-muhasabah diri, refleksi menulis-
Bismillah...
"But you prefer the worldly life.... "
Ayat yang familiar. Namun baru termaknai ketika benar-benar membaca terjemahnya. Maklum, belum bisa berbahasa arab (*kapan belajar bel? hiks.).
***
Gambar tadi, seperti biasa.. di dapat dari salah satu jejaring sosial. Jujur, setiap kali menemukan tausyiah-tausyiah di jejaring sosial. Baik dalam bentuk tulisan maupun grafis. Rasanya hanya ingin memandanginya sendiri, menyimpannya di dalam harddisk. Selanjutnya? Hm.. jangankan untuk ditulis ulang, atau di share. Sejujurnya diri, masih sering bertanya-tanya : apakah sudah bisa/sudah dilaksanakan?
Beratnya menulis, sesungguhnya bukan terletak pada mencari ide. Atau memulai menulis. Atau memilih diksi. Atau merangkai kata menjadi kalimat dan paragraf. Bukan. Beratnya menulis bukan terletak di sana.
Beratnya menulis, adalah saat kita tak yakin... bisakah kita pertanggung-jawabkan tulisan kita? Sehingga ayat dua dan tiga surat 61 tidak mengenai diri.
Beratnya menulis, adalah saat kita tak yakin... bisakah kita
pertanggung-jawabkan tulisan kita? Apakah yang kita tulis adalah kebenaran dan membawa kepada kebenaran? atau justru sebaliknya?
Beratnya menulis, adalah saat kita tak yakin... tulisan ini? Benarkah kita niatkan untukNya, karenaNya? Atau justru.. yang kita cari adalah sekedar jumlah pengunjung, atau ketenaran nama, atau harta? Atau apa? Benarkah niat masih lurus? dan tidak bengkok?
***
Dan sebenarnya lebih berat lagi..
Ketika kita diberikan Allah kemampuan untuk menulis, lantas kita mengabaikannya. Dengan alibi sibuk, ga dapet ide, males, nggak mood, dll.
Dan sebenarnya lebih berat lagi..
Ketika kita diberikan Allah
kemampuan untuk menulis, lantas kita tidak menyusukurinya. Tidak menggunakan kemampuan kita untuk menyeru kepadaNya.
Dan sebenarnya lebih berat lagi..
Ketika kita diberikan Allah
kemampuan untuk menulis, dan mengetahui sebuah kebenaran yang belakangan ini dituduh sebagai ketidakbenaran oleh media. Lantas kita hanya diam, menonton saja. Padahal kita bisa menyampaikan kebenaran.
Dan sebenarnya lebih berat lagi..
Ketika kita diberikan Allah
kemampuan untuk menulis, dan mengetahui sebuah kemungkaran. Lantas kita hanya diam,
menonton saja. Merasa cukup membenci dalam hati. Padahal kita masih bisa menulis, setidaknya jika memang tidak bisa mengubah dengan tangan. Bukankah kita masih bisa mengubah dengan lisan(tulisan)?
***
"Ya Allah, ijinkan hamba istiqomah menulis. Mudahkanlah.. Mudahkanlah..
Laa haula walaa quwwata illa billah..."
Allahua'lam bishowab.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya