa mulkan jabariyyan?
Untuk cara dan metodenya, setiap orang mungkin punya pilihan masing-masing ya. Dulu pas pertama belajar islam, terus "ketabrak" realitas tentang organisasi/harakah yang banyak, bikin pusing dan nangis. Tapi alhamdulillah ketemu banyak ustadz dan teman-teman shalihah yang mengingatkan lagi untuk fokus ke mempelajari Al Quran dan sunnah, dan itu menenangkan banget.
Jadi, mari pdkt lagi sama Al Quran, baca lagi, hafalin, dengerin kajian tentangnya, tadabbur, mencoba mengamalkannya. Jadi, mari pelajari sunnah Rasul, sedikit demi sedikit. Coba praktikkan minimal sekali, syukur-syukur kalau bisa istiqomah. Belajar juga untuk terus memperbaiki diri secara pribadi, lalu jalankan peran sebaik mungkin dalam keluarga, teman, kalau bisa kontribusi lebih; ambil peran di komunitas atau masyarakat.
Kelilingi dirimu dengan teman-teman yang bisa mengingatkan tentang hal di atas. Karena wajar sebagai manusia kita sering lupa, sibuk dengan 'dunia sendiri'. Sibuk bekerja dan menjalani rutinitas. Saat lelah, kemudian menenggelamkan diri dalam 'dunia: la'ib, lahwu, zina, dan... (cek al hadid ayat 20, dengerin ulang penjelasan ayatnya)'. Ada kalanya, atau seringnya kita lupa. Makanya penting untuk punya circle yang bisa ingetin kita kalau kita lupa. Buat yang laki-laki, mungkin dengan memaksimalkan peran shalat Jumat, cukup kah? Kalau buat perempuan, jadwalkan dateng kajian, atau ikut mentoring, atau ikut study group.
***
What else do I feel strongly about? The important of literacy.
Aku dulu pernah tidak mengenal diksi literasi, sebelum gabung ke Aksara Salman ITB. Dulu, aku cuma tahu aku suka menulis, pernah sangat menyukai membaca juga. Tapi sejak gabung Aksara, aku jadi paham satu diksi yang mengikat kedua aktivitas tersebut, dan bukan cuma dua hal tersebut, ada satu lagi: diskusi.
Lewat Aksara, aku belajar untuk tidak merasa cukup hanya menulis. Tidak merasa cukup hanya membaca. Tidak merasa cukup hanya menonton. Tapi perlu ada diskusi, perlu ada pertukaran pikiran. Dari diskusi itu, lahirlah tulisan-tulisan baru. Dari diskusi itu, kita jadi membaca buku-buku baru. Never would I ever knew, that watching movies can be a good activity for literacy too.. Aku ingat masa-masa saat duduk di ruangan paling luas di lantai 2 gedung kayu, menonton film pilihan, yang di dalamnya, bukan cuma berisi skenario cerita yang menghibur, tapi juga yang meninggalkan pesan-pesan, juga bahan diskusi. I miss them so much~ I might not be a good member, but I know I learn a lot from sitting around them, listening to their discussion, feeling the warmth spread from them. Bahkan sampai sekarang pun, aku masih merasakan manfaatnya, meski cuma jadi silent reader di grup wa Aksara[1]. Kita sudahi nostalgianya hehe, balik ke literasi.
Why I feel strongly about literacy? Karena saat ini kita digempur di literasi. Reels dan Short membuat attention span kita makin pendek. Baca berita, cuma baca judul dan beberapa kalimat awal, atau skimming. Baca buku? Kalaupun ada yang yang baca buku, banyak yang nggak bisa menuliskan ulang dari apa yang dibaca. Padahal menulis adalah bentuk kita mencerna informasi yang kita baca/tonton. Diskusi? Ada yang masih punya circle yang asik untuk diskusi berbagai macam topik, secara mendalam, dan gak cuma hal remeh temeh? Jangankan percakapan mendalam, sekedar sapa dan obrolan santai saja, kita sering terhalang sibuknya masing-masing orang dengan gadget masing-masing. Salut, untuk mereka yang punya energi dan kemampuan komunikasi baik dan sering membuka pintu percakapan.
Jadi intinya, mari semangat lagi ber-literasi! Step by step. Baca, nulis, diskusi, baca, nulis, diskusi.
Sekian. Semoga tulisan SelfD lainnya segera ditulis. Semoga seri SelfD bisa kuselesaikan di tahun 2024. Aamiin. 11 tulisan lagi. Semangat!
Kamu juga tertarik menulis tentang self discovery? Coba buat versimu dan jawab pertanyaan-pertanyaan di 30 Pertanyaan untuk Mengenal Diri. Boleh share linknya ke aku, biar aku bisa baca juga ^^
Terakhir, selamat melanjutkan perjalanan mengenal diri!
***
Keterangan:
[1] Kalau bukan lewat grup wa Aksara, mungkin aku gak akan tahu isu tentang solusi pinjol untuk mahasiswa yang terhambat pembayaran UKT, diskusi tentang pendidikan, biaya mahal, operasional kampus yang gak tercukupi, dll.
[2] Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu *minggu. **masih ragu mau disetor ke 1m1c apa gak, soalnya tulisan ini versi free writing.
Hai, mampir dari 1m1c.
ReplyDeleteTertarik karena membahas tentang ITB. Walaupun saya bukan lulusan dari sana tapi pernah tinggal di sekitar ITB, haha. Beberapa waktu terakhir memang ITB agak ramai diperbincangkan. Saya sendiri tidak mencari tahu tentang isu yang sedang ramai ini. Tetapi beberapa influencer di Tiktok membahas ITB jadi tahu masalah apa yang sedang diangkat.
Saya termasuk orang yang pernah mengalami masalah SPP juga sewaktu kuliah (belum ada istilah UKT waktu itu). Pernah 2 kali cuti gara-gara tidak bisa bayar, sampai akhirnya skripsi tertunda. Tapi alhamdulillah, masa itu sudah dilewati.