Follow Me

Wednesday, April 24, 2013

Lagi, Tentang Fitrah

Bismillah...

Sebenarnya, aku sendiri tidak menjamin, bahwa semua orang setuju tentang pendapatku pada tulisan "fitrah" yang lalu. Tapi aku kembali tergerak untuk menulis tentang ini, karena kejadian kembali berulang.

***

Adalah menyenangkan, menjadi "anak" media. Mengapa? Karena menurutku, divisi/departement ini.. begitu menenangkan hati, sesuai fitrah seorang wanita utamanya muslimah.

Jika di bidang yang lain, masih ada banyak celah.. seseorang bisa mengenal seorang perempuan karena aktifitasnya di dunia nyata. Maka di bidang ini, kami bisa meminimalisir orang lain untuk mengenal kami. Untuk tahu nama asli kami, wajah kami, sifat kami, dll. Yang mereka lihat, adalah hasil kerja dan karya kami. Berupa buletin yang tersebar, sms jarkom, tulisan di web, publikasi di jejaring sosial, dll. Dan itu semua, bisa menyembunyikan kami dengan baik.. atas nama organisasi, atau nama pena.

Tapi belakangan ini aku mulai tidak nyaman. :'(


Yang pertama, karena jujur.. sudah sulit untuk tetap berada di balik hijab. Bahkan di media :( Beberapa kali, aku mengadukan ketidaknyamanan ini kepada teman satu divisi. Bahwa diri, sebenarnya tidak ingin dominan bersuara. Biarlah diri dominan berkerja dan berkarya, tapi jangan paksa untuk banyak mengurus masalah teknis ke-media-an. Sehingga di forum, baik dunia nyata (syuro/rapat) maupun di dunia maya (grup/message).. tidak ku lihat nama akun-ku muncul, dan kembali muncul. Bagaimana tidak sedih, saat sebuah message berisi lebih dari lima orang, terlihat seperti dihuni 2 orang atau bahkan satu :'(, hanya karena.. yang lain memilih untuk sekedar melihat, tak menanggapi. *ah bell... mereka mungkin sedang sibuk. Dan yang lebih sedih dari semua adalah, yang sering muncul adalah nama seorang akhwat, muslimah, perempuan, yang fitrahnya, lebih menyukai berada di balik hijab.

Tapi belakangan ini aku mulai tidak nyaman. :'(

Oke. Lupakan alasan pertama. Aku sudah berkompromi dengan itu. Biarlah aku dominan. Oke. Setidaknya di lingkup yang kecil. Hanya berisi 8 orang dengan 3 ikhwan.

Tapi hal kedua, membuatku kembali teringat rasa sesak ketika mengambil keputusan untuk berkompromi. Rasanya aku salah mengambil keputusan. Karena kulihat, segalanya menjadi semakin buruk. :'( Kini aku dihadapkan kenyataan, bahwa keberadaanku di balik hijab seolah SIA-SIA.

"Mereka" mempertanyakan, siapa yang dibalik hijab. Ah, perlu kah kalian tahu? Bukankah sudah cukup, kalian melihat sebuah media produktif menghasilkan tulisan/posting? "Mereka" mempertanyakan, siapa yang dibalik hijab. Bukankah sudah cukup, kalian melihat sebuah media menjadi sarana untuk mempublikasikan apa yang seharusnya di publikasi?

Tapi hal kedua, membuatku kembali teringat rasa sesak ketika mengambil keputusan untuk berkompromi. Sakit, saat dua kali diminta secara langsung oleh seorang ikhwan -yg menurutku seharusnya tidak mengenalku- untuk mempublikasikan sebuah acara. Lebay ya? Tapi kenyataannya, rasa sakit ini memaksaku untuk menulis dan bersuara, meski tanpa nada.

Padahal di tim media, ada tiga ikhwan, kenapa tidak melalui mereka saja? Tidak tahu kah? Bahwa kami -akhawat, muslimah, perempuan- lebih suka berada di balik hijab? Tidak tahu kah? Bahwa kami -akhawat, muslimah, perempuan- tidak suka mengenal dan dikenal oleh mereka yang bukan mahram?

***


Bertanyalah, bertanyalah..

"Memang apa yang salah jika kita mengenal seorang akhawat/muslimah?"

"Memang apa yang salah jika seorang akhawat/muslimah 'keluar' dari hijab dan menunjukkan kemampuannya?"

"Memang apa yang salah jika seorang akhawat/muslimah maju ke depan, dan tidak berada dibelakang?"

Ijinkan aku menjawab dengan hal yang mungkin abstrak bagi "mereka".

Karena inilah fitrah kami. Tidak salah. Tapi menyelisihi fitrah kami satu demi satu, artinya melukai diri sendiri. Karena inilah fitrah kami. Tidak salah. Tapi menyelisihi fitrah kami satu demi satu, artinya melupakan identitas diri. Hingga bisa jadi -na'udzubillahi min dzalik-, kami kehilangan kepekaan, melupakan identitas kami, melupakan izzah dan iffah kami. Ah, mungkin kita lebih sering menyebut fenomena ini : feminisme.

***

Sungguh tidak ada niat diri untuk menuding pada satu dua orang saja. Hanya kebetulan, satu dan dua kejadian tersebut yang memicu ke-sensi-an diri untuk menulis tentang ini.

Maaf. Maaf. Maaf. Sekali lagi Maaf. Karena pasti ada kata yang melukai.

“Wanita sholeha itu tidak suka mengenali dan dikenali,
Tidak suka memandang dan dipandang,
Di bibirnya tidak meniti nama-nama lelaki,
Dan di bibir lelaki tidak meniti namanya”
— quotes
Allahua'lam. Mohon koreksinya, jika ada yang salah. Terimakasih sudah membaca, meski tulisan ini, dibuat bukan sekedar untuk dibaca.

2 comments:

ditunggu komentarnya