-sebuah cerpen-
Terik matahari mengembangkan senyum lebarnya pada
pagiku. Meningkatkan suhu udara di sekolahku, yang terasa semakin panas oleh
aktivitas siswa yang lalu lalang. Kupercepat langkahku, berharap aku akan
segera mendapat kesejukkan. Di suatu tempat yang akhir-akhir ini sering
dikunjungi siswa kelas XII seangkatanku. Ya… masjid sekolah, tempat segala
harapan dan mimpi kami ungkapkan pada Sang Khaliq. Aku ingin mengambil air
wudhu dan shalat dhuha untuk melancarkan ujian praktik pagi ini.
Kudengar suara tak
asing memanggil namaku. Kuhentikan langkahku, mencoba mencari pemilik suara
tadi. Aku tersenyum saat mengetahuinya, kulambaikan tanganku padanya. Tak
sampai beberapa menit kami sudah berjalan beriringan menuju tempat yang sama.
Tuk percikkan kesejukan, tak hanya di wajah kami, juga hati kami.
***
“Mau kemana, Ta?” ucap Dea, mengulangi pertanyaannya.
Jujur, aku muak dengan bertanyaan itu. Ahh.. tidak! Itu hanya alasanku saja
karena aku tak bisa menjawab pertanyaan Dea. Dea menyernyitkan keningnya,
menyiratkan kebingungan di wajahnya. Ya.. itu pertanyaan pasaran yang akan kau
dapat ketika kau duduk di kelas XII. Apalagi pada bulan-bulan menuju UAN. Aku
tersenyum padanya, menghapus beberapa guratan keheranan di wajah ayunya.
“Aku belum yakin De, entahlah! Aku serahkan semua
pada-Nya.” jawabku pasrah. Sedetik kemudian nasihat-nasihat meluncur deras dari
bibirnya. Tentang pernyataanku yang separuh benar. Tentang keharusan kita untuk
berikhtiar sebelum bertawakal. Tentang pentingnya memilih untuk masa depan.
Tentang… segala sesuatu yang malah membuatku semakin ragu. Tiba-tiba Dea
menghentikan ucapannya, seolah teringat sesuatu.
“Sorry Ta… aku misunderstanding!
Kamu ngomong kaya gitu karena sedang nunggu hasil SNMPTN Undangan kan?” tanya Dea dengan raut memohon
maaf. Terlihat sekali, penyesalan di wajahnya. Aku menggeleng,
“Aku nggak pernah nyoba ikut SNMPTN Undangan, kamu nggak salah De!” yakinku. Ya…
seminggu yang lalu guru BK memang memanggilku. Memberi saran agar aku mengikuti
SNMPTN
Undangan di fakultas
dan universitas ternama. Sama, seperti saran kedua orang tuaku. Dan aku tolak
saran itu, walau aku tahu hal tersebut akan mempermudahku masuk ke fakultas
kedokteran. Maklum, nilai-nilaiku memenuhi syarat untuk itu.
“Kenapa, Lita?? Bukankah itu kesempatan emas?” Dea
semakin keheranan. Bukan De, itu bukan kesempatan emas bagiku. Itu hanya sebuah
tiket yang akan membuatku menjadi bolang alias bocah ilang. Ya… aku akan
terdampar dan tersesat di fakultas kedokteran, yang notabene bukan tempat
impianku berlabuh. Namun di sanalah harapan Ayah tertancap kuat. Mengakar.
***
“Ayah nggak habis pikir. Kenapa kamu lebih memilih
SNMPTN Jalur
Tulis ketimbang Undangan? Ayah tidak meragukanmu Lita, Ayah
yakin melalui jalur tulis pun kamu akan
tetap bisa masuk fakultas kedokteran. Tapi bukankah lebih pasti jika kamu
mengikuti Undangan?” ucap Ayah
dengan nada tinggi saat itu. Saat ia tahu aku tak mengikuti Undangan. Mataku berair saat itu, antara sedih
membuat Ayah marah dan karena merasa Ayah tak pernah menghargai pendapatku.
“Ayah, Lita ingin mengukur kemampuan melalui SNMPTN Tertulis. Bukan Undangan
yang kelulusannya ditentukan melalui nilai raport.” ujarku pelan. Mencoba
meyakinkan Ayah bahwa aku tahu seberapa besar harapannya padaku. Harapan agar
aku mengikuti jejaknya, menjadi seorang dokter. Ayah tak pernah mendengar
kalimat itu. Karena sebelum aku mengucapkan sepatah katapun, ia sudah berlalu
meninggalkanku. Membiarkan tetesan air mata mengalir lebih deras di pipiku.
Tanpa seberkas pelangi di mataku.
Peristiwa tersebut terus menerus direplay
di otakku. Membuat hidungku semakin basah dalam sujud Istikharah-ku.
“Ya Allah… haruskah aku mengesampingkan mimpiku
masuk fakultas TI demi Ayah? Demi senyumnya, yang akhir-akhir ini jarang
ditujukan padaku? Bantu aku Ya Allah… bantu aku memutuskan jalan mana yang akan
kutempuh.”
***
Kutelusuri nama demi nama yang tertera di layar
komputerku. Hasil SNMPTN Tulis yang beberapa
hari lalu aku ikuti. Aku tersenyum puas. Aku diterima.
“Ya Allah… thanks for help me choose this faculty.
You’re the best.”
***
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya