Follow Me

Wednesday, October 25, 2017

Membuta

Bismillah.
#fiksi
Hanya karena kau menutup matamu, tidak menjadikan sebuah fakta seketika hilang dari hadapanmu. Fakta itu masih di sana, hanya kau saja, yang membuta.
***

Aku memejamkan mataku, entah mengapa di siang yang terik ini, kepalaku terasa pening. Sepuluh detik, rasa tidak nyaman itu masih bertengger di dahi, di otot sekitar alis, dan juga di pelipis. Ku padangi layar putih yang berisi dua kalimat penjelasan tentang 'membuta'.

'Apa lagi yang harus kutulis?' tanyaku dalam hati, jemariku melayang di atas keyboard, namun tidak menyentuh salah satu tutsnya. Hanya gerakan hampir mengepal dan memegar berulang-ulang, kebiasaan jemariku saat aku ketinggalan 'kereta' ide dan ritme menulis. Pening kembali menyengat kepalaku, membuat kelopak mataku terpaksa menutup lagi, kali ini lebih lama dari hitungan sepuluh.

"Ngantuk?" suara seseorang membuatku membuka mataku. "Mau kopi?" tanyanya, kulirik galon berbalut sarung doraemon di pojok ruangan. Aku beranjak dari tempat duduk, meninggalkan orang yang bertanya tanpa jawab. Biarkan saja, memang bukan pertanyaan yang harus dijawab.

Kuambil mug putih dengan tulisan berwarna merah "you can do it!", kuisi dengan air galon, tidak panas. Kupandangi beberapa sachet pilihan kopi di meja, yang melihatnya saja, sudah bisa kubayangkan harum dan rasanya. Tapi aku sedang puasa kopi, dan sudah berjanji memperbanyak minum air putih untuk kesehatanku. Kuteguk habis air putih di mug tersebut sembari meyakinkan diri, bahwa tidak ada obat yang manis.

"Saya keluar sebentar ya, cari udara segar", ucapku pada beberapa orang di ruangan yang sedang sibuk di depan layar putih masing-masing. Cuma sekedar ucapan saja, ucapan yang tidak perlu ditanggapi. Selalu begitu di sini, tidak ada basa-basi, tidak ada obrolan ringan, tidak perlu tanya jawab. Semua fokus pada pekerjaannya masing-masing, dan berusaha agar tidak mengganggu pekerjaan orang lain.

***

Ke rooftop di siang terik memang bukan pilihan yang tepat. Tapi entah mengapa kakiku tergerak untuk kesini. Saat keluar lift dan mencari bagian rooftop yang agak teduh, aku mendengar sayup-sayup suara seorang perempuan. Awalnya aku kira ia sedang bersenandung, tapi saat mendekat, aku sadar, bukan lagu yang ia lantunkan. Ia sedang membaca sebuah kitab, kitab yang cuma aku buka satu tahun sekali.

Aku berhenti melangkah lebih dekat, kulihat kibaran khimar berwarna hijau lumut yang ia kenakan. Mungkin karena mendengar suara langkahku, atau ia merasa ada yang memperhatikannya, lantunan ayat suci tersebut berhenti. Otakku sempat berpikir, apa yang baiknya aku lakukan kalau ia berbalik dan melihatku. Namun pikiran tersebut kemudian berhenti, dikagetkan oleh suaranya. Ia tidak merubah posisi duduknya, bagian belakang khimar hijau lumut tersebut masih di sana. Ia tidak lanjut membaca quran, tapi kini ia sedang membaca terjemahannya. Cukup keras hingga telingaku dapat menangkapnya.

Aku terpaku disana, ikut mendengarkan satu demi satu arti ayat kitab tersebut. Kitab yang cuma satu kali satu tahun aku baca, namun belum pernah aku ketahui artinya. Sesekali ia berhenti untuk mengambil nafas, terkadang jeda untuk menghembuskan nafas panjang, seolah lewat hembusan nafasnya, ia lepaskan juga beban-beban di pundaknya. Aku masih asik mendengarkan suaranya, sampai suaranya bergetar pelan di salah satu ayat. Seolah sembari membaca terjemahan ayat tertentu itu, bulir air sedang berdesakkan di ujung matanya.

***

Seketika seolah palu dipukulkan ke kepalaku, pening di kepalaku seolah menghilang karena benturan keras tersebut. Bagaimana aku bisa menulis tentang 'membuta', kalau sebenarnya, itu aktivitas yang hampir setiap hari aku lakukan.

Kupandangi layar di meja kerjaku, memoriku menggerakkan jemariku untuk mencari terjemahan surat apa dan ayat mana yang dibaca perempuan berkhimar hijau lumut itu. Isak tangisnya membuatku tidak bisa menangkap dengan jelas keseluruhan terjemah ayatnya. Namun aku masih bisa mendengar sebagiannya.

"quran mereka mempunyai mata namun tidak digunakan untuk melihat", aku klik search.

The End.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya