Follow Me

Tuesday, January 16, 2018

Entah Terlalu Moody, atau Tidak Memaksakan Diri

Bismillah.
#menulis #curhatsemua

Aku... bukan tipe yang bisa rutin menulis setiap hari, maksudnya, mempublish tiap hari. Kalau sekedar menulis diary, menulis ulang rutinitas di layar putih, menulis apa yang unik hari ini, pelajaran apa yang kudapat, siapa yang hari ini aku rindukan, siapa yang hari ini kontak denganku, bisa. Menulis diary setiap hari bukan hal yang berat bagiku, yang sudah terbiasa menulis diary sejak SD, ya.. dengan diary bergembok, dengan cover lucu dan kertas berwarna.

Aku... bukan tipe yang bisa rutin menulis setiap hari, maksudnya, mempublish tiap hari. Di sini, di blog ini, atau di blog lain. Mungkin ini memang balik lagi ke kebiasaan/habbit. Mereka yang terbiasa menulis sebulan sekali, akan heran pada yang terbiasa menulis sepekan sekali. Dan aku, yang biasa mengumpulkan ide dan mood menulis sepekan sekali/dua kali, heran, pada yang biasa menulis sehari sekali. Unik dan jujur kagum saja, melihat akun Medium orang dan deretan tanggal beruntut diatas judul-judul tulisannya.

Entah aku yang terlalu moody, atau memang aku tidak memaksakan diri. Nyatanya sulit, ingin rasanya dengan mudah menulis 'tidak bisa', bukan yang pertama, ikut program nulis tiap hari, setor tulisan setiap hari. Dan hasilnya? Aku kalah oleh mood, aku kalah oleh pemikiran negatif yang lalu lalang di otak, aku kalah oleh keinginan diri untuk melakukan hal-hal lain.

***

Jujur aku kecewa pada diri, bukan cuma karena target one day one sent tidak terpenuhi. Ya aku kecewa pada diri, karena ada orang lain yang terlibat. Pak Nass yang merelakan waktunya untuk mengingatkan dan bantu mengumpulkan tulisanku, untuk targetku sendiri.

Rasanya... hm. Rasanya apa ya? Kecut, pahit, asam, asin. Yang jelas tidak manis, jauh dari manis. Juga tidak hambar.

Aku pernah dikagetkan dengan pernyataan Pak Nass, sebagai balasan atas kalimat bermuatan negatifku. Kataku, "....sama waktu itu masih ansos dan ga mau kontak sama orang asing". Maksudnya, saat itu aku sedang super introvert dan tidak ingin ada kontak dengan siapapun. Tapi Pak Nass mengubah kalimat bermuatan negatifku menjadi positif, mungkin karena kebiasan berbaik sangka-nya, "Hahaha kamu menarik. Bisa ansos. Tu modal. Kalo bisa 'menyepi', berarti siap nulis". Aku tersenyum membaca kalimatnya. Sebagiannya benar, ya, memang, saat aku memilih unread semua chat, dan membatasi kontak dengan siapapun, aku memang banyak menulis. Meski banyak pula melakukan hal-hal tidak produktif, semacam overthinking, atau kegiatan non produktif lain yang benar-benar wasting time.

Sepekan aku menghindari Pak Nass, karena aku belum setor tulisan. Sudah numpuk jadi enam atau bahkan lebih, yang seharusnya dikirim. Ahad kemarin, aku berusaha meyakinkan diri. Kataku, pada diriku, "Kamu ga belajar namanya Bel, ini juga bentuk lari dari masalah. Dulu kaya gitu, sekarang mau diulang?". Ya, bukan pertama, aku kalau ansos memilih mengabaikan semua pesan, menzalimi semua orang yang bermaksud baik menyapaku, atau bertanya hal-hal remeh, atau mungkin butuh bantuanku, atau justru ingin membantuku. My bad habbit, masuk ke gua, sibuk memikirkan diri sendiri, padahal di luar sana banyak yang tersakiti olehku.

Jadi ahad kemarin aku beranikan diri, seen, baca pesan pengingat dari Pak Nass. Menjawab, entah excuse atau reason. Tapi aku menjawab, mencoba tidak lari. Meski masih jalan di tempat, belum balik kanan dan menemui yang seharusnya dihadapi. Jawaban Pak Nass atas excuse/reason dariku adem, tips rutinitas sebelum memulai menulis.
"Usahakan tiap mau nulis wudhu, dalam kondisi suci. Boleh amalkan matsurat ato sholat dulu." - Nassirun Purwokartun
Aku tersenyum, namun jujur tips dari Pak Nass jleb gimana gitu. Aku tidak segera melaksanakan tipsnya, aku memilih menetap di gua lebih lama, membawa selembar cermin. Aku tidak bisa tidak mengakui, mungkin hatiku yang buram, gelap tertutup dosa, yang menghalangiku menulis. Aku tidak bisa tidak melihat, bahwa otakku terlalu penuh kenegatifan, kelam, yang menghalangiku menulis.

***

Untukku, karena yang terus menerus dan konsisten itu lebih baik daripada yang sehari muncul sebulan hilang. Belajarlah membangun kebiasaan baik. Mungkin kamu baru bisa sepekan sekali, ya ditingkatkanlah, yang tadinya sepekan sekali jadi sepekan dua kali. Kalau udah, tingkatin jadi sepekan tiga kali, empat kali, lima kali, enam kali, dan akhirnya nanti jadi sehari sekali.

Untukku, kalau tulisan ini cuma keluhan, percuma, sia-sia. Tapi kalau tulisan ini bentuk kamu menghisab/muhasabah diri. Bagus. Jadi tahu kan, aksi selanjutnya apa? Bersihin hati dari dosa, bersihin pikiran dari negative thinking. Semoga dengan bersihnya hati dan otakmu, lancar juga jemari dalam menulis, otak dalam meramu kata dan kalimat, serta hati dalam usaha meluruskan niatnya.

Semangat nulis~ kalau ga semangat? Motivasi dirimu untuk menulis... Banyak baca, kecilkan ukuran gelasnya, nanti juga tumpah airnya. Dan kamu tidak bisa menghindar untuk tidak menulis.

Bye...

Wallahua'lam.

PS : Ada pikiran-pikiran yang menusuk-nusuk, ingin kutulis meski muatannya negatif. Aku hidden in syaa Allah. And will be delete soon, in syaa Allah.
__1Tulisan are you okay, trafficnya padet, banyak yang lewat, karena banyak orang yang pengen tahu arti are you okay, pengen tahu respon apa aja untuk pertanyaan are you ok. Trus kenapa emang? Kalau itu faktanya, terus kenapa? Bisa jadi mereka lewat karena niat awal itu, tapi bisa mengambil manfaat lain dari tulisan itu. Mungkin memang ga pantes masuk draft buku, atau mungkin emang kamu ga pantes buat nyusun draft buku. Trus kenapa? Ini toh masih draft? Kalau nanti dikirim ditolak, itu urusan lain. Bikin draft kan ga ada urusannya sama itu. Jangan banyak mikir, kerjain aja, lakuin aja. Nanti dikirim, atau disimpen di laci, atau dicetak trus bakar sampai jadi abu, urusan nanti. Jangan biarin pikiranmu membajak tanganmu.
__2Kalau memang tu orang melihatmu dengan alasan U, trus kenapa? It's their eyes, and their assumption. yang hancur kalau asumsinya hancur bukan kamu kan? Lagian... pada akhirnya yg punya hak, keterangan apa yang kamu pengen tambahin di biodata singkat penulis kan kamu. Mau terbit jg belum tentu kok sibuk mikirin ini. balik ke tulisan penutup poin sebelumnya. Bikin draft kan ga ada urusannya sama itu. Jangan banyak mikir, kerjain aja, lakuin aja. Nanti dikirim, atau disimpen di laci, atau dicetak trus bakar sampai jadi abu, urusan nanti. Jangan biarin pikiranmu membajak tanganmu.
__3Kamu mungkin ga pantes, dan emang ga akan pernah pantes buat nerbitin buku. Trus kenapa? Kamu ga akan tahu, dan ga akan berkembang kalau pikiran itu menghentikan gerak tangan dan kakimu. Fokusnya bukan di situ, jangan fix mindset ngapa. >< Kalau ga pantes, ya memantaskan diri. Harusnya gitu kan? Inget apa kata Ibu dengan cerita off the record tentang kuliahnya, perjuangannya? Kamu ngerasa ga pantes lulus dari sini? Mikir pake mindset baru, pantaskan dirimu. Bukan malah mundur dan balik badan. Ya.. yang udah lalu mah lalu aja. Sekarang beda hal, bukan tentang kuliah memang, tapi tentang mimpi nerbitin buku. Jadi? Mau kalah sama diri sendiri?

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya