#quranjurnal
وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلْإِيمَـٰنَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِى صُدُورِهِمْ حَاجَةًۭ مِّمَّآ أُوتُوا۟ وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌۭ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung [Surat Al-Hasyr (59) ayat 9]
Al Hasyr ayat 9 merupakan cerminan indahnya ukhuwah yang berdasarkan iman. Muhajirin, orang-orang yang terusir dari kampung halamannya karena iman yang mereka miliki. Dan Anshar, orang yang sudah beriman, sebelum Muhajirin datang ke Madinah. Saat mengetahui bahwa saudaranya terusir dan berhijrah, sikap Anshar begitu menakjubkan. Allah memujinya di ayat ini.
Yuhibbuna man hajara ilaihim, mereka mencintai orang yang berhijrah. Iman kaum Anshar menjadikan mereka mencintai saudara seimannya, muhajirin.
Wala yajiduna fi sudurihim hajatan mimma utu, mereka tidak memiliki keinginan terhadap apa yang diberikan pada muhajirin. Tidak ada iri atau dengki terhadap apa-apa yang Allah berikan kepada muhajirin.
Wa yu`tsiruna 'ala anfusihim, dan mereka mengutamakan muhajirin ketimbang dirinya sendiri. Walaukana bihim khososoh. Padahal mereka juga dalam keadaan susah dan membutuhkan. Yang dimaksud dengan khasasah ialah keperluan. Yakni mereka lebih mementingkan kebutuhan orang lain daripada kebutuhan diri mereka sendiri; mereka memulainya dengan kebutuhan orang lain sebelum diri mereka, padahal mereka sendiri membutuhkannya. [1]
Dan di akhir ayat Allah memberitahu bahwa orang-orang yang dipelihara dari kekikiran, mereka yang dermawan dan suka memberi, merupakan orang-orang yang beruntung. Di sini Allah mengingatkan kita bahwa orang-orang yang beruntung bukan mereka yang sejak kecil hidup berkecukupan, juga bukan orang yang ketiban duren, mendapatkan rezeki besar tiba-tiba, bukan, bukan itu. Tapi orang yang beruntung adalah orang yang hidupnya mungkin sederhana, tapi hatinya Allah hindarkan dari kekikiran, sehingga ia masih bisa memberi dengan keterbatasan yang ia miliki.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam bersabda, "…Sifat kikir mendorong mereka berbuat aniaya, maka mereka berbuat aniaya; dan mendorong mereka untuk berbuat kedurhakaan, maka mereka berbuat kedurhakaan; dan mendorong mereka untuk memutuskan silaturahmi, maka mereka memutuskan pertalian silaturahmi.'" [1]
Ayat ini mengingatkan saya tentang sebuah kutipan dari buku Revive Your Heart, Nouman Ali Khan. Bahwa saat kita bersedekah, berinfak, memberi sesuatu pada orang yang membutuhkan, sebenarnya bukan orang yang menerima yang membutuhkan bantuan, tapi justru kita yang memberi, yang membutuhkan orang-orang yang mau merima 'pemberian' kita yang tidak seberapa.
"When you help someone, you are not honouring them; they are honouring you. You've helped them only in the dunya, which is nothing to Allah, but they have help you in akhirah, which is everything." - Nouman Ali Khan
Kedermawanan merupakan sikap yang harus kita tumbuhkan, kita biasakan. Kita harus mendidik hati kita agar terhindar dari kekikiran. Senantiasa mengingatkan diri kita bahwa apa yang kita miliki sebenarnya adalah pemberian dari Allah. Dan Allah menitipkan 'hak' orang lain pada dompet kita, kita harus mengeluarkannya, karena memang itu sebagian dari harta kita adalah hak orang lain. Sembari kita memberi, belajar untuk dermawan, Allah akan menyucikan kita, serta memberikan kita keberkahan hidup.
Memang lebih mudah untuk ingin menghabiskan sendiri apa yang menjadi 'milik' kita. Memang lebih mudah untuk kikir dan menutup mata bahwa ada sebagian harta yang seharusnya kita berikan pada orang lain. Namun kita berkaca pada ayat ini. Al Hasyr ayat 9. Bahwa benar, orang yang beruntung adalah orang yang dipelihara dari kekikikiran. Wa mayyuqo suhha nafsihi faulaika humul muflihun. Semoga Allah menjadikan hati kita terhindar dari kekikiran, dan memudahkan kita untuk berbagi dan memberi nikmat yang Allah berikan pada kita, yang sebagiannya memang hak orang lain, bukan hak kita. Aamiin.
Allahua'lam.
16 Juni 2019 | 12 Syawal 1440H
Keterangan: [1] http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-surat-al-hasyr-ayat-8-10.html
#refleksiramadhan #quranjournal #betterword
***
PS: Tulisan tahun lalu, dari facebook pribadi khusus Ramadhan.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya