Bismillah....
Lebih suka menulis
di sini, ketimbang harus berkomentar di grup. Hehe. Terilhami dari sebuah tanya, di sebuah grup organisasi.
Tentang lisan, dan tulisan yang seringkali melukai orang lain.
***
Ditulis utamanya
untuk diri, yang masih belajar tentang akhlaq dalam ucapan dan tulisan.
*selftalk : ini
untuk diri, untuk diri, untuk diri
Perihal akhlaq dalam
ucapan dan tulisan. Adalah benar adanya, bahwa sebuah luka bisa dengan mudah
tergores, hanya karena satu atau dua kata. Lisan. Begitu tajam ia, sehingga
seringkali tanpa sadar diri melukai orang lain dengannya. Apalagi orang-orang
macam diri. Yang seringkali menyerang di setiap diskusi. Offensif, frontal,
jleb, dll.
Cara kita berbicara,
cara kita menulis, dan akhlaq kita.. Adalah sebuah hal, yang lumayan susah di
ubah. Mengapa? Karena ia, terbentuk atas kebiasaan kita. Sehingga terkadang,
tanpa sadar.. Kita mengulang-ulang hal yang sama. Meski sudah banyak yang menegur.
(*selftalk : dasar keras kepala!)
Dan tulisan ini, aku
ingin mengingatkan diri. Bagaimana cara agar diri.. Berubah. Setidaknya
perlahan, namun menjadi lebih baik. Dalam hal cara menyampaikan pendapat, dalam
hal berbicara, dalam hal menulis. Agar tak adalagi hati yang terlukai karena
satu dua huruf dariku (*apalagi kalau sampai berparagraf2.. hiks).
***
First of all.. Kita
harus yakin dan tahu dulu. Tentang mengapa, ucapan dan tulisan kita mesti
dijaga. Tentang ucapan yang dicatat, dan muslim yang baik.
Ketahuilah.. Apapun yang kita ucapkan akan dicatat dan
dipertanggungjawabkan
Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar
rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan
utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka. (43:80)
Dicatat, dan akan
diperlihatkan nanti di hari perhitungan. Adakah kita dapatkan kitab dari
sebelah kanan? Atau dari belakang? *hiks
(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul
dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa
orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka
disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu. (16:25)
Ayat ini..
Menerangkan bahwa ucapan juga bisa membawa kita ke neraka. Ucapan di ayat tsb,
adalah ucapan orang kafir yang berkata 'Al Quran adalah semata dongeng belaka'.
Ketahuilah, muslim yang baik itu... Yang saudaranya
aman dari lisan dan perbuatannya
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Seorang Muslim itu adalah yang mana kaum muslimin selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya.
(HR Muslim)
Dalam riwayat lain:
أَفْضَلُ اْلمُؤْمِنِينَ إِسْلاَمًا مَنْ سَلِمَ اْلمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَ يَدِهِ
“Orang mukmin yang paling baik (kualitas) keislamannya adalah orang yang kaum muslimin merasa aman dari (gangguan) lisan dan tangannya…”
(HR ath thabraniy dishahiihkan Syaikh al Albaaniy)
***
Some tips! --wahai diri, dipraktekan ya! hehe
Ini hasil dari beberapa percobaan. Juga dari nasihat yang didapat dari beberapa orang/media.
Belajar Diam..
Yang ini termasuk yang paling susah menurutku, tapi juga termasuk yang paling ampuh. Belajar diam. Berbicara seperlunya. Tidak ada komentar-komentar iseng. Diam, tidak berkata-kata kecuali butuh banget. Belajar mikir berkali-kali sebelum berbicara. Sebelum nulis juga. hehe. Belajar diam itu, bukan berarti kita nggak tanggap, tapi mencoba mengurangi celah untuk melukai orang lain karena ucapan/tulisan kita.
Berpikir sebelum mengeluarkan isi hati
dan isi otak.
Mirip yang pertama. Intinya, think, think, think. Ga cukup sekali. Ga cukup dua kali. Harus berkali-kali. Sampai kita yakin, ga ada yang tersinggung/tersakiti jika kita mengucapkan/menulis hal tersebut.
Jangan langsung diungkapkan, redam dulu. Tulis dulu,
save draft.
Gak bisa diem. Pengennya langsung ngungkapin. Tenang, kalo gitu, kita belajar nulis aja. Hehe. Coba lah memberikan jeda waktu. Jangan langsung diungkapkan di redam dulu. Tulis dulu di notepad, atau apapun. Di blog juga bisa, trus save draft. Kalau udah cukup lama, baru dibaca, diedit lagi.
Posisikan sebagai orang kedua
Kalau memposisikan diri sebagai diri. *eh, ngerti kan?. Kita nggak akan sadar, apakah kata-kata yang akan diucapkan atau ditulis termasuk frontal atau ga frontal. Jadi, sesekali.. berimajinasilah menjadi orang kedua. Sebel nggak kita baca/denger kalimat yang akan diucapkan/ditulis. Kalau kita merasa sebel dan tersinggung, segera ubah redaksi. Masih merasa sulit memposisikan sebagai orang kedua, ada alternatif lain nih. Tanya pendapat orang lain, orang yang kita percaya bisa memilih kata dan kalimat yang lebih baik.
"Eh, kalau kalimatku gini ................. frontal bgt ga?"
Ask A Friend
Meminta teman untuk menegur setiap kali kita kelepasan dalam berbicara/menulis. Untuk yang ini, kita harus belajar lapang dada dulu. Agar teguran dari teman, bisa mengingatkan diri, tanpa membuat sakit hati. Jangan sampai ketika kita sudah minta selalu diingatkan, eh.. besok-besok kita protes karena terus menerus ditegur. Well. Bisa juga sih, teman kita yang salah. Karena terlalu sensi, sehingga setiap kesalahan kita, dia langsung menegur. Tapi bisa juga, memang kita yang terlalu sering mengulang kesalahan.
***
Tulisan ini. Kusudahi sampai di sini. Sudah terlampau panjang. Takut jadi semakin susah untuk dilaksanakan oleh diri.
Tulisan ini. Semoga selalu jadi pengingat diri. Agar setiap ucapan dan tulisan, selalu dijaga dalam koridor yang aman. Agar tak melukai mereka yang mendengar atau membaca. Semoga selalu jadi pengingat diri. Agar kelak saat membaca ini lagi. Kemudian berkaca kembali, sejauh mana usaha diri untuk berbenah? Sudahkan urgensi di atas dimaknai? Sudahkah tips diatas dijalankan?
Allah.. mudahkanlah. Laa haula wala quwwata illa billah. Tidak ada daya untuk taat kepadaMu, jika Kau tidak mengizinkan.
Allahua'lam bishowab. Allahua'lam.
*selftalk : ini
untuk diri, untuk diri, untuk diri
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya