Follow Me

Monday, August 12, 2024

SelfD #20: How Do I Take Care of Myself

Bismillah.

#SelfDiscovery

#Nostalgia

 

Take a walk

Read books - blogwalking

Write things from my heart and head

Meet good people

Trying to keep up good habits through community

Eat sweet snack

Drink yogurt

Make a lot of dua

***


I open this draft again, wanting to write a negative sentence like "I'm afraid I don't take care of myself". But then I found that list of little things that I want I keep doing to take care of myself.


So, let's discard this negative sentence and focus on writing a little explanation on that list above.

 

Just in case there's someone else reading this other than me, it's really just a personal story. You can skip this post


***

Jalan Kaki

 

Jalan kaki selalu bisa menjadi caraku untuk 'merawat' diriku.

Kebiasaan ini dimulai saat di Bandung dulu. Saat aku mengenal bahwa 'dekat'-nya di Bandung berbeda dengan 'dekat'-nya Purwokerto. Kalau di Purwokerto, dekat ya bisa jalan kaki. Kalau di Bandung denger kata dekat, lalu nekat jalan kaki, yakin deh nyesel karena cape jalan. Hehe. Itu saat awal aku di sana. Jadi saat tahu dekat, ya naik angkot aja 3000 rupiah. Teringat saat terjebak macet karena ada pawai bobotoh. saat itu persib menang kayanya. Akhirnya memutuskan untuk turun angkot dan jalan sampai pusdai. Gak peduli dilihatin orang karena sendiri-sendiri pakai baju hijau tua, karena mau latihan PG di pindad, sedangkan mayoritas orang pakai baju biru.

 

Awalnya memang jalan kaki karena keadaan. Lalu saat menghilang dari peredaran, dan memilih mengurung diri di gua. Jalan kaki ternyata bisa jadi cara healing yang pas untukku. Sejenak keluar dari overthinking dengan berjalan kaki jauh dan melihat keluar, bertemu dengan orang-orang yang sibuk dengan urusan masing-masing dan tidak mengenalku. Mengunjungi taman-taman di Bandung. Beberapa momen saat diingatkan ibu-ibu untuk tidak berjalan ditengah. Atau momen saat habis shubuh berjalan dari satu masjid ke masjid yang lain karena ingin menyendiri.


Berjalan kaki menjadi caraku merawat diriku. Lebih baik daripada sekedar berada di kamar dan menyibukkan diri dengan distraksi dan lari dari masalah. Berjalan kaki membuatku berpikir, pun saat yang muncul pikiran buruk, pemandangan yang berganti, pepohonan, mengobservasi aktifitas orang, bisa mengalihkan pikiran burukku untuk melihat sudut pandang lain, melihat keluar, dan berhenti berkutat di balik tempurung. Pun saat rasa khawatir begitu mengepung, tapi berdiam diri hanya akan meninggalkanku di kondisi menangis seharian, berjalan kaki selalu bisa menenangkan. Kakiku berjalan, dan aku lisan mulai menenangkan diri dengan doa. Doa favorit saat itu adalah doa Nabi Musa di halaman kedua surat Taha, doa yang sudah dihafal sejak kecil. Juga doanya Nabi Yunus, kalau yang ini, aku nggak hafal letaknya di surat apa dan halaman berapa hehe.


Doa Nabi Musa, karena saat anxiety memuncak, dada rasanya sesak. Pun ketakutan akan urusan-urusan yang rasanya berjatuhan sebelum benar-benar berjatuhan. Jadi doa itu kupanjatkan.

 

قَالَ رَبِّ ٱشْرَحْ لِى صَدْرِى

Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, [Surat Ta-Ha (20) ayat 25]

 

وَيَسِّرْ لِىٓ أَمْرِى

dan mudahkanlah untukku urusanku, [Surat Ta-Ha (20) ayat 26]


وَٱحْلُلْ عُقْدَةًۭ مِّن لِّسَانِى

dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, [Surat Ta-Ha (20) ayat 27]


يَفْقَهُوا۟ قَوْلِى

supaya mereka mengerti perkataanku, [Surat Ta-Ha (20) ayat 28]


Ya Allah, menyalin ayat-ayat doa ini dari web Lafzi mengingatkanku akan satu hal. Mengapa doa pendek tersebut Allah potong-potong jadi beberapa ayat? Karena di tiap ayat ada penekanan. Ada yang harus kita fokuskan. Jadi bukan doa yang sekedar lewat. Tapi dimaknai TT Allahummaghfirli, semoga Allah mengampuni saat kita tergesa dan sekedar melafalkan doa, namun yang keluar hanya hafalan di lisan, bukan doa dari hati TT


Doa Nabi Yunus aku sering baca, karena saat itu (fase menghilang dari peredaran) memang aku merasa tidak ada jalan keluar. Rasanya masalahnya sudah entah berapa kali berguling dan menjelma menjadi bola salju yang sangat besar. Selain itu, karena aku tahu betapa dzalim diriku. Sehingga benar yang diajarkan Nabi Dzun-nun lewat doanya.


وَذَا ٱلنُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَـٰضِبًۭا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِى ٱلظُّلُمَـٰتِ أَن لَّآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبْحَـٰنَكَ إِنِّى كُنتُ مِنَ ٱلظَّـٰلِمِينَ

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim". [Surat Al-Anbiya (21) ayat 87]


***


Satu poin, dan penjelasannya seabreg ya? Padahal mungkin cuma pengulangan cerita. Kalau yang pernah baca blogku, mungkin pernah mendapati penjelasan terkait. Next time mari kita batasi satu poin satu paragraf penjelasan? Yakin bisa? hehe.


***


Baca Buku/Blogwalking

 

Jadi, sejak masa gelap beberapa tahun yang lalu. Tanpa sadar ada yang berubah dalam diriku. Aku yang dulu selalu sibuk bertemu banyak teman, ikut begitu banyak organisasi sampai dzalim sendiri, dan disindir karena katanya kebanyaken kegiatan dan banyak yang kehandle. Aku yang aku kira condong ke ekstrovert, meski punya sisi introvert. Kini proporsinya justru terbalik. Aku lebih introvert, meski masih punya sisi ekstrovert.
 
 
Dan karena jadi jarang interaksi dengan orang lain secara langsung. Sedangkan saat itu aku butuh seseorang untuk menghancurkan fixed mindset dan negative thinking yang saat itu menjangkiti diriku, baca buku dan blogwalking membantuku merawat diriku.
 
 
Aku ingat saat aku mulai membuat hashtag #blogwalking. Berkunjung ke banyak blog, baca tulisan orang lain, kalau bagus, aku ambil kutipannya, aku komentarin.
 

Aku ingat saat aku mulai memaksa diriku membaca lagi, padahal dulu membaca pernah menjadi salah satu hal yang aku cintai. Tapi cinta itu hilang karena tergantikan aktivitas lain, ya, meski beli bukunya sih masih tetep. Menulis ini jadi mengingatkanku akan satu buku yang aku sendiri belum pernah selesai membacanya. Bukunya semoga masih ada di astri lantai 4, semoga ada yang baca dan ambil manfaat. Aku cuma ingat aku baca sedikit, lalu mungkin karena sifatku yang suka asal naruh buku, buku itu tergeletak di ruang perpus atau ruang internet. Lalu somehow tanpa pernah ingat aku meminjamkannya, somehow dipinjam orang, dibawa kegunung, kehujanan. Lalu aku hampir saja sudah lupa bahwa aku punya buku itu, tapi di akhir tahun-tahunku di bandung (entah tahun terakhir atau tahun sebelum terakhir), tiba-tiba ada yang tanya, Bella, buku "ini" dibalikinnya ke kamu, atau ke asrama? Saat itu aku menjawab ke asrama. Hanya karena aku sudah merasa tidak punya keterikatan terhadap buku tersebut.


Kenapa tiba-tiba Allah mengingatkanku akan buku tersebut? Buku yang mungkin udah gak relate, karena masa-masa tersibuk adalah masa-masa di kampus dulu. Apa Allah hendak mengingatkanku untuk membaca buku tersebut? Mari cari di iPusnas, barangkali ada. Atau mungkin aku harus ke perpus. Aku rindu pergi ke perpus.


Okay let's talk about reading book as how I take care of myself.


Intinya masih mirip kaya blogwalking. Baca buku itu mengganti ruang diskusi yang kosong semenjak aku berubah jadi introvert dan begitu takut untuk berinteraksi dengan orang lain. Saat itu, sebegitu parahnya negative thinking dan luka lamaku, aku mendadak menjadi punya anxiety untuk berinteraksi dengan orang lain. Seolah semua orang ingin jahat padaku, seolah sedikit sentuhan bisa melukaiku. Which I find it laughable also. Cause I never find it hard before to talk and interact with people, till the repressed old wound come to the surface and "explode".


Dan buku, seperti kutipan-kutipan, adalah sebaik-baik teman. Kita baca juga dia diem. Gak dibaca, juga gak disindir/dinyinyirin. Kita cepet bosan, pindah dari satu judul ke judul lain, juga dianya gak terluka. Buku bener-bener best friend. Ditambah, perpus adalah tempat persembunyian paling aman. Dimana banyak orang tidak akan menganggu karena sibuk dengan bacaan/kegiatan masing-masing.

 
Aku rindu dua sampai tiga kali sehari mengunjungi SRC. Berpindah dari area umum, lalu ke bagian akhwat jika pengunjungnya tiba-tiba bertambah. Aku juga ingat pernah satu dua kali? Berkunjung ke perpus gasibu. Lalu menemukan area di larang masuk di rooftopnya, but I entered that place, just cause I want to hide from nobody, and have a good cry there.

 
Perpus, jadi ingat perpus labtek V yang udah direnov dan jadi cozy banget interiornya. Blue. I even take some photos and post it on gmap. 


Padahal di Purwokerto ada perpus juga. Tapi kenapa gak nyempetin ke sana? Bahkan ada taman yang ada bangunan baca-nya. Keinginan untuk main ke sana ada. Tapi tapi.. entahlah. Doakan semoga suatu saat menyempatkan berkunjung. Biar membaca gak di depan laptop terus. Barangkali di sana, bisa dapet relasi baru, atau nemu komunitas baca offline.

***

It's a long post isn't it? Kayanya dua poin aja yang aku jelaskan. Sisanya, gak ada penjelasan juga gapapa.

Menulis ini somehow mengingatkanku akan kehausanku untuk bercerita tentang diri. Kenapa bisa jadi sepanjang ini? apa karena ini malam?

Anyway, I hope I will not forget how to take care of myself. I hope I always try to be a better person.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya