Follow Me

Wednesday, June 19, 2013

Publish Online Saja

Bismillah...

"Jadi kita mau publish online aja," ucap seorang teteh kepada adik juniornya, staff media di organisasi tempat ia mengabdi.

Yang diberitahu, hanya diam. Terlihat ragu untuk mengutarakan pendapatnya. "Tapi teh," akhirnya ia bersuara. Dijelaskannya pada teteh tersebut tentang perbedaan sasaran syiar online dan offline. Si teteh mengangguk setuju. Namun kembali menegaskan kepada adik juniornya, bahwa saat ini... dana menjadi kendala utama mengapa media yang sedang mereka bangun tidak bisa di cetak.

***

Jemari seorang gadis menari lincah di atas keyboardnya. Ia, adalah adik junior pada kejadian di atas. Tampak serius memandangi layar laptopnya, namun hatinya sedang tidak di sana. Pertemuan sore itu dengan kakak seniornya membuat ia cukup kaget.

Di kepalanya, bergulir kejadian lampau dengan kasus yang hampir mirip. Kasus yang pernah membuat ia hampir menangis. Tentang pengalihan majalah ke buletin, tentang dana... yang tidak bisa mendukung pencetakkan media offline yang ia coba bantu pembuatannya. Rasa sakitnya sama.. rasa perihnya sama.. seperti halnya perih yang baru saja ia rasakan setelah kejadian sore itu.

Sejak awal ia tahu, bukan hal yang mudah membangun dan mengelola media cetak (offline). Meski belum bisa dibilang profesional, ia pernah merasakan jatuh bangunnya membuat media cetak. Dana akan jadi kendala terbesar... setelah kendala kecil-kecil pembuatan media sudah teratasi.

Sejak awal ia tahu, seharusnya ia tak heran dan akhirnya memaklumi. Tapi entah mengapa, perasaan perih itu masih sama. Ia tahu, dakwah yang efektif itu... adalah dengan perbuatan, sebuah keteladanan. Tapi ia juga tahu, media juga memegang peranan yang besar untuk syiar. Dan media cetak -meski sekarang adalah era digital- tak semua peran dan fungsinya bisa digantikan oleh media online. Tetap berbeda efeknya.

Karena kita semua tahu... ketika e-book dan website marak menduplikasi fungsi buku dan koran. Apakah hal tersebut menjadikan buku dan koran lantas kehilangan pelanggannya? Sasarannya berbeda, antara media online dan media cetak.

Jemarinya masih asik menari di atas tuts-tuts keyboard. Mencoba membreakdown tema menjadi butir-butir rubrik. Seringkali ia berhenti, menghapusnya, dan mulai menulis dari awal. Hm... kejadian sore itu tidak bisa tidak mempengaruhi psikolognya. Ia masih semangat membantu pembuatan dan pengelolaan media yang "tadinya" akan menjadi media cetak. Tapi mendengar info sore itu, ia kemudian meragu. Tak tahu apakah akan meneruskan, atau justru berhenti.

***
Sebuah pesan baru saja diterima, memicu genangan air di kelopak matanya.
"Gimana, jadi terbitkan pas penerimaan siswa baru?" begitu tanya seseorang yang mengirim pesan tersebut. Tak,tik,tak. Cukup cepat sang penerima membalas, menyatakan ketidaksanggupannya. Takut menghadapi luka yang sama.
"Pasti bisa. Pasti bisa. Ayo semangat!" Sang penerima pesan makin deras saja menangis, tanpa suara.
Potongan peristiwa lampau itu, akhirnya membuat ia menghentikan tarian jemarinya di atas keyboard. Kemudian ia teringat buletin kecil dengan desain unik sehingga jika dilipat bentuknya persegi. Terbit tiga kali saat Masa Orientasi Siswa baru. Sebuah karya, yang ternyata mampu ada, bahkan saat ia hampir putus asa.

Berucaplah ia kepada diri : "Aku tak tahu ini anugerah atau musibah, aku hanya ingin berprasangka baik padaNya".

#fiksiku

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya