Follow Me

Thursday, May 14, 2020

Dzikir Penaut Hati dan Sayap yang Tak Patah



Nukilan Buku “Serial Cinta | Anis Matta”




Bismillahirrahmanirrahim
Hari ini saya membaca dua tulisan dari buku Serial Cinta-nya Anis Matta.
Sebelumnya, tulisan ini ingin aku beri judul “Serial Cinta; Bukan Sinetron atau Drama Bergenre Romance”, tapi karena isi tulisan ini tidak jadi membandingkan bedanya buku ini dengan drama/sinetron cinta, maka judul itu sementara saya simpan.
Mungkin bisa dipakai untuk judul resensi buku ini, kalau saya sudah selesai membaca.
Buku ini merupakan kumpulan tulisan Anis Matta dari Majalah, di rubrik Serial Cinta. Tidak perlu kerunutan dalam membacanya, jadi saya sering iseng membuka judul-judul tulisan sebelum akhirnya lanjut membaca isinya. Berikut ini dua judul dan sedikit nukilannya.

Doa Cinta Sang Imam



Ya Allah Engkau tahu, hati-hati ini telah berkumpul dalam cinta-Mu, bertemu dalam taat-Mu, menyatu menolong dakwah-Mu, berjanji perjuangkan syariat-Mu, maka eratkanlah ikatannya, dan abadikan cintanya …..
Anis Matta lanjut menuliskan, bahwa tidak ada penjelasan historis tentang suasana yang melatari Hasan Al Banna saat menulis potongan doa itu. Doa itu adalah wirid pengikat.

Pengikat hati. Hati yang sedang dibangun untuk memikul beban kebangkitan umat. Beban mereka berat. Jumlah mereka sedikit. Musuh mereka banyak. Jadi, mereka butuh landasan yang kokoh dan pengikat yang kuat. Landasannya adalah iman. Pengikatnya adalah cinta. — Anis Matta

Sayap yang Tak Pernah Patah

Entah memang aku yang suka dengan paragraf yang puitis, tapi tulisan kali ini juga dimulai dengan paragraf pertama yang menarik hati.


Mari bicara tentang orang-orang yang patah hati. Atau kasihnya tak sampai. Atau cintanya tertolak. Seperti sayap-sayap Gibran yang patah.

Atau kisah kasih Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal Vanderwicjk tenggelam.

Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka ‘majnun’ lalu mati. Atau, jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu sendiri, yang kandas dihempas takdir, atau layu tak berbalas. — Anis Matta
Tulisan ini tidak dilanjutkan dengan sebuah penghibur, kalau memang cinta mungkin saja tertolak, sayap mungkin juga patah.
Jadi teringat tulisan sebelumnya Broken Wings di nukil buku Little Good Things Everyday. Tapi buku ini mengingatkan kita, bahwa sebenarnya, di alam jiwa, sayap cinta itu sesungguhnya tak pernah patah.

Kalau cinta berawal dan berakhir kepada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai.

Dalam makna memberi itu posisi kita sangat kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolis saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab di sini kita justru sedang melakukan sebuah “pekerjaan jiwa” yang besar dan agung: mencintai.
Lewat tulisan ini pula, kita diingatkan bahwa,


Kita lemah karena posisi jiwa kita salah. Kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya!

Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tetapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain mencintai kita!



Kita memang harus banyak belajar tentang cinta. Tapi bukan sekedar cinta, yang sering ditampilkan di layar TV, bukan pula yang sering dituliskan di novel-novel romance.
Kita harus banyak belajar tentang cinta, cinta yang maknanya lebih mulia dan lebih luas dari itu. Cinta, yang ujungnya mendekatkan kita kepadaNya.
Allahua’lam
***
Keterangan: Tulisan ini sudah pernah di publish di akun Medium @isabellakirei

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya