Follow Me

Monday, February 26, 2018

Negative Vibes

Bismillah.

Membaca tulisan berjudul "Negative Vibes" di tumblr penulis Urfa Qurrota Ainy. Udah lama padahal bacanya. Lalu malam ini, baca tulisan orang lain, merefer ke tulisan negative vibes. Jadi ketularan ingin menulis juga.

***

Bukan tentang negative vs positive vibes. Bukan tentang itu. Hanya ingin menuliskan ini...

Menulis dalam narasi panjang di sini, membantu banyak untukku. Sebelumnya, saat aku sedang down, perasaannya negatif, aku tidak menyalurkannya dimanapun, mengekspresikannya ke orang lain pun tidak, curhat juga ya.. hampir tidak pernah. Sok kuat, sok ceria, itu sih kalau kataku pada diriku. Hehe. Mungkin yang baca beberapa tulisanku bisa tahu, bahwa aku tidak suka membuat orang lain ikut sedih, hanya karena aku sedih. Aku memilih menjauh saja, ketimbang harus menunjukkan sisi negatifku. Termasuk menghilang dari peredaran, membuat orangtua khawatir. Karena saat itu aku pikir, tidak memberi kabar lebih baik daripada memberi kabar buruk. Aku salah, salah besar. Kalau orang asing, mungkin ga peduli, kita lagi negatif atau positif. Tapi orang-orang terdekat, mereka aku ikut sedih, dan bahkan lebih sakit, kalau tahu dari orang lain dan bukan dari kita sendiri.

Tapi jujur tentang negative vibes itu ga mudah. Sulit, apalagi kita punya kecenderungan tidak percaya orang lain, enggan minta bantuan, merasa bisa mengatasi semuanya sendirian, dll. Sampai sekarang aku merasa tidak mudah mengekspresikan kerumitan perasaan dan pemikiranku ke orang lain. Tapi menulis membantuku, jadi jalan pelan-pelan aku mengekspresikan negative vibe yang aku rasakan. Bukan dengan kata-kata kasar, tapi dengan narasi panjang. Mencoba menuliskan saja perasaanku, meski sering berusaha mengabstrak. Tapi toh sebenarnya meski tidak tersurat semua, pasti ada yang tersirat. Yang membaca juga mungkin merasakannya, bahwa aku sedang tidak baik-baik saja. Dan mungkin ada yang berbaik hati mendoakan kebaikan untukku. Semoga doanya, bukan kebaikan di dunia saja, tapi juga untuk akhiratku. *ini ceritanya minta didoain kebaikan dunia akhirat? hehe.

Aku gatau kalau orang lain. Tapi aku mulai banyak menulis, banyak baca, banyak menyambung ke realita karena menulis. Qadarullah memang suka nulis, jadi habis itu, ya.. terus aja nulis. Vakum pernah, blog di private pernah, karena alesan beda sih, tapi ya gitu. Balik lagi ke menulis, di sini, di diary, di banyak tempat. Alat aja. Seolah Allah kasih salah satu sarana untukku menyalurkan negative vibe selain lewat air mata hehe.

Lewat menulis, yang kekasihnya membaca, aku juga jadi perlahan mengeja ulang, belajar ulang tentang Allah, bagaimana Allah memberikan begitu banyak nikmat, banyak tanda dan ayat lewat banyak tempat, banyak orang, banyak sarana. Sampai aku pernah membuat orang salah sangka hanya karena. Ah, jangan dibahas lagi deh.

Kalau membaca ulang tulisan di blog ini, jadi kaya masuk lorong waktu. Lihat lagi masa-masa naik turun, maju, mundur, belok kanan, belok kiri, berhenti, jalan di tempat, lari, jatuh, bangkit, warna-warni pokoknya. Karena yang menulis diriku, meski dengan keabstrakkan yang ada, aku bisa menggambarkan ulang situasinya di kepalaku. Sekarang mah, udah jarang baca tulisan lama. Takut malah jadi ga move on move on hehe.

Lagian ya.. ada yang bilang, terlalu sering baca tulisan sendiri, trus suka baca tulisan sendiri, bisa membuat otak kita berhalusinasi. Terlalu cinta diri, narsis meski ga pake kamera, merasa tulisan kita bagus sendiri, padahal mah aslinya. hehe. Jadi ngelantur ya? Udah malam memang.

***


Saranku.. untuk siapapun yang sedang struggle dengan negative vibe-nya. Menulislah, dalam narasi panjang. Dan bukan di jalan provinsi, maksudnya, jangan di tempat umum yang banyak mata. Takutnya tanpa sadar, yang kita cari justru atensi dari banyak orang, yang itu justru menambah negative vibe. Tulis di blog anonim, kalau memang butuh di online-kan. Atau di buku tulis big boss, atau di microsoft word, atau bahkan bisa juga di notes di hp-mu. Narasi panjang.

Menulis. Tapi menulis bukan solusi. Cuma cara menyalurkan. Kalau mau solusi, mintanya ke Allah. Menulis saja, tanpa belajar ulang ma'rifatullah, tanpa mendekat lagi ke Allah, takutnya justru membuat kita makin tenggelam dalam gelap. Kau tahu? Seperti bicara saja, tanpa ada langkah nyata untuk maju. Tong kosong, nyaring bunyinya. Meski bukan suara, meski kata yang terketik/tertulis. Menulis bukan solusi, cuma sarana. Itu ga boleh dilupakan.

Semangat menulis~

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya