Follow Me

Monday, August 6, 2018

Calm Facing The Storm (Edited Version)

Bismillah.

Yang sebelumnya banyak curhat, trus takut jatuhnya ghibah. Jadi beberapa bagian aku edit. Yang versi ini masih curhat.

***


Tidak mudah untuk tenang menghadapi badai. Yang ini tidak bisa disebut badai kehidupan memang, hanya ujian kecil, yang bagiku sulit hehe. Ibarat ujian mata pelajaran/mata kuliah yang paling kamu tidak sukai. Belajarnya aja sebel, apalagi ujiannya hehe. Inginnya sih jawab asal-asalan aja. Tapi efeknya tidak lulus dan harus mengulang. Justru karena tidak disukai, harus benar-benar belajar dan mempersiapkan ujiannya. Agar segera lulus dan tidak perlu berkutat dengan mata pelajaran yang satu ini. 

Bagiku, saat ini, pelajaran mengenai mempercayai orang lain itu sulit hehe. Aku punya masalah sulit percaya sama orang lain. hehe. Berawal dari jaman masih SMP, tersakiti saat tahu orang-orang yang kuanggap teman ternyata memiliki wajah lain dibelakangku. Aku kira mereka bercanda, ternyata bukan, bukan bercanda, mereka beneran bermuka dua, di hadapanku begitu, di belakangku begini. Saat itu.. aku tidak mengekspresikan rasa sakitnya, rasa sedih dan rasa marahnya. Memilih memendamnya sendiri. Dampaknya? Sampai sekarang hehe. It's hard for me to see the dark side of people.

Rasanya selalu sakit, saat tahu sisi buruk orang lain. Padahal kan ya.. manusia itu ibarat bulan, pasti ada sisi gelapnya. Bukan berarti mereka ingin menyakiti orang lain karena sisi gelap mereka. Hanya saja, begitulah manusia, setiap orang berjuang masing-masing, mengatasi sisi gelapnya. Sama sepertiku, aku juga manusia, yang punya sisi buruk, dan aku berusaha mengurangi dan mengatasinya. Kalau kata pepatah, ada dua serigala, yang satu baik dan yang satu buruk. Yang mana yang kau beri makan, maka ia yang menang. 

Nah.. uniknya, qadarullah, karena trust issue tersebut ingin Allah bantu 'sembuhkan', aku ditempatkan di situasi unik. Aku setiap hari harus bertemu seseorang, berinteraksi dan bekerja sama dengan seorang yang tidak bisa dipercaya. Aku qadarullah ditunjukkan oleh Allah sisi buruk orang tersebut. Jujur, dari pada harus berinteraksi dan bekerjasama dengannya, lebih baik aku pergi saja, it just hurt so much, setiap kali badai hadir. Dan aku harus jatuh bangun sendiri karena punya trust issue. Berprasangka buruk sendiri, dosa sendiri, nangis sendiri, ingin marah-marah, emosi memuncak, dadanya berasa sesak. Aku tahu aku harus tenang menghadapi badai, tapi reaksi refleksku adalah panik.

Aku belum tuntas memperbaiki mindset-ku untuk berpikir positif, dan kondisi dan situasi unik itu.. seolah ujian bagiku, bisakah kamu berbaik sangka padanya? Memaafkannya?

Lebih mudah tidak tahu daripada tahu. Aku berharap tidak tahu, karena dengan itu aku bisa baik-baik saja. Tapi karena tahu, dan aku sendiri punya trust issue, jadi... jadi gitu deh. Rasanya, kaya datang ke kelas dan harus selalu siap kalau tiba-tiba dosen kasih kuis/ujian dadakan. Ada hari-hari tenang, aku biasa aja, dan ia biasa daja. Namun ada juga hari-hari badai, saat aku harus berulangkali jatuh bangun mengatasi trust issue-ku. Belajar lagi bagaimana caranya berbaik sangka, bagaimana caranya memaafkan.

***

Jangan tanya tentang mengingatkan ya hehe. Aku masih baru bisa membenci dalam hati. She's way older than me. And it's not an easy topic to be brought.

Ya, bayangin aja harus ngobrol sama seorang kleptomania, tentang dosa mencuri, bahwa apa yang kita makan, kalau haram akan jadi 'racun' bagi tubuh dan kehidupan kita. Aku angkat tangan, ga sanggup. Sejauh ini, aku cuma bisa menulis tulisan singkat "Allah Maha Melihat", dan memasangnya. Baru itu saja.

Hari ini, sebenarnya adalah fase badai. Makanya aku menulis ini, berusaha menenangkan diri meski itu tidak mudah. Hmm.. aku harus melebarkan pandanganku, agar perspektifku meluas. Aku coba menenangkan diriku, dengan memikirkan bahwa ia.. bisa jadi juga ingin sembuh dari penyakit kleptomanianya. Ia mungkin dalam shalatnya berdoa untuk bisa sembuh. Tapi ia jatuh lagi dan lagi. Bertaubat lagi, jatuh lagi, bertaubat lagi. Mungkin ia juga tersiksa setiap kali aku melihatnya, dan ia disergap rasa bersalah. Mungkin.. mungkin.. 

Aku pernah ngadu, dan ternyata, mereka sudah tahu. Aku gatau, bagaimana seseorang bisa memutuskan untuk tetap memperkerjakan karyawan yang tidak dapat dipercaya. Like, why? How can? They just told me to pray for her, so that Allah opened her heart. Tapi kalau dipikir-pikir, mungkin karena mereka lebih dewasa dan lebih bijak, serta tidak memiliki trust issue. Jadi wajar, mereka memilih tetap mempekerjakannya. They don't feel hurt, seperti aku yang tersakiti tiap melihat sisi gelap orang lain. They don't broke into pieces, cry a lot, like me.

***

Terakhir, untukku. It's not easy to keep calm while facing the storm. Lebih mudah untuk panik dan terbawa emosi. Tapi sesekali, cobalah untuk menenangkan diri. Ujian ini, situasi ini, Allah sajikan agar kau bisa mengatasi trust issue. Jadi, bersandarlah pada Allah saat dadamu sesak, dan merasa tidak bisa menghadapi ujian tersebut. Lakukan hal-hal agar dirimu bisa lebih tenang. Menulislah, menangislah, ambil nafas dalam-dalam, baca firmanNya, berdzikir, berdoa, datangkan pikiran positif. Orang lain mungkin tidak tahu rasanya, tapi Allah tahu. Dan bukankah itu cukup? La haula wala quwwata illa billah. 

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya