Bismillah.
#fiksi
"Terlalu sering bermonolog, sampai lupa cara berdialog."
Kalimat itu kuupload dalam status wa-ku. Beberapa detik kemudian beberapa pesan masuk. Ada yang bertanya "siapa?", ada yang curcol karena merasa kalimat itu pas banget sama perasaannya dan beberapa tanggapan lain. Aku mengeluarkan nafas pendek, menyadari bahwa setiap orang, mayoritas hanya fokus pada dirinya sendiri. Aku juga.
Kalimat pendek itu bukan tentang orang lain, tapi tentangku, yang baru saja merasa gagal berdialog dengan salah seorang teman. Aku mengambil langkah pertama yang salah. Salah memulai, sampai artinya dialog tidak terjalin, hanya komunikasi satu arah, yang kemudian berakhir dengan tanya tanpa jawab. Akhir-akhir ini aku memang terlalu banyak bermonolog, hampir tidak pernah berdialog. Ya, tentu aku menyapa ibu kos tiap berpapasan di dapur, tersenyum dan mengangguk saat bertemu penghuni kosan lain waktu hendak naik atau turun tangga. Tapi selain itu, aku sudah lama tidak berdialog, dialog panjang yang bukan basa-basi. Dialog yang tidak perlu terlalu dalam hingga menenggelamkan, tapi cukup untuk bertukar persepsi dan opini tentang apapun.
Saat membalas respon beberapa teman atas status wa tersebut, sebuah nama muncul, dua ikon telpon berwarna hijau dan merah memintaku memilih mengangkat atau menutup panggilan tersebut. Tidak ada suara atau getaran, hanya layar yang menyala, dan tanda panah yang berkelap kelip meminta respon sebuah usapan. Aku berhitung dalam hati sembari berusaha menghilangkan keraguan untuk mengangkat telpon tersebut. Satu...dua... panggilannya terputus sebelum sempat aku respon, menghadirkan notifikasi panggilan tak terjawab.
"Lagi ga bisa angkat telpon?" tanya si penelpon, kali ini via voice note. Segera aku membalas dengan empat huruf khasku.
"Hmmm"
"Yah, padahal aku mau ngetes, apa bener kamu lupa cara berdialog," kali ini ia membalas dengan teks juga. Aku tersenyum membacanya. Ia tahu status itu tentangku, ia hampir selalu memberi respon terbaik tiap kali aku memasang status.
Beberapa menit kemudian dialog terjalin, lebih banyak aku yang curhat memang, ia menanggapi dengan berbagai sticker dan emoticon. Sebelum akhirnya memberiku kata-kata ajaib.
Katanya, "tidak apa lupa cara berdialog, kan bisa belajar lagi."
Katanya, "tidak baik men-judge diri hanya karena satu kesalahan."
Katanya, "hubungkan diri dulu dengan Sang Penggenggam Hati, agar bisa berdialog lancar dengan yang lain."
The End.
***
Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya