#fiksi
Entah sejak kapan aku memulai percakapan satu arah dengannya. Aku tahu, percuma sebenarnya. Tapi aku tidak bisa menghindarinya. Seketika saja aku kembali memulai percakapan satu arah dengannya. Topiknya ia yang menentukan, setelah itu percakapan itu kutuliskan sendiri.
Seperti hari ini. Ingin aku menjawabnya, meski ia tidak bertanya. Percakapan satu arah ini, aku ingin menuliskannya.
Seperti hari ini. Ingin aku menjawabnya, meski ia tidak bertanya. Percakapan satu arah ini, aku ingin menuliskannya.
"Aku paham sekarang, mengapa kamu memilih lebih banyak diam dan tidak berkata. Penjelasanmu begitu lugas, membuatku mengangguk pelan.
Tapi alasan itu, membuatku jadi bertanya-tanya. Apa artinya, aku juga harus berhenti bicara? Tapi jika tak bicara, kemana harus kusalurkan ribuan kata yang lalu-lalang di kepalaku? Tapi jika aku berhenti bicara, bagaimana caranya mengosongkan tumpukan kalimat yang memenuhi dan menyesakkan dada?"
"Aku tahu kau hanya menjelaskan tentang dirimu, bukan tentangku atau tentang siapa pun. Tapi aku jadi ikut memikirkannya. Apa aku perlu diam juga, dan sedikit berkata?"
Aku pandangi percakapan satu arah itu. Aku baca juga percakapan satu arah sebelumnya. Sebelumnya lagi, dan sebelumnya lagi. Ada rasa ganjil yang mengganjal.
The End.
***
PS: Nemu di draft, belum selesai sebenernya, tapi lupa ide awalnya pengen diterusin kaya gimana tulisan fiksi ini. Aku putuskan menambahkan dua kata "the end", dan memostingnya. Mumpung lagi mood posting tulisan di blog. Semoga november ini kuantitas tulisannya lebih banyak dari bulan oktober. ^^
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya