Karena orang-orang sering berinteraksi dengan kita, sadar atau tanpa sadar, mempengaruhi kebiasaan, dan keseharian kita. Cara kita tersenyum, hobi, makanan yang kita sukai, cara bicara, cara menulis/gaya bahasa, dan hal-hal lain menjadi mirip.
***
Ingin rasanya, menjadikan tulisan ini tidak sekedar curhat. Tapi aku lebih banyak keinginan bercerita tentang diri, yang terpengaruh banyak hal positif karena banyak berinteraksi dengan ukhti asli Kendal. Let's just write, and see what will come out here.
Awalnya aku kira, ini banyak terjadi ketika kita masa-masa SMP, masa-masa belum punya identitas diri. Persahabatan/pertemanan, yang apa-apa harus sama, kemana-mana harus bareng, buku yang dibaca mayoritas sama, pokoknya masa-masa itu menurutku, kita semua pernah mengalami, mencoba untuk menyamakan, menjadi 'bebek'. Rasanya, kalau ga sama, berasa terasing. Aku bahkan pernah mendengar kisah, tentang seorang yang mau pakai kerudung karena berteman dengan yang pakai kerudung. Ga ada yang namanya dakwah untuk ngasih tahu kewajiban pakai kerudung. Mereka cuma berteman, ngobrolin manga, atau buku, makan bareng, jajan bareng, layaknya temenan biasa. Temenan yang ga ada niat dibaliknya, ga ada udangnya. Tapi justru lewat itu, hidayah bisa dateng.
Awalnya aku kira, ini banyak terjadi pada masa ketika kita tidak punya identitas diri. Tapi setelah hidup lebih lama *berasa tua hehe, aku sadar, itu akan selalu terjadi. Kenyataannya, setiap orang yang sering berinteraksi dengan kita, membuat kita menjadi mirip. Mungkin yang paling dini bisa dilihat adalah gaya bahasa dalam menulis dan berbicara. Ini terbukti kalau kita misal merantau, pasti kan banyak berinteraksi dengan suku asli tempat tersebut, dan cara bicara kita, menulis kita, somehow menjadi mirip. Mungkin bukan bahasanya yang berubah, namun nada, atau kata-kata sisipan, kata-kata kecil yang sering kita pakai. Misalnya, penggunaan kata sapaan, 'Mba' dan 'Teh', atau 'Mas' dan 'Kang', atau 'Lo' 'Kamu' 'Antum'.
Kalau bahasa tulisan, aku sudah merasakannya sejak SMA sih. Bagaimana berinteraksi dengan seseorang bisa mengubah gaya menulis SMS-ku *jaman kapan ini wkwwk, dari alay dan banyak singkatan alay, menjadi baku. Aku kadang sering bertanya penasaran kalau ada seseorang yang gaya menulis chatnya berubah, 'kamu lagi sering chattingan/baca tulisan apa sih? Kok jadi berubah cara nulisnya?'
Fenomena menjadi mirip ini dibuktikan semakin terpercaya kalau kita melihat Al Quran, dan bahasan pertemanan di dalamnya. Ga cuma teman, juga tetangga. Kalau anjuran memilih lingkungan rumah yang tetangganya baik, itu Quran atau hadis? Atau cuma nasihat dari ulama ya? *males cari referensi **maaf V
Kalau mau nulis dari segi pernikahan. Banyak yang mengatakan kalau suami istri itu biasanya mirip, apa lagi yang udah lama hidup bersama. Karena tanpa sadar, kita meniru masing-masing, cara senyumnya, gesture kecil saat sedang berpikir, selera lidahnya juga sama, cara jalannya, dll. Jadi jangan terbalik ya, bukan berarti kalau mirip itu bakal jadi jodoh. Tapi ketika emang jodoh, nanti setelah menikah dan melalui beberapa masa bersama, tanpa sadar keduanya menjadi mirip.
***
Menjadi mirip, itu mungkin anjuran untuk kita, agar lebih banyak berinteraksi dengan ukhtunna shalihaat. Bukan membatasi pertemanan. We can be friend with anyone. But a close friend, the one whom you interact the most, the one who chats all night long with you. Choose wisely.
Selamat menjadi mirip J
Interact more with Quran, wish that make us similiar to the people of Quran. Allahua'lam.
***
PS: Skip this part please hehe
Balik ke cerita tentang aku yang menjadi mirip seorang ukhti asli Kendal. Sebenarnya kenal mah sudah hampir 5 tahun, tapi baru benar-benar intens interaksi satu atau dua tahun terakhir. Mungkin ia tidak sadar, tapi aku banyak meniru ia, meniru hal-hal positif darinya.
Pertama, kita punya hp yang sama persis hehe. She recommend me the handphone. Sebelum itu, aku mulairajin membiasakan lari pagi, ya karena dia. Yang tadinya lebih suka simpan hp, dan menikmati pemandangan dan momen dengan mata dan memori semata, jadi ikutan suka ambil foto, random. Karena ia sering banget mengabadikan momen lewat foto, cek aja g+nya, banyak album foto yang isinya bagus-bagus. Mulai baca buku lagi, itu juga karenanya. Ia rajin banget sih, tiap hari bawa buku Seven Habbit atau bukunya Dale Carniage, kalau waktu kosong lagi nunggu, dia pasti baca. Mulai membiasakan lagi makan teratur juga karenanya, ia tidak terbiasa telat makan. Mencoba makan outmeal juga karena ia, jadi tahu, cara makan teratur tapi tetap hemat uang hehe dan makanannya sehat pula *bukan justru makan popmie karena lagi ngirit hehe. Suka jalan-jalan lagi, juga karena ia, awalnya sering bareng-bareng ke taman sekitar bandung, atau ke tempat-tempat lain di bandung. Kemudian aku jadi sering ngebolang, menikmati jalan kaki sendirian, entah itu bentuk sifat ekstrovert atau justru sifat introvertku. Mulai nulis lagi, setelah sebelumnya vakum lama, mungkin juga karena ia, ia rajin nulis di g+nya~
Apa lagi ya? Banyak.. banyak hal-hal positif lain. Oh ya, salah satunya diingatkan pentingnya shalat istikharah, agar setiap hari tenang, atas setiap pilihan dan langkah yang kita ambil. I miss her, miss her so much. She asked me when will I visit Kendal, I want to do that, so much. But I don't know when. My parents might not allowing me, and I don't want to have a long journey alone, she knows the reason why.
Awalnya aku kira, ini banyak terjadi ketika kita masa-masa SMP, masa-masa belum punya identitas diri. Persahabatan/pertemanan, yang apa-apa harus sama, kemana-mana harus bareng, buku yang dibaca mayoritas sama, pokoknya masa-masa itu menurutku, kita semua pernah mengalami, mencoba untuk menyamakan, menjadi 'bebek'. Rasanya, kalau ga sama, berasa terasing. Aku bahkan pernah mendengar kisah, tentang seorang yang mau pakai kerudung karena berteman dengan yang pakai kerudung. Ga ada yang namanya dakwah untuk ngasih tahu kewajiban pakai kerudung. Mereka cuma berteman, ngobrolin manga, atau buku, makan bareng, jajan bareng, layaknya temenan biasa. Temenan yang ga ada niat dibaliknya, ga ada udangnya. Tapi justru lewat itu, hidayah bisa dateng.
Awalnya aku kira, ini banyak terjadi pada masa ketika kita tidak punya identitas diri. Tapi setelah hidup lebih lama *berasa tua hehe, aku sadar, itu akan selalu terjadi. Kenyataannya, setiap orang yang sering berinteraksi dengan kita, membuat kita menjadi mirip. Mungkin yang paling dini bisa dilihat adalah gaya bahasa dalam menulis dan berbicara. Ini terbukti kalau kita misal merantau, pasti kan banyak berinteraksi dengan suku asli tempat tersebut, dan cara bicara kita, menulis kita, somehow menjadi mirip. Mungkin bukan bahasanya yang berubah, namun nada, atau kata-kata sisipan, kata-kata kecil yang sering kita pakai. Misalnya, penggunaan kata sapaan, 'Mba' dan 'Teh', atau 'Mas' dan 'Kang', atau 'Lo' 'Kamu' 'Antum'.
Kalau bahasa tulisan, aku sudah merasakannya sejak SMA sih. Bagaimana berinteraksi dengan seseorang bisa mengubah gaya menulis SMS-ku *jaman kapan ini wkwwk, dari alay dan banyak singkatan alay, menjadi baku. Aku kadang sering bertanya penasaran kalau ada seseorang yang gaya menulis chatnya berubah, 'kamu lagi sering chattingan/baca tulisan apa sih? Kok jadi berubah cara nulisnya?'
Fenomena menjadi mirip ini dibuktikan semakin terpercaya kalau kita melihat Al Quran, dan bahasan pertemanan di dalamnya. Ga cuma teman, juga tetangga. Kalau anjuran memilih lingkungan rumah yang tetangganya baik, itu Quran atau hadis? Atau cuma nasihat dari ulama ya? *males cari referensi **maaf V
Kalau mau nulis dari segi pernikahan. Banyak yang mengatakan kalau suami istri itu biasanya mirip, apa lagi yang udah lama hidup bersama. Karena tanpa sadar, kita meniru masing-masing, cara senyumnya, gesture kecil saat sedang berpikir, selera lidahnya juga sama, cara jalannya, dll. Jadi jangan terbalik ya, bukan berarti kalau mirip itu bakal jadi jodoh. Tapi ketika emang jodoh, nanti setelah menikah dan melalui beberapa masa bersama, tanpa sadar keduanya menjadi mirip.
***
Menjadi mirip, mungkin itu salah satu alasan, agar kita rajin memperbaiki diri. Takutnya tanpa sadar, kita menyebarkan kebiasaan/pengaruh buruk pada orang-orang yang sering berinteraksi dengan kita.
Menjadi mirip, itu mungkin anjuran untuk kita, agar lebih banyak berinteraksi dengan ukhtunna shalihaat. Bukan membatasi pertemanan. We can be friend with anyone. But a close friend, the one whom you interact the most, the one who chats all night long with you. Choose wisely.
Selamat menjadi mirip J
Interact more with Quran, wish that make us similiar to the people of Quran. Allahua'lam.
***
PS: Skip this part please hehe
Balik ke cerita tentang aku yang menjadi mirip seorang ukhti asli Kendal. Sebenarnya kenal mah sudah hampir 5 tahun, tapi baru benar-benar intens interaksi satu atau dua tahun terakhir. Mungkin ia tidak sadar, tapi aku banyak meniru ia, meniru hal-hal positif darinya.
Pertama, kita punya hp yang sama persis hehe. She recommend me the handphone. Sebelum itu, aku mulai
Apa lagi ya? Banyak.. banyak hal-hal positif lain. Oh ya, salah satunya diingatkan pentingnya shalat istikharah, agar setiap hari tenang, atas setiap pilihan dan langkah yang kita ambil. I miss her, miss her so much. She asked me when will I visit Kendal, I want to do that, so much. But I don't know when. My parents might not allowing me, and I don't want to have a long journey alone, she knows the reason why.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya