Follow Me

Saturday, August 11, 2018

Cuma Didengar dan Diiyakan

Bismillah.

Sebenarnya tadi sudah bersiap akan tidur, tapi kemudian teringat "jatah makan" New Leaf hari ini. Jadilah kupaksa mata yang sudah sekian watt untuk melek lagi dan menulis seadanya, sebisanya. 

Kantuk hilang, lalu aku berkunjung ke instagram. Membaca postingan Teh Tristi, otakku yang sudah pemanasan menulis di New Leaf, ingin ikut berkomentar di sana. Tapi sebagian hatiku, menahan jemariku. Jangan di sana, komennya, di blog aja. Baiklah.. 

yang mau baca tulisan Teh Tristi bisa berkunjung ke @tristiul
Aku membaca beberapa komentar di sana, yang mengelak, pernyataan bahwa perempuan hanya ingin didengar dan diiyakan. Aku juga... bagiku, perempuan tidak cukup cuma didengar dan diiyakan. Ga asik, kalau lawan bicara cuma mendengar dan mengiyakan. Kalau gitu mah, mending nulis di blog aja. Justru tujuan berdialog itu.. karena butuh mendengar suara orang lain, pikirannya, opininya, sudut pandangnya.

Trus.. perlu digarisbawahi, menjadi pendengar yang baik itu bukan cuma mendengar dan mengiyakan. Tapi harus memberi respon yang tepat. Bukan cuma hmm.. iya.. terus? oh.. gitu ya... *angguk-angguk kepala. Kalau lawan bicara begitu, biasanya aku justru berhenti bercerita. Buat apa? Kalau cuma respon kaya gitu, mending juga nulis di sini hehehehe. 

Pendengar yang baik itu,... *mudah menulisnya susah prakteknya. Bukan cuma mengiyakan dan pasang telinga. Tapi menyimak dengan cermat, sesekali mengulangi yang diceritakan sebagai bukti kalau kita tidak salah menyimpulkan. Terkadang meminta ia untuk mengulangi, jika ada yang terkesan janggal atau salah. Bahkan tidak ragu untuk mengingatkan, jika ternyata ia terus berputar-putar tanpa menyatakan poin utamanya.

Lepas dari gender, bagiku komunikasi itu memang tidak mudah. Mau itu komunikasi dengan sesama perempuan maupun dengan laki-laki. Baik itu komunikasi dengan orangtua, maupun dengan teman. Dengan orang yang sudah sepuh, apalagi dengan balita yang lidahnya masih pendek. Hehe. 

Tapi.. tapi.. meski susah, tidak mudah, ada banyak kesempatan untuk terus belajar. Baik itu komunikasi lisan maupun tulisan. Baik itu komunikasi verbal maupun non verbal (gesture, ekspresi wajah, dll). Sama seperti bayi, yang awalnya hanya bisa menangis, bentuk ia berkomunikasi. Kita juga, bisa perlahan belajar. Terlepas dari karakter introvert atau ekstrovert. Bahkan juga terlepas dari keterbatasan bahasa. Kita bisa belajar berkomunikasi.

Terakhir, saat seharusnya semua bisa dikomunikasikan dengan baik. Namun entah mengapa lidahmu kelu, jemarimu kaku, dan komunikasi menjadi sunyi senyap. Coba sejenak tengok kabar hatimu, imanmu. Saat segala komunikasi dengan manusia terasa runyam, barangkali dan justru mungkin yang perlu kau perbaiki sekarang adalah komunikasimu dengan Allah. Apa kabar doa? Apa kabar shalat? Apa kabarmu dengan quran?


Allahua'lam. 






No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya