Ramadhan Terakhir Ayah

Bismillah...

Tak ada yang pernah menerka, apalagi tahu..
bahwa Ramadhan ini, adalah Ramadhan terakhirnya.

Mungkin ini yang dirasakan oleh temanku, sahabatku, saudariku.. Ya, ia tak pernah menerka, apalagi tahu.. bahwa disela-sela kesibukannya KKN, ia akan mendapat kabar tentang kepulangan Ayahnya ke ramatullah.

***

Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan. (QS 63:11)

Perjalanan menuju kota tempat tinggal saudariku, membuatku kembali tersadar. Mencoba meresapi tentang kematian yang bisa saja menyapa kita, atau orang-orang terdekat kita, kapan pun.

Saat itu aku mungkin tak bisa berkata banyak. Aku sendiri, masih terlalu gamang untuk menghibur. Sungguh, jika aku yang ada di posisinya, aku tidak tahu bagaimana aku akan bersikap dan berekspesi.

Perjalanan kembali ke asrama, dari kota itu, membuatku berpikir. Tentang kata, yang seharusnya sudah kuucapkan saat aku berada di sana.

"Ia memang sudah berpulang, dan tangis, hanya bisa menjadi simbol kesedihan, ia tak bisa mengubah apapun.

Tapi sungguh, kejadian tersebut bukan lantas memutus bakti kita kepadanya. Sungguh tidak. In syaa Allah, masih ada doa anak sholihah yang masih Allah dengar dan Allah sambungkan kepadanya.

Tapi sungguh, kejadian itu tidak lantas memutus bakti kita kepadanya. Kita masih bisa memberikan jubah kehormatan kepadanya, kelak di hari akhir. Jika saja kita mau berusaha menjadi hafizhah. Bukankah itu yang Allah janjikan kepada para penghafal Al Quran?"

***

Tetap semangat saudariku. Izinkan saja bulir air, jika memang ia ingin mengalir di pipi. Ini bukan saatnya ragu untuk mengekspresikan rasa sedih. Sungguh tidak apa-apa, asalkan tidak kemudian dilanjutkan dengan menyalah-nyalahkan takdir.

Tepat semangat saudariku. Baktimu kepada Ayahanda masih bisa dilakukan. Dengan doa. Dengan menjadi hafizhah, seperti cita-citamu.

Allahua'lam bishowab.