Bismillah..
Jujur sebenernya termasuk orang yang keras pada diri perihal ini. Ya, perihal interaksi pada yang bukan mahram. Jadi wajar, kalau aku tidak suka, kalau tiba-tiba ada non-mahram yang seenaknya nge-like atau komentar di setiap postingan diri di jejaring sosial. Meski untuk di blog ini, aku masih sellow kalau ada non-mahram yang komentar. *maklum, jarang ada yang komen, hehe.
***
Tapi kemudian, sebuah pikiran lain terlintas. Hm.. tentang manfaat dan mudhorot. Ya, kebanyakan yang aku tahu dan amati. Interaksi non-mahram di dunia maya, berupa saling berkomentar, seringkali sia-sia. Nggak penting banget untuk dibahas. Tapi somehow, diterusin. Well. Aku cuma bisa meringis pahit, kalo nggak sengaja ngeliat non-mahram saling berkomentar di posting seorang akhawat, dan isinya itu tidak penting. Ini yang kebanyakan terjadi. Tapi beberapa saat ini, aku diperlihatkan. Bahwa ada kok, interaksi non-mahram di jejaring sosial yang bermanfaat. Jikapun berkomentar, isinya penting, dan itu memang mendesak untuk disampaikan.
Jadi bagaimana? Masih perlukah non-mahram saling berkomentar di jejaring sosial?
Pilihan pertama, yang utama : DIAM
Ini yang seringkali kebanyakan orang lupa. Setiap ada hal yang bisa dikomentari, diri tanpa pikir panjang langsung saja berkomentar. Bahkan sekedar untuk berkata : setuju. Padahal sudah ada 'like'. Begitulah, terlalu menggoda memang, jika ada non-mahram yang posting. Wajar sih. Memang sudah fitrahnya, manusia tertarik pada non-mahram.
Ini penting banget. Belajar diam. Belajar, untuk tidak selalu ingin berkomentar. Meski memang topiknya seru. Belajar diam. Belajar, menahan lidah dan tangan. Penting. Karena ketika kita belajar diam. Maka, kita otomatis mencoba menutup celah-celah pintu kesia-siaan. Karena benar, bisa jadi.. komentar yang ingin disampaikan, sebenarnya tidak penting-penting banget untuk disampaikan. Karena benar, bisa jadi... awalnya komentar itu penting untuk disampaikan. Namun dari satu yang penting, kemudian bisa berlanjut menjadi banyak komentar yang tidak penting. Ups! Bahkan sampai "ketawa-ketiwi" dan senyum-senyum sendiri. Lupa diri. Bahwa diri, sedang saling berkomentar, pada ia yang bukan mahram. Pada ia, yang bisa menimbulkan rasa "sesuatu" di hati.
Ah, benar. Jika kita tidak mau belajar untuk Diam. Belajar menahan lisan dan jemari untuk berkomentar. Barangkali kita memang sudah lupa firmanNya, untuk tidak mendekati zina. Ya, walau sekedar mendekati. Bukankah saling berkomentar, bisa jadi jalan menuju zina? setidaknya zina hati.
Pilihan kedua : if URGENT and IMPORTANT, then SPEAK UP
Sudah belajar diam. Saat ini, saatnya belajar berbicara. Ya, tidak dapat kita pungkiri. Ada manfaat yang bisa didapat tentang "saling berkomentar" antarnon-mahram. Ada hal-hal yang memang harus disampaikan. Nasihat, ilmu, dll. Untuk yang satu ini, kita harus belajar mengenal dan memahami situasi. Berpikir berulang-ulang sebelum akhirnya memutuskan untuk berkomentar/tidak. Kemampuan mengenali sikon ini, memang perlu dilatih. Coba dari sekarang. Jika tidak "mendesak dan penting", diam. Penting saja tidak cukup (*in my opinion), untuk membolehkan kita saling berkomentar dengan dia yang bukan mahram kita. Menurutku mudhorotnya lebih banyak. Hehe. Namun jika ini sudah masuk situasi mendesak dan penting. Maka jangan ragu untuk berkomentar. Sampaikan ilmu, nasihat, dan hal-hal penting. Jangan sampai, diri meng-alibi-kan jaga hijab (jaga interaksi)..sehingga kebenaran tidak tersampaikan. Bukankah kita semua tahu, tentang larangan menyembunyikan kebenaran?
Pilihan ketiga : seSINGKAT mungkin, tapi JELAS
Jika pilihan kedua sudah dipilih. Yang satu ini, harusnya diusahakan untuk dipilih. Ya, memang susah. Tapi bisa kok. Dan lima sampai sepuluh komentar, yang tadinya hendak disampaikan (kan kalau saling komentar biasanya panjang tuh..), sebenarnya bisa diminimalisir menjadi cukup satu sampai dua komentar. Percaya deh. Caranya? Tulis di tempat lain. Ya, tulis dulu semua hal yang ingin disampaikan pada media lain (note, blog, docs). Kemudian kasih link, atau kasih filenya. Selesai. Hal ini mengurangi komentar-komentar lanjutan, yang seringkali berujung pada kesia-siaan. Sampaikan dengan cara yang baik, singkat dan jelas.
Yang satu ini.. juga bisa jadi tips ampuh untuk meramaikan blog yang sudah lama ditinggal pergi, tidak ditulisi (*haha, maaf KBBI!).
Personal or Public
Yang satu ini bukan pilihan. Ini... adalah hal yang penting untuk dicermati jika kita akhirnya memilih untuk berkomentar. Adakah ini untuk satu orang (nasihat), atau untuk banyak orang? Jika untuk satu orang, maka sampaikan secara personal. *karena dinasihati di depan umum itu, malu! hingga seringkali yang dinasihati, fokus pada "malu" ketimbang pada konten nasihat. Jikapun, nasihat ingin disampaikan ke banyak orang. Pastikan tidak ada kata-kata yang merujuk pada satu orang.
***
Yang menulis ini. Bukan sosok yang sempurna, yang begitu menjaga tentang interaksi non-mahram di dunia nyata atau maya. Ya, yang menulis ini. Ingin dirinya bisa begitu menjaga tentang yang satu ini. Membatasi, agar interaksi dengan non-mahram adalah hanya yang urgen dan penting. Ya, walau situasi dan kondisi tidak memungkinkan, sulit, rumit. *kok jadi nyalahin kondisi? Tapi BISA! BISA! BISA!
Karena sungguh, kita hanya perlu menunjukkan kepada Allah azzam kita. Keinginan kita untuk taat padaNya, "menjaga diri" karenaNya. Selanjutnya?
Sungguh... Laa haula wala quwwata illa billah. Tidak ada daya untuk menjauhi kemaksiatan, kecuali atas izinNya.
Allahua'lam bishowab.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya